A/N - Bakwan udah balik tayang. Makasih udah sabar nunggu. Semoga suka 🙏🏻
- Kahala -
______________Sumi memberitahukan posisinya di Taman Literasi Blok M.
Ternyata, dia tak jauh darinya.
"Hei, sorry. Lama nunggunya?" Muncul sosok tegap Bimo yang berjalan cepat melintasi lengkungan lampu lantai beton area Plaza Bunga.
Minggu malem pun pake kemeja, blazer, jeans? Abis acara, kali, ya.
"Nggak." Senyum kecil diberikan Sumi. "Makasih udah mau dateng."
"Kenapa nggak biarin aku jemput kamu tadi, Miya?"
"Nggak 'pa-'pa." Sumi bergeleng. "Saya lebih seneng leluasa berangkat sendiri."
Dua minggu berselang semenjak Bimo bertamu. Masa tenggat utang tinggal seminggu lagi.
Sumi mempersilakan Bimo duduk di bangku beton itu.
"So (jadi), ada apa?" tanya Bimo; jemari kirinya menyisir rambut pendek belah kanannya.
Gadis itu menarik napas. "Bimo, kamu ... inget, nggak, saya pernah bilang abis patah hati?"
Lelaki itu terdiam. "Inget. Kenapa, Miya?"
Sumi menerawang lurus ke depan. "Namanya ... Andi."
Lantas, diceritakannya perjalanan hubungannya yang kandas, di saat baru menguncup. Bagaimana terkejutnya dia saat mengetahui status Andi.
Setelahnya, dengan berat hati, mau tak mau dia harus menceritakan tentang mbakyunya, Bapak, dan traumanya; bagaimana Andi telah mengisi kekosongan batinnya dan menjadi sandaran.
Dengan latar itu, dituturkan bagaimana dirinya sangat terpukul, ketika Andi mengkhianati ikrarnya sendiri.
"Udah lima minggu yang lalu, tapi ... saya--jujur--belum pulih." Sumi memandang Bimo.
"Well." Bimo menyilangkan pergelangan kakinya ke lutut sebelah. "Aku nggak heran. Normal aja."
"Gitu?" Kepala Sumi dimiringkan.
"Iya." Bimo tersenyum. "So, terhadap kamu, dia gimana sebagai cowok?"
Pandangan Sumi menurun ke semburat lampu kolong bangku beton mereka. Raut wajahnya mengendur. "Dia ... romantis."
"Hmm ...." Mata tajam Bimo menyipit. "Kayak gitu yang kamu suka?"
Sumi terkekeh pelan. "Mungkin?" Dikedikkan bahunya. "Nggak langsung suka, sih. Ngalir gitu aja. Tapi ..., mungkin karena cara dia ngedeketin, pelan-pelan; ngasih aku banyak ruang."
"Unlike me?" Bimo menaikkan sebelah alis; tersenyum miring.
(Nggak kayak aku?)"Yah, namanya beda orang, 'kan?" Kaki Sumi diayun-ayunkan.
"Miya. kamu mau aku kayak gitu?"
Sumi menoleh. "Kenapa kamu mau 'jadi' orang lain?"
"Why not?"
(Kenapa nggak?)"Karena maksa diri jadi sesuatu yang diharapin, disukain orang lain itu nggak enak, Bimo." Alis Sumi menukik bersama tajam suaranya. "Kalo kamu punya privilege jadi diri sendiri, kenapa nggak kamu gunain?"
"Well, karena aku pengen nyenengin kamu?" Bimo tersenyum dengan kedua lengan bertumpu pada pahanya; jemarinya ditautkan. "Dan aku nggak masalah. Kalo sampe aku bisa bikin kamu seneng, itu satisfaction tersendiri."
(kepuasan)Kepala Sumi digeleng-gelengkan. "Asli; kamu aneh. Banyak pilihan mudah; kok, malah ngeribetin diri sendiri."
Tawa ringan dilepas Bimo. "I like a good challenge, Miya."
(Saya suka tantangan menarik)
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Bakwan & 3 Men [Romantic Suspense & Thriller - 𝔻𝕌𝕆𝕃𝕆𝔾𝕀]
Romance[𝚅𝚘𝚕. 𝟷 𝙳𝙾𝙽𝙴] Mahasiswi UI, Sumi, dipaksa ibunya pakai kebaya, sanggulan, dan berdandan layaknya ke kondangan enam hari dalam seminggu. Itulah tradisi bisnis bakwan pusaka keluarganya terlepas panasnya Jakarta Timur. Hal yang kerap mengundan...