Yuhu akhirnya sudah 50 part🤩 thanks buat kalian yg sudah membaca cerita ini.
***
🌷"Jadilah dirimu sendiri, karena orang lain sudah ada yang mengisi peran mereka."🌷
"Nggak papa, cuma bunda lama banget baru jemput." keluhnya, dimana ia mencibikan bibir sebentar.
Faiz terkekeh pelan, tangannya merangkul pundak anak laki-laki itu. Sontak saja Victor menolehkan kepala ke arah Faiz yang sedang memandang lurus ke depan. "Sabar, sebentar lagi juga akan datang, bisa saja 'kan di jalan macet? Soalnya tadi pun di jalan macet Victor, jadi nggak usah cemberut gitu. Bunda kamu juga pasti khawatir banget, takut kalau kamu marah sama dia. Sekarang om nanya ke kamu, biasanya bunda telat nggak jemputnya?" tanyanya lembut, lalu mengalihkan pandang ke arah Victor yang mana tengah menatap dirinya tak berkedip.
Victor cuma menggelengkan kepala sebentar, ia masih terus menatap Faiz begitu lekat. Faiz yang ditatap intens seperti itu lantas mengernyitkan dahi.
"Kenapa liat om gitu? Apa ada yang aneh?" Pada akhirnya ia bertanya juga, untuk menjawab rasa penasarannya itu.
Victor lekas menundukkan kepala, ia menjadi malu sendiri. Victor meremas celananya, perasaannya pun langsung berubah menjadi down. Faiz pun bangkit dari duduknya, lalu menjongkokkan diri dan mengangkat pelan dagu Victor agar dapat melihat wajahnya. Faiz tertegun tatkala kedua mata Victor nampak berkaca-kaca.
"Ada apa? Apa om salah bicara tadi? Kalau iya, maaf ya?" Faiz menjadi tidak enak hati, sebab bisa saja ada ucapannya yang menyakiti hatinya. Victor lekas menggeleng tanda tidak.
"Victor pengen ngerasain punya ayah gimana." terangnya, air matanya meluruh begitu saja hingga membasahi kedua pipi.
Faiz ikutan sedih, tapi bagaimanapun juga ia harus membuat bocah tersebut jadi lebih tenang. Namun ia penasaran kemana perginya ayah dari anak itu. "Maaf kalau pertanyaan om kali ini terbilang lancang, tapi memangnya ayahnya Victor pergi kemana?" tanyanya hati-hati.
Victor menjadi terisak-isak, ia berusaha menghapus air matanya, namun sia-sia, air matanya terus mengalir. "Su-sudah meninggal, wa-waktu Victor belum lahir." jawabnya tersendat-sendat.
Faiz makin merasa bersalah, seharusnya ia tidak menanyakan hal itu. Tapi ia sedikit lega karena tidak penasaran lagi. "Maafin om, om nggak tahu." Tanpa menjawab, Victor hanya mengangguk lesu.
Faiz segera memeluk anak itu begitu erat, meski baru pertama kali bertemu, ia merasa sangat dekat dengan Victor. Seolah-olah sudah lama tidak bertemu, ada rasa rindu yang terbesit dalam lubuk hatinya.
"Sudah ya, jangan nangis lagi, nanti gantengnya hilang."
Victor tertawa pelan mendengarnya, ia pun melepaskan pelukan itu dan segera menghapus kasar air matanya dengan pergelangan tangan kanannya. Melihat Victor tertawa membuat Faiz menjadi lega, ia pun ikutan tertawa juga.
Drrrttt...
Drrrttt...
Drrrttt...
Dering telpon berbunyi nyaring dalam balik jas yang Faiz kenakan, ia segera mengambil benda pipih tersebut. Di layar ponselnya terpampang jelas nama Dito sedang memanggil, sebelum mengangkatnya ia meminta ijin kepada Victor, yang langsung diangguki oleh Victor sendiri. Sebentar Faiz mengusap rambut Victor yang berwarna kehitaman itu, lalu berjalan menjauh dan berdiri membelakangi Victor.
"Iz, lo dimana?" tanya Dito di sebrang sana.
"Gue ada di depan sekolah..."
Saat Faiz sedang fokus pada telponnya, ia tak sadar bahwa Yina ada di belakang dirinya. Yina yang sedang memakai sepeda itu pun hanya melihat belakang tubuh Faiz sebentar, tanpa ada niatan ingin melihat wajahnya. Saat melihat sang bunda sudah datang, Victor lekas berdiri, dan berlari kecil ke arah Yina, lalu memeluknya.
Yina mengusap rambut Victor lembut sembari tersenyum. "Maaf ya bunda telat jemputnya, habisnya ban motornya kempes, jadi bunda ke bengkel dulu tadi. Karena pasti lama, yaudah bunda pinjem sepeda abang bengkel itu, maafin bunda sekali lagi ya?"
"Iya bunda, nggak papa kok. Bunda ayo kita pulang, bunda udah janji 'kan habis balik sekolah kita jalan-jalan ke taman?" Victor nampak antusias, tak sabar rasanya ingin cepat-cepat pergi ke taman yang sudah dijanjikan oleh bundanya itu.
Yina pun jadi tertawa pelan, ia mengacak-acak rambut putranya pelan. "Kamu ini memang selalu ingat ya. Kita ke bengkel dulu, siapa tahu sudah selesai." Yina mencubit ujung hidung anaknya, merasa gemas sendiri.
"Tentu!" katanya kegirangan, kedua matanya pun menjadi menyipit tiap kali dirinya tersenyum lebar.
Yina kembali berdiri, ia menatap punggung belakang Faiz yang masih membelakanginya. Entah kenapa ia merasa tidak asing dengan sosok laki-laki itu, saat ingin mendekatinya, tiba-tiba saja Victor menarik tangannya. Sontak saja Yina menghentikan langkah kakinya, ia menatap sang anak yang lagi menggenggam tangannya.
"Bunda ayo!" desaknya, sebentar Yina menatap Faiz yang masih saling bertelponan.
"Iya, ayo naik." Pada akhirnya Yina tak jadi mendekati laki-lai itu. Ia membantu Victor naik ke atas sepeda, lalu Yina mulai mengayuh sepeda tersebut. Tak berselang lama, Faiz sudah selesai akan telponnya. Sambil memasukkan telpon ke tempat semula, ia berbalik badan dan dahinya seketika mengkerut bingung.
Ia berlari kecil ke halte tersebut, kepalanya celingak-celinguk mencari keberadaan sosok anak kecil yang tiba-tiba saja hilang dari tempatnya. Faiz menoleh ke arah kiri, dimana matanya menangkap ada Victor yang sedang di bonceng oleh seorang perempuan. Terlihat mereka berdua sudah mulai jauh dari pandangannya dan menghilang ketika berbelok ke arah kanan.
"Apa itu ibunya?" tanyanya pada diri sendiri, Faiz cuma bisa mengangkat kedua bahu sebentar, terus masuk ke dalam mobil dan meninggalkan tempat tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Dream [End]✓
Roman pour AdolescentsStory 6 Ingrid Syina Ellisia harus menanggung beban yang amat berat di dalam hidupnya. Ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan diri dan sang ayah yang ada di kampung. Terpaksa Yina setiap hari harus berjualan koran, demi sesuap nasi. Sedang...