🌼Chapter 43🌼

501 19 0
                                    


🌷"Hidup ini bukanlah masalah yang harus diselesaikan, tetapi pengalaman yang harus dijalani."🌷

  Pada keesokan harinya, Yina sudah berada di ruangan guru wali kelasnya Victor, ia tengah menunggu seseorang untuk membahas perihal permasalahan yang menimpa pada anaknya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Pada keesokan harinya, Yina sudah berada di ruangan guru wali kelasnya Victor, ia tengah menunggu seseorang untuk membahas perihal permasalahan yang menimpa pada anaknya itu. Tak lama kemudian, yang ditunggu menampakkan batang hidungnya. Melihat wajah dari orang tua Davin itu membuat Yina langsung terdiri dengan ekspresi kaget, bahkan Debbi pun juga demikian, ia tak kalah kagetnya. Debbi menunjukkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Yina. 

  "Yina, kok bisa disini?" tanyanya heran. Sementara Davin yang lagi berpegangan tangan pada Debbi terlihat kebingungan, lantaran sang ibu kenal dengan ibunya Victor. 

  "Oh, kalian sudah saling mengenal? Baguslah kalau begitu, ayo silahkan duduk dulu." ucap guru bernama Melati itu mempersilahkan mereka untuk duduk di kursi yang sudah disediakan. Yina pun duduk kembali dengan terus menatap Debbi tajam. 

  "Sebelumnya terimakasih karena sudah datang ke sini, jadi tanpa basa-basi lagi ..." 

  "Oh, ternyata anak kamu ya yang sudah membuat anak saya menangis." Sebelum guru Melati  menyelesaikan ucapannya, Debbi terlebih dulu memotongnya. Wanita itu memasang wajah angkuh, sembari menyilangkan kedua tangan ke atas bidang dada, dimana salah satu kakinya diletakkan diatas kakinya yang satu lagi. Sedangkan Yina tersenyum sungging, pasalnya wanita yang duduk dihadapannya itu sama sekali tidak berubah. 

  "Seharusnya aku disini yang marah, bukan kamu Debbi. Asal kamu tahu, anak kamu menangis itu tidak sebanding dengan keadaan anakku. Dia hampir kehilangan nyawanya karena dia." ucapnya, sembari melihat ke arah Davin yang lagi menundukkan kepalanya ke bawah. 

  Tak terima anaknya disalahkan, Debbi langsung angkat suara untuk membelanya. "Hei, jangan menuduh sembarangan! Davin tidak mungkin melakukan hal seperti itu, kalau pun memang iya Davin yang ngelakuinnya, pasti anakmu itu duluan yang memulainya." ketusnya. 

  Yina geleng-geleng kepala kecil sambil tersenyum meremehkan. "Davin, ayo katakan dengan jujur, apa kamu sengaja melempar tasmu ke arah Victor?" Tanpa menghiraukan perkataan Debbi, Yina lebih memilih mempertanyakannya langsung ke Davin yang nampak gugup. 

  Debbi melirik ke arah putranya yang terlihat gemetar takut, hal itu membuat Debbi jadi geram. "Kau ini menakutinya!" bentaknya. Yina balik menatap Debbi dengan ekspresi dingin, ia bersedikap dada sambil melayangkan sorotan mata sinis. 

  "Aku hanya bertanya biasa, tidak membentak ataupun memarahinya. Sudah jelas dari gerak-gerik tubuhnya itu kalau dia memang salah." ujarnya datar. 

  Debbi makin kesal dibuatnya, sehingga ia segera merubah posisi jadi berdiri, lalu menunjuk ke arah Yina. "Jangan menyalahkan Davin, itu salah anakmu sendiri yang penyakitan, lemah!" Apa yang barusan dikatakan Debbi berhasil memancing emosi Yina, ia juga turut berdiri. 

Not Dream [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang