VOL. [2] - 23 - Kemana Sendok Mengaduk

40 8 7
                                    

** Sori sempet ke-unpublished**
A/N - Napas dikit bab ini ya. Panjang nih, 3.1 K words. Ada satu nama bab Vol. 1—& kata kunci dlm bab itu—yg akan direferensi Sumi. Tahu yg mana?

Makasi yg rajin komen & vote, kyk bensin 🔥 penyemangat buat sy 🥲
Enjoy ❤️.
- Kahala -
_________

Air mineral dalam botol itu ditenggak Sumi.

Kesegaran yang sejuk mengguyur lidah yang sempat melengket ke langit-langit mulut, membasuh keasatan liur kentalnya; dinginnya terus terasa saat meluncur turun pipa kerongkongan hingga belakang dada.

Salinitasnya pas, tidak asin bak air payau; tak heran merek AMDK ini populer.
(Air Minum Dalam Kemasan)

"Makasih, Bang." Sumi memasang kembali tutupan putar biru tua botolnya.

Sudut pandangannya bisa menangkap setengah profil lelaki itu, yang duduk bersila di atas karpet dua meteran darinya. Tampak nyaman bersandar berbungkus jaket kulit cokelat kehitamannya.

Untunglah lorong putih itu sepi; selain unit interogasi yang digunakan lembaga Jaka, sepertinya memang kosong di malam hari.

Masih segan dia memandang Andi langsung. Entah bagaimana mesti bersikap.

"Sama-sama." Tanpa perlu dilihat pun, suara dalam Andi menyirat senyum. "Udah tenang?"

Sumi mengangguk. "Anu ...." Helaian rambut panjangnya diselipkan ke belakang telinga. "Abang apa sempet ngedenger, aku sama Bimo barusan ...?"

"Sedikit," jawab Andi. "Bimo turun bentar; nyari angin."

Rasanya pengen mengubur diri. "Oh. Gitu." Malu.

"Nggak usah malu." Andi seolah membaca pikirannya. "Wajar, kok. Pasangan mana pun akan begitu."

"Masa iya, Bang?"

"Namanya dua kepala disatuin? Pasti, Non."

"Gitu, ya?" Sumi menyandarkan kepala di dinding lorong. "Aku ... kayaknya belom pernah semarah tadi; rasanya sampe pengen ... cabik-cabik habis Bimo sampe ke tulangnya." Ia mendengkus tawa. "Barbar banget, ya?"

Andi mengangguk-angguk. "Bakalan berantakan," komentarnya kalem.

"Munafik banget aku," sambung Sumi. "Padahal, aku udah nge-judge profesi Abang habis-habisan."
(menilai buruk)

"Jaka yang ceritain?" terka Andi.

"He-eh."

"Sejauh apa?"

"Sejarahnya, terus ...." Sumi melirik sudut kanan atas. "... bahwa Antaka itu kata Sansekerta—kematian, sama keahlian Abang sebagai ... si Rajawali." Dia beranikan diri menatap Andi, yang sudah duluan melakukannya.

"Yang salah satunya," lanjut Sumi, suaranya mengecil, "pengaruhin pikiran, dan tindakan orang lain biar jadi ... sesuai keinginan Abang; termasuk—" Diteguknya ludah. "Emosi."

Andi membisu; pandangannya beralih ke karpet di depan silaan kakinya. "Yah, begitulah."

Hening di antara mereka; hanyalah sayup dengungan halus penyejuk udara sentral terdengar.

Canggung.

Terakhir Sumi mengobrol dengannya—selain ketika amnesia—adalah malam sebelum kemunculan agen Antaka wanita itu; "istri" Andi.

Malam lelaki itu menyatakan keinginan memperistrinya ....

Sudah enam hari sejak Andi mengakui kedoknya, tetapi masih sulit bagi Sumi untuk berdamai dengan kenyataan bahwa lelaki ini telah menipunya dulu. Bahwa ketulusan dan segala perkataan Andi selama berbulan-bulan itu ... hanyalah topeng belaka.

Miss Bakwan & 3 Men [Romantic Suspense & Thriller - 𝔻𝕌𝕆𝕃𝕆𝔾𝕀]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang