🌼Chapter 64🌼

549 15 0
                                    

🌷"Sampai kapan pun aku tidak akan menyerah, sebelum mendapatkanmu kembali."🌷

"Gino Elliot Qouriel"

  "Ini sih sudah terbengkalai Gin, lihat saja bentukannya, kayak ditinggal beberapa tahun lamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  "Ini sih sudah terbengkalai Gin, lihat saja bentukannya, kayak ditinggal beberapa tahun lamanya." Rafi meneliti sebuah rumah kecil dihadapannya, dari jendela yang rusak, atap yang bolong, teras kotor, dan mash banyak lagi. Bahkan ia sendiri merasa kebauan, dikarenakan bau menyengat dari bangkai tikus di pojok teras.

  Gino menatap lekat bangunan yang sudah tidak terawat itu, hingga ia membuang nafas pasrah. Padahal ia berharap, setelah Yina pergi, ia akan kembali lagi tinggal disini.

  "Lagian gue juga bodoh, tidak mungkin juga Yina tinggal disini, sedangkan gue lihat penampilannya sekarang berbanding jauh dari yang dulu, sudah pasti dia punya rumah sendiri yang tentunya sangat layak ditepati." Gino menggerutu dalam hati, memaki dirinya sendiri.

  "Ugh, bau banget, nggak kuat gue. Mending kita ke toko itu tuh, sekalian mau beli minuman, lengket tenggorokan gue rasanya." Beberapa kali Aldo mengibaskan tangan di depan wajah, upaya menghilang bau yang mampu membuat perut bergejolak ingin keluar itu. Ia menunjuk ke arah toko yang terlihat ramai oleh pengunjung, sontak saja kedua sahabatnya saling menoleh bersamaan ke arah yang ditunjuk oleh Aldo barusan.

  Setelah melihat toko tersebut, buru-buru Gino berlari kecil ke tempat itu, dua sahabatnya pun lekas menyusul. "Gue harus menanyakannya ke pegawai toko itu, siapa tau mereka mengenal Yina." batin Gino, tidak ada salahnya juga untuk bertanya.

  "Permisi, mbak, apa boleh saya ingin menanyakan sesuatu?" Gino segera mengeluarkan pertanyaan, ketika didapatinya salah seorang karyawan di toko tersebut sedang memasukkan beberapa botol minuman ke dalam freezer.

  Karyawan perempuan dengan memakai baju toko tersebut, mendongakkan kepalanya. Ketika melihat tiga orang laki-laki yang memiliki wajah rupawan, membuatnya terpesona, hingga tanpa sadar mulutnya terbuka lebar. Rafi dan juga Aldo yang posisinya saling bersebelahan pada bertukar pandang sejenak, sembari menggidikan bahu sebentar. Lalu, Aldo pun menggeser badannya supaya lebih dekat dengan Rafi, kemudian ia mulai membisikkan sesuatu.

  "Kesambet tuh orang kayaknya." bisiknya teramat pelan. Rafi pun juga ikutan berbisik.

  "Kerasukan setan kali." Hampir saja tawa Aldo menyeruak, jarang-jarang Rafi bisa diajak bercanda, biasanya ia yang otaknya paling waras di antara teman segeng-nya.

  "Mbak?" Gino melambaikan tangan, persis di depan wajah perempuan dengan rambut di kuncir kuda tersebut. Kontan saja, perempuan itu sadar kembali, nampak kedua pipinya memerah karena malu. Ia pun lekas berdiri, sembari menundukkan kepala ke bawah, jantungnya entah kenapa jadi berdetak lebih cepat daripada biasanya. Baru pertama kali ini ia bertatapan langsung dengan tiga orang laki-laki yang bagaikan seorang pangeran, turun dari atas langit.

Not Dream [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang