"Pernah baca buku begini?" todong Sumi.
"Eee ... belom." Si Kepo menggaruk pelipisnya; kedua alisnya terangkat.
"Mau coba baca?"
Si Kepo mengempit buku Tom Clancy-nya dan memasukkan tangan kanannya ke saku jeans. "Well, no."
"Kenapa?" Satu Sumi terangkat.
"Well ...." Si Kepo mengibaskan tangan kirinya menghadap atas ke arah sampul buku yang ditunjukkan Sumi.
Terpampang di ilustrasi sampul: seorang laki-laki bule bodi binaragawan, berambut gondrong gelap sebahu tanpa busana atas; hanya mengenakan celana potongan rendah. Lengannya memeluk seorang wanita bahenol berbusana gaun ketat dengan bagian bahu melorot; tangannya menempel di perut kotak-kotak si laki-laki.
Mereka saling bertatapan dan doyong seperti mau jatuh dengan latar pemandangan hutan pinus dan kastil tua bergaya Eropa. Fon tulisan sampul yang meliuk-liuk sensual mendukung sugesti adegan itu.
Dugaan Sumi tepat: kecil kemungkinan laki-laki macam ini baca novel romansa yang ... syur.
"Jadi, kenapa nggak?" ulang Sumi.
Si Kepo menyipit dan menjepit kedua bibirnya rapat. "Ehm ..., saya nggak suka buku kayak gini."
"Walau belom pernah baca sekali pun?" Sumi mengangkat dagunya. "Bahkan sebelom baca sinopsisnya?"
Si Kepo tertegun menatap Sumi.
Sekakmat.
Sumi menyorongkan buku itu ke tangan kiri si Kepo. Senyuman sempurna terpampang di parasnya. "Nggak mau prejudice, 'kan?"
(prasangka)Si Kepo menunduk hingga belah kanan rambut pendeknya tampak, seraya tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya.
Sumi mengambil tiga bukunya dari atas rak. "Selamat siang," pamitnya sebelum melenggang pergi.
* * *
"Lo nggak nanya namanya??" sembur Daru.
"Nggak; ngapain?" Sumi mengerutkan alis.
"Kenapa enggak, cumiii; tega amat sama guaaa." Daru membelalak dan menjambak rambutnya di kedua sisi. "Sekalian gitu, kek, sama teleponnya juga!"
"Lo kira gua ngapain; nyebar kuesioner?" balas Sumi sengit.
Rifa menonton mereka bergantian, menyeruput berries smoothie-nya dengan damai. Selesai dari toko buku, ketiga sahabat sedang rehat sejenak di sebuah kafe terbuka pada lantai mal yang sama.
"Lo nggak liat, sih, sotoy-nya kayak apa 'tu cowok." Sumi menyesap capuccino-nya.
(sok-tahu-nya)"Justru yang gitu DraKor banget, cintaaah; impian guweee. Gua pengen berguru! Nggak pengen apa, gua jadi kayak gitu? Kan lo juga yang bakal bangga punya temen kayak oppa-oppa."
(Serial drama Korea Selatan)"Yee ... dibilangin dia nggak persis oppa-oppa. Ini yang lo bilang maskulin, macho gitu, lah. " Sumi mendengkus sebal. "Makanya mungkin jadi sok tahu."
"Tetep ajaaa." Daru mengubur wajahnya di lengan. Begitu besar energi nelangsanya sehingga beberapa pengunjung kafe di sekitar mereka mungkin mengira dia baru putus cinta.
"Jadi, lo beli yang mana?" Rifa mengintip ke dalam kantong plastik Sumi.
"Yang dua novel diskon." Sumi mengeluarkan buku-buku tersebut dan mengoper ke Rifa yang langsung menelitinya. "Abis bakal agak lama baru bisa beli lagi; bentar lagi pada deadline, 'kan, makalah segala; uang jilid segala macem, paket data."
(jatuh tempo; mencetak)
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Bakwan & 3 Men [Romantic Suspense & Thriller - 𝔻𝕌𝕆𝕃𝕆𝔾𝕀]
Roman d'amour[𝚅𝚘𝚕. 𝟷 𝙳𝙾𝙽𝙴] Mahasiswi UI, Sumi, dipaksa ibunya pakai kebaya, sanggulan, dan berdandan layaknya ke kondangan enam hari dalam seminggu. Itulah tradisi bisnis bakwan pusaka keluarganya terlepas panasnya Jakarta Timur. Hal yang kerap mengundan...