🌷"Setiap tawa palsumu selalu mengingat pikiranku."🌷
"Anjing pintar menjaulah oke?"
Ketika sampai di sana, Yina di kagetkan dengan hewan berbulu lebat yang di lehernya melingkar sebuah kalung. Dapat di pastikan bahwa anjing tersebut merupakan peliharaan orang lain yang terlepas.
Gelang itu ternyata terletak di hadapan anjing tersebut yaang lagi duduk. Hewan tersebut menggonggong nyaring, mengakibatkan keberanian Yina menepis. Pasalnya ia sangat takut jikalau hewan itu hewan rabies. Yina menelan salivanya kasar. Bagaimanapun juga apapun yang terjadi ia akan menerimanya. Mana mungkin gelang berharga tersebut di biarkan saja di situ. Ah itu tidak akan pernah terjadi pikir Yina.
Dengan perasaan waspada, perlahan namun pasti Yina mengambil gelang itu ketika anjing tersebut lagi menjilati tubuhnya. Saat itu juga tangannya mulai meraih gelang itu. Rahang anjing menggertak dengan sangarnya secara mendadak, mengakibatkan kedua bola mata Yina melotot tak percaya. Sedikit demi sedikit ia berjalan mundur, lalu berlari sekencang mungkin. Dan anjing berbulu coklat itu mengejarnya sampai ke danau dekat taman.
Tap tap tap
'Siapapun tolong aku, ya Tuhan aku tidak mau mati sekarang,' batin Yina sambil berlari, sesekali dirinya menengok ke belakang. Akibatnya ia menjadi tidak fokus hingga mengakibatkan keseimbangan tubuhnya oleng tercebur ke danau.
'Byur!
Beruntung baginya, karena air sungai tidak dalam, sehingga kakinya dapat menginjak tanah. Terlihat kepala Yina menongol, sementara badannya masih berada di dalam danau tersebut. Anjing yang mengejarnya tadi juga sudah menghilang. Akhirnya Yina bisa bernafas lega, lalu ia muali berjalan menepi. Namun kakinya serasa perih setelah berada di dasar tanah yang kering.
Yina menyingsing roknya sedikit ke atas agar melihat apa yang terjadi dengan kakinya. Ternyata ada luka yang lumayan dalam di pergelangan kakinya. Cairan merah bercampur air kotor itu menjadi satu, rasa nyeri itu mengakibatkan dirinya susah berjalan.
"Sssttt ..." Dengan susah payah Yina berdiri. Ia berjalan tertatih-tatih ke bawah pohon yang daunnya sangat rindang.
Yina berniat akam duduk dulu sebentar di bawah pohon tersebut untuk beristirahat sebentar. Tiba-tiba saja kepalanya pusing, mungkin karena faktor kelelahan pikirnya.
Yina membuka kepalan tangannya di mana gelang pemberian Faiz itu sangat kotor. Akan tetapi nama inisial F masih bisa di lihat olehnya. Jari-jemari Yina mengelus satu huruf dari gelang itu, hingga tak sadar air matanya menetes begitu saja. Ia menangis dalam diam tanpa mengeluarkan suara isakan. Itu sudah cukup menandakan kalau hatinya saat ini benar-benar hancur dan retak.
Tak kuat lagi menahan beban kehidupannya, Yina menelungkupkan kepala dan terlihat jelas badannya pada bergemetaran. Hatinya saat ini betul-betul sesak campur perih, bagaikan diiris-iris pisau lalu diperas oleh air limau. Ia memeluk kedua lututnya erat, saat ini yang ia butuhkan cuma satu yaitu sandaran bahu seseorang untuk berkeluh kesah, upaya meringankan rasa sakit ini meski sedikit saja.
"Yina lo kenapa?!"
Bersamaan dengan itu Yina mendongakkan wajahnya lesu. Di depannya ada Desta yang kini tengah berjongkok, menatap dirinya penuh iba. Yina menggeleng cepat serta tersenyum paksa. Walau terlihat lagi senyum, tapi masih bisa dilihat kalau dibalik senyuman palsu itu ada kepedihan yang teramat dalam.
"Apa-apaan yang tidak kenapa-kenapa?! Lo itu kuyup begini dan kenapa juga ini kaki lo?" Desta menutup mulutnya tak percaya atas apa yang barusan ia lihat. Nampak jelas ada cairan darah segar terus keluar dari salah satu kakinya Yina.
Desta kembali menatap Yina yang masih mempertahankan senyum pahitnya. Lantas saja Desta menggoncangkan kedua bahu Yina dengan sedikit memberontak, meminta penjelasan.
"Yina katakan pada gue, apa yang terjadi?!" desaknya tak sabaran.
Lagi-lagi Yina menggeleng, masih tetap setia mempertahankan senyum palsunya itu. Bertepatan hal itu, tetesan demi tetesan air hujan kembali turun. Desta meratapi Yina yang tetap tersenyum ke arahnya dengan kedua mata sembab. Tanpa banyak bicara lagi, sesegera mungkin ia menarik Yina ke dalam pelukannya.
"Menangislah jika itu merasa tenang," ucapnya, seraya mengusap pelan punggung belakang Yina beberapa kali.
Yina balik membalas memeluk tubuh Desta yang hangat penuh haru. Ia tidak dapat lagi menahan kesedihan untuk hari ini, dirinya sudah sangat capek dan lelah untuk selalu berpura-pura tegar.
"Gino menamparku begitu saja, dia tidak mempercayai ucapanku kalau pacarnya itu selingkuh dengan cowok lain. Hatiku benar-benar sakit dan aku juga telah mengotori gelang pemberian Faiz. Aku benar-benar sangat ceroboh, aku capek jadi orang yang selalu terlihat kuat, padahal aku butuh seseorang untuk mendukungku untuk tetap terus bertahan hidup," ucapnya diselingi sesegukan.
Desta hanya diam tanpa berkomentar terlebih dulu, ia membiarakan Yina untuk mencurahkan semua isi hatinya.
"Ingin rasanya aku mati sekarang Des." Kali ini nada suaranya kian merendah, seperti tidak ada harapan hidup lagi.
Suara gemuruh semakin keras setelah Yina mengatakan kalimat barusan. Desta pun langsung melepas pelukannya dan menangkup kedua pipi Yina dengan beruraian air mata.
"APA YANG LO BICARAKAN YINA?! LO ITU KUAT JANGAN BICARA SEPERTI INI!" teriak Desta yang sangat tidak setuju dengan perkataan Yina beberapa detik lalu.
"TAPI AKU CAPEK!" balas Yina tak kalah nyaring, kali ini air matanya kian deras.
"GUE BILANG LO ITU KUAT, KENAPA JADI GINI BEGO?!" Kalimat-kalimat terlarang meluncur begitu saja di mulut Desta. Sedangkan Yina terisak-isak di bawah guyuran hujan yang amat deras ini. Desta pun makin memeluk Yina begitu erat, tak rela jika temannya itu berbuat hal yang tidak-tidak nantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Dream [End]✓
Teen FictionStory 6 Ingrid Syina Ellisia harus menanggung beban yang amat berat di dalam hidupnya. Ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan diri dan sang ayah yang ada di kampung. Terpaksa Yina setiap hari harus berjualan koran, demi sesuap nasi. Sedang...