VOL [2] - 8 - Disemutin

43 4 12
                                    

A/N - Sori, jujur, bab ini challenging bgt nulisnya. Enjoy 🖤
- Kahala -
__________

Sumi langsung menoleh ke Bimo; mencermatinya.

Tidak terlihat ada luka apapun padanya, termasuk di wajah. Bekas darah pun tidak ada.

Mimisan? Kayaknya nggak; hidungnya bersih.

Tapi bau dari bebat tangannya tadi ...?

Sumi menengok lagi ke ring tinju segi enam itu, mendekatinya beberapa langkah; menajamkan matanya untuk melihat bercak-bercak ceceran gelap pada lantainya. Warna lantainya yang merah hitam menyulitkan otaknya menginterpretasi.

"Miya!"

Sumi melonjak; lantas berbalik menghadap Bimo. "Iya?"

"Kita siap-siap ke Halim; sekarang." Bimo mengetuk-ngetuk layar ponselnya dengan kedua jempol. "Om Ruslan udah ngoordinir tim pilot. Dua jam lagi kita take-off abis Subuh."
(tinggal landas)

"Hah?" Sumi melongo. "Ke mana?"

"Semarang," jawab Bimo seraya membuka bebatan hitam kedua tangannya.

Jantung Sumi terjun bebas.

Mulutnya kering. "Kenapa? Pak Ruslan bilang apa?"

"Dia barusan mau terbang ke sana; katanya nanti mau ngabarin. Let's go, Sayang." Dihampirinya Sumi, lalu digandengnya menuju keluar gimnasium. Gajah membuntuti mereka.
(Ayo)

"Aku udah minta Kinan book hotel, just in case." Jempol Bimo mengetik cepat pada ponselnya.
(buat jaga-jaga)

"Eh? Nginep? Gajah dibawa?" Sumi kesulitan menyamai langkah Bimo.

"Don't worry, Kinan yang urus nanti ngasih makannya selama kita pergi. Dia suka kucing, kok." Bimo menutup pintu gimnasium.
(Jangan khawatir)

Ketika Sumi berhenti mendadak, suaminya menoleh mengkerutkan dahi.

"Miya?"

"Bim ...."

"What's wrong?"
(Ada apa)

Sejenak Sumi menggigit bibir bawahnya, sebelum berkata, "Bim, aku ...." Jeda sejenak saat ia menelan ludah. "... belom pernah terbang."

Mata Bimo melebar sesaat, dia lalu tersenyum tipis. "Nanti kamu lihat: it's nothing to be scared of. Ayo; kita ngepak koper."
(nggak ada yang perlu ditakutin)

Sambil berlalu, mata Sumi melihat sekilas pintu terlarang empat meter di kirinya.

Ternyata ... tertutup.

Mungkin tadi dia salah lihat.

* * *

Bimo itu pembual.

Apanya yang tidak menakutkan?

Setiap guncangan pesawat membuat Sumi otomatis komat-kamit membaca segala doa yang diingatnya.

Selain itu, risih rasanya melewati pelayanan jalur khusus di bandara; dia seperti memahami siratan batin dari mata-mata yang memandangnya dan Bimo. Tak terbayang berapa biaya untuk menikmati pelayanan sekelas ini.

Syukur sekarang mereka sudah berada di mobil SUV menuju kampung Mbah Ti. Janggal melihat Bimo disupiri; tapi maklum, namanya juga daerah asing.

Pukul tujuh pagi tadi mereka tiba di Bandara Ahmad Yani; hampir dua jam yang lalu. Sudah terang. Belum ada jeda sejak mereka meninggalkan rumah; dia paham kenapa Bimo menyuruh sarapan terlebih dahulu sebelum meninggalkan rumah.

Miss Bakwan & 3 Men [Romantic Suspense & Thriller - 𝔻𝕌𝕆𝕃𝕆𝔾𝕀]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang