🌷"Kebahagiaan terbesar adalah melihat malaikat kecilku telah tumbuh bahagia.🌷
9 tahun kemudian ...
"Bunda, Victor mau pergi main bola boleh ya?" Seorang bocah laki-laki menarik ujung baju sang bunda yang tengah mencuci sayur di wastafel. Lantas saja wanita itu melihat ke bawah, melihat putranya yang lagi memasang ekspresi penuh harap, melihatnya ia pun tersenyum, lalu menjongkokkan dirinya.
"Boleh, asalkan ingat kata bunda, jangan terlalu jauh mainnya dan jangan lama-lama. Satu hal yang harus kamu ingat, jika ada orang asing yang meminta kamu ikut dengannya jangan mau, baik dia mau beri kamu makanan, mainan atau apapun itu tetap jangan menerimanya. Kamu harus pergi secepatnya dan teriak minta tolong oke?" Tak pernah bosan ia memperingati anak satu-satunya itu agar tetap selalu waspada saat tidak berada dalam pengawasannya. Bocah itu mengangguk paham, ia selalu ingat akan pesan bundanya itu.
"Oke bunda, Victor nggak jauh-jauh kok mainnya. Nanti kalau masakannya sudah jadi panggilin Victor ya bunda?"
Wanita yang tak lain ialah Yina itu mengacak rambut putranya gemas sambil menguraikan senyum lebar. "Anak pintar, nanti bunda akan panggil kamu." katanya, lalu berdiri kembali.
"Satu lagi," Saat Victor ingin berbalik badan, langkah kakinya ditahan oleh ucapan bundanya. Sontak saja ia memutar badannya lagi.
"Apa bunda?" tanyanya, dimana kedua matanya mengerjap-erjap beberapa kali dengan cepat, membuat Yina gemas sendiri, terlebih lagi kedua pipi anaknya yang gembul itu terlihat berwarna ke pink-pinkan.
"Jangan terlalu capek, ingat, jantung kamu itu ..." Yina tidak melanjutkan kalimatnya lagi, lantaran melihat perubahan raut wajah Victor yang berubah jadi manyun. Anak laki-laki itu menatap ke bawah seraya memutar-mutar bola sepaknya.
"Bunda selalu saja bilang begitu, menganggap Victor itu lemah. Victor tau kok jantung Victor itu lemah, tapi Victor bakalan baik-baik aja!" ucapnya bernada lumayan tinggi. Yina pun hanya bisa membuang nafas panjangnya, lalu kembali tersenyum.
"Iya maaf, bunda salah, kamu anak yang kuat." Selepas berkata demikian, Victor beranjak pergi dengan wajah masam. Sementara Yina geleng-geleng kepala kecil sebentar, lalu lanjut mencuci sayuran.
Di lain tempat, terlihat seorang laki-laki berpakaian jas hitam serta memakai kemeja putih itu memijit batang hitungnya. Pasalnya mobil yang ia bawa tiba-tiba saja bannya kempes sebelah, ia pun segera menelpon seseorang untuk memperbaiki ban mobilnya, padahal ia bisa saja melakukannya sendiri jikalau ada alatnya. Saat dirinya tengah menelpon, ada suatu benda yang mengenai mata kakinya. Kontan saja laki-laki itu melirik ke bawah dan melihat ada bola sepak yang berhenti menggelinding tepat di depan kakinya. Setelah telepon putus, ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana, lalu memungut bola itu.
"Om, maaf, tolong kembalikan bolanya."
Refleks ia melihat ke arah sumber suara, dimana ada seorang anak laki-laki yang sedang memakai baju kaos lengan pendek warna biru laut serta memakai celana pendek selutut itu membuat si lelaki tercengang melihatnya. Bukan penampilan dari anak itu yang membuatnya bereskpresi demikian, melainkan terkejut saat melihat wajah dari bocah itu, lantaran wajahnya sangat mirip dengannya waktu kecil dulu, bisa dikatakan tidak ada perbedaannya. Hal itu membuatnya jadi membeku di tempat, sampai dikagetkan oleh Victor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Dream [End]✓
Ficção AdolescenteStory 6 Ingrid Syina Ellisia harus menanggung beban yang amat berat di dalam hidupnya. Ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan diri dan sang ayah yang ada di kampung. Terpaksa Yina setiap hari harus berjualan koran, demi sesuap nasi. Sedang...