🌷"Rasa sakit bukanlah sesuatu yang bisa dihindari. Tapi bagaimana kita menghadapinya, itulah yang membuat perbedaan dalam hidup kita."🌷
Keesokan paginya. Jarum jam di dinding sudah menujukkan pukul 05.12 WIB. Suara alarm berbunyi nyaring di pagi hari, mengakibatkan kedua pelupuk mata Gino perlahan terbuka. Untuk menyesuaikan pencahayaan, sengaja ia mengerjap-ngerjapkan kedua mata. Otaknya sedang memutar memori, mencoba mengingat sesuatu apa yang terjadi tadi malam.
"Malam tadi seperti asli." gumamnya, sembari memijat batang hidung, lalu mematikan alarm.
Gino merubah posisinya menjadi duduk, sambil menatap lurus ke arah jendela. Lagi, ia kembali teringat sesuatu, seperti ada hal yang mengganjal di pikirannya. sehingga mengakibatkan kedua alisnya saling bertaut.
"Tunggu, ini bukan kamar gue. Inikan kamarnya si cewek udik itu, kenapa gue jadi bisa ada di sini?" tanyanya kepada diri sendiri. Ia berdecak sekejap. Ketika ingin turun dari kasur, kontan saja ia menyingsingkan selimut, berniat ingin pergi. Namun, alangkah terkejutnya ia karena tak ada selembar kain pakaian pun yang menutupi badannya. Sprei putih pun terdapat bercak darah merah, seketika itu juga pupil matanya melebar sempurna.
"Jangan bilang ini ..."
Gino menelan saliva berat, ia menoleh ke samping, lantas saja dirinya makin terkejut. Pasalnya seorang gadis yang ia rebut mahkotanya itu terduduk gemetaran sembari memegang kedua lututnya. Nampak jelas rambut kehitamannya acak-acakan, kelopak matanya juga menghitam, persis seperti mata panda. Selain itu, bibirnya sangat pucat pasi dan hanya selimut lah yang kini menutupi tubuhnya. Tubuh mungil gadis itu gemetar hebat, cairan bening terus turun membasahi kedua pipi.
Gino menggelengkan kepala, tak percaya apa yang dilihatnya sekarang.
"Eh lo ngapain bego?!" Dengan intonasi tinggi, Gino melotot ke arah dimana seseorang yang berada satu kamar dengan dirinya.
Gadis itu menatap cowok yang sudah membuatnya mau gila. Ia balik melemparkan tatapan setajam silet, tentunya dengan berurai air mata.
"Kamu sudah merebut mahkotaku, kamu telah merebutnya. Aku kotor, karena kamu, AKU BENCI KAMU GINO! KETERLALUAN!" Yina berteriak histeris, tidak terima kenyataan pahit ini. Beberapa kali ia menjambak rambutnya, dengan suasana hati yang kacau. Bibirnya makin bergetar, sambil geleng-geleng kepala. Ingatan keruh itu lagi-lagi mengusik pikirannya. Ia berlari sambil terisak-isak ke arah Gino yang nafasnya tengah terengah-engah, menahan emosi.
Dada cowok tersebut di pukulnya beribu kali. Rasa sakit pukulan itu tidak sebanding dengan perbuatan Gino kepadanya. Yina sangat terpukul sekali, padahal ia akan menyerahkan keperawanannya kepada suami sahnya nanti. Tapi sekarang mimpinya telah pupus. Tidak terima diperlakukan seperti ini, Gino mencengkram tangan gadis tersebut.
"Ini juga lo yang salah, sudah tau gue itu mabuk pake nggak menjauh lagi!" bentaknya lantang. Tercetak jelas urat wajahnya pada timbul. Menandakan bahwa api emosi sudah menjalar menyelimutinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Dream [End]✓
Teen FictionStory 6 Ingrid Syina Ellisia harus menanggung beban yang amat berat di dalam hidupnya. Ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan diri dan sang ayah yang ada di kampung. Terpaksa Yina setiap hari harus berjualan koran, demi sesuap nasi. Sedang...