🌼Chapter 44🌼

506 16 0
                                    

🌷"Jangan terlalu sibuk mencari kebahagiaan di tempat lain. Terkadang, kebahagiaan itu sudah ada di depan mata, tinggal kita sadar dan menghargainya."🌷

   "Hei, Gino!" Aldo menjetikan jarinya persis di depan wajah Gino

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   "Hei, Gino!" Aldo menjetikan jarinya persis di depan wajah Gino. Laki-laki itu nampak bengong sedari tadi, dan tidak mendengarkan ucapan karibnya itu.  Atas jentikan barusan berhasil memulihkan kesadaran Gino lagi, terlihat ia sedikit tersentak kaget.

  "Hm?" dehemnya, lalu kembali bengong. Tercetak jelas dari tatapan kedua matanya yang kosong. Lagi, Aldo menjetikan jarinya, kali ini di lanjut dengan tepukan tangan. Teruntuk kedua kalinya Gino kaget dibuatnya. Hal itu membuat Aldo menghembuskan nafas jengah.

  "Mikirin apa? Dari tadi di ajak ngobrol nggak nyahut-nyahut, sekali lagi bengong bakal gue tinggal pergi." ucapnya berupa ancaman.

  "Iya-iya sorry. Ngomong apa tadi?" Gino menyeruput kopi hangat yang ia pesan tadi, mengabaikan raut malas dari seseorang yang tengah duduk dihadapannya.

  "Nggak jadi! Sekarang gue nanya, lo mikirin apa sih?"

  Gino tidak langsung menjawab, ia jadi terdiam, lalu meletakkan kembali kopi yang sisa setengah ke atas meja kaca. Ia menatap Aldo yang sudah menunggu-nunggu jawabannya. Namun Gino bingung mau menjelaskannya mulai dari mana, hal itu membuat Gino memijit batang hidungnya. Sebetulnya ia sendiri juga bingung kenapa dari kemarin hatinya terasa resah dan pikiran yang kalut. Ia semenjak kemarin selalu kepikiran dengan bocah laki-laki yang mirip dengannya, yang tidak lain ialah Victor seorang.

  Gino merasa khawatir pada anak laki-laki tersebut, dalam hatinya, ia tidak akan tenang kalau belum menjumpai Victor. Gino sungguh dilanda kebingungan mendalam, ia berfikir bahwa Victor itu bukan siapa-siapa dalam hidupnya, tapi mengapa ia selalu kepikiran dengannya? Pertanyaan tersebut terlalu sering melintas dalam pikirannya. Gino sendiri juga dilema akan masa lalu, ia sama sekali tidak menceritakan kepada siapapun bahwa dirinya pernah meniduri seorang gadis perawan. Jadi, yang tahu rahasia ini hanya ia sendiri, Yina dan Bi Lusi. Beruntung baginya karena pembantu rumahnya itu tidak memiliki mulut ember. Tapi, Bi Lusi sudah tidak bekerja lagi di rumahnya, dikarenakan anak-anaknya menyuruh agar berhenti dan meminta agar ibunya diam saja di rumah dan tidak bekerja lagi. Sekarang, sudah ada seorang pembantu pengganti Bi Lusi.

  "Tidak ada, gue mau balik ke kantor." Pada ujung-ujungnya, Gino tetap merahasiakan soal ini, cukup ia pendam sendiri daripada nantinya diumbar sana-sini.

  Tanpa menghiraukan Aldo yang meneriakkan namanya, Gino mempercepat langkahnya menuju mobilnya yang terparkir, sebelum Aldo mengejarnya dan menahan dirinya. Ia tidak mau ditanya-tanya terus-menerus, takutnya ia bakalan kebablasan dalam berbicara. Kalau rahasia ini bocor, maka habislah sudah riwayatnya. Terlebih lagi sampai ketahuan istrinya, maka dirinya akan di talak secara mentah-mentahan.

Not Dream [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang