"Kenapa, J--, Bang? Aku di luar rumah." Sumi kaget lawan bicaranya begitu nyaring.
"Iyé, aku tau. Ke rumah Pak Tjahjo, 'kan? Di mané sekarang??" Jaka terdengar terengah-engah.
Kok?
Sumi menyebutkan nama jalan dekat rumah Tjahjo.
"Jangan dimatiin, tunggu aku," tegas Jaka.
Ada apaan, sih?
Tak lama kemudian, Jaka muncul berlari dari belokan jalan. Begitu melihat Sumi, panggilan telepon ditutupnya.
"Sum," sapanya dengan terengah-engah. Wajahnya berkerut sedemikian rupa ketika dia berusaha mengatur napasnya.
Apa Jaka berlari kencang sekali tadi?
"Bang Jaka?" Sumi bergegas menghampiri. "Ada apa? Kenapa sampai nyusul?"
"Kamu ngapain ke rumah orang itu?" Mata dingin itu menghujam Sumi.
Meskipun begitu, Sumi bisa mendeteksi kecemasan di dalamnya. Mungkin, jika ia tidak kenal baik kepribadian Jaka, akan bergidik takut.
Mampus. Bilang apa? Bohong saja? Jujur?
"Ada urusan, Bang," dalih Sumi.
"Urusan apé?"
Gadis itu menjepit bibirnya.
Gua nggak mungkin ceritain, Jak! Mau berapa banyak orang yang tau?
Eh, tunggu ....
"Kamu kenapa sampai nelpon berkali-kali?" tanya Sumi, "Terus, kok bisa tau aku ke sana?"
Nggak mungkin dari Ibu atau Mbah Ti; mereka sepakat aib ini nggak boleh kesebar, kok.
Jaka terlihat berpikir. "Orangku yang ngabarin."
"Maksudmu?" Sumi mengernyit, sebelum ekspresinya mengendur. "Oh. Dari perkumpulan?"
"Iyé. Adé yang liat kamu masuk ke sono." Jaka memantau keadaan sekeliling mereka; mengitarkan pandangannya perlahan. "Sebentar, yé." Jarinya mengetuk layar ponselnya; dibawanya ke telinga.
"Halo ...? Iyé, Mat, 'dah samé gue, nih .... Sip." Dimasukkan ponselnya ke saku celana pangsinya setelah menutup panggilan. Jaka kembali menatap Sumi. "Aku denger, orang itu ngebet kawinin kamu. Beneran?"
Sumi mengiyakan. Jantungnya berdesir. Terlintas di benaknya suatu dugaan tentang Jaka .... Namun, buru-buru ditepisnya. "Kenapa, Bang?" tanyanya pelan.
Jaka terdiam.
Sumi kesulitan membaca ekspresinya. Ada sesuatu yang dibentengi mata lelaki itu.
"Sekarang mau pulang? Aku anter," ujar Jaka.
Sumi berterima kasih. Dadanya mengembang dengan sukacita. Lumayan jauh jarak rumahnya; kesempatan emas berduaan dengan Jaka!
Mereka berjalan ke arah datangnya pria itu tadi. Keduanya membisu lama. Sumi tak sabar menunggunya memulai obrolan kembali.
"Itu alesan kamu ke sono?" Jaka memperhatikan aspal jalanan.
Sumi menoleh. "Apaan?" Dia tahu maksudnya; tetapi, ia ingin melihat ekspresi lelaki itu saat menyebutnya lagi.
Jaka memandang lurus ke depan; jakunnya bergerak saat ia menelan ludah. "Masalah mau ngawinin kamu?" Alis tebalnya berkerut.
Dia ... cemburu? Iya?
"He-eh," jawab Sumi; sengaja pendek. Jujur, 'kan, dirinya? Memang betul ada pembicaraan itu tadi.
"Terus? Kamu mau?" Jaka berhenti; berputar menghadapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Bakwan & 3 Men [Romantic Suspense & Thriller - 𝔻𝕌𝕆𝕃𝕆𝔾𝕀]
Romance[𝚅𝚘𝚕. 𝟷 𝙳𝙾𝙽𝙴] Mahasiswi UI, Sumi, dipaksa ibunya pakai kebaya, sanggulan, dan berdandan layaknya ke kondangan enam hari dalam seminggu. Itulah tradisi bisnis bakwan pusaka keluarganya terlepas panasnya Jakarta Timur. Hal yang kerap mengundan...