🌷"Air mata adalah bahasa yang dapat dimengerti oleh semua orang, ketika hati tidak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata."🌷
"Apa? Berani-beraninya cowok bajingan itu malah menyalahkan lo, dia itu harus mendapatkan pelajaran. Kenapa lo nggak laporin aja sih ke polisi? Biar tuh cowok tahu rasa, kesel banget gue sama orang yang tidak bisa bercermin diri sendiri, apa perlu gue kasih kaca gede?" Desta nampak murka karena perilaku Gino yang tak sadar diri itu. Sementara Yina cuma diam setelah menceritakannya ke Desta habis mereka pulang dari klinik, saat ini mereka berdua berada di kost-kostan Desta. Gadis itu meminta agar Yina berdiam di kost-annya saja, ketimbang tinggal di tempat perkumpulan iblis itu. Yina yang tak punya pilihan lagi lantas mengiyakan tawaran Desta untuk ikut tinggal dengannya.
"Tidak perlu, aku tidak mau terlibat dengan polisi." Yina mengeluarkan pendapatnya setelah hanya mendengarkan omelan Desta teruntuk Gino seorang. Perkataan Yina itu menjadikan Desta melongo, ia tidak habis pikir apakah kiranya hati Yina itu terbuat dari apa. Desta yang mendengar ceritanya saja teramat kesal dan merasa sakit hati, tapi kenapa Yina begitu tabah? Desta tak bisa berkata-kata lagi.
"Tapi Yina ...anak lo itu perlu seorang ayah. Dia pasti akan mencari keberadaan ayahnya dimana, dan lo juga membutuhkan tulang punggung keluarga untuk membiayai kehidupan kalian berdua nantinya, apa lo nggak kasian sama anak lo nanti? Dengerin gue Yina, bagaimanapun juga Gino itu harus bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan ke lo, enak banget dia hidup dengan tenang, sedangkan lo menanggung bebannya. Tolonglah Yina, jangan terlalu baik jadi orang, lo harus mempertahankan harga diri lo." Secara sabar Desta mengeluarkan keunekan yang ada dalam hatinya, sembari memegang kedua tangan Yina yang lagi duduk di sofa bersama dengan dirinya.
"Aku bisa menghidupi anakku kelak, aku tidak membutuhkan Gino. Aku tidak akan memberitahu ke dia nanti kalau ayahnya masih hidup, aku tidak sudi melihat wajah laki-laki itu lagi." ucap Yina tegas.
"Berarti lo akan bilang kalau ayahnya sudah meninggal sebelum dia lahir begitu?"
"Ya, hanya itu satu-satunya cara agar anakku tidak mencari-cari keberadaan ayahnya dimana."
Desta mangut-mangut paham, ia pun membuang nafas beratnya. "Ya sudah kalau itu kemauan lo, gue juga nggak bisa maksa terus. Jika ini pilihan yang terbaik buat lo, oke, gue akan menemani lo sampai lahiran. Nggak papa lo tinggal disini selamanya, nanti juga gue mau beli kost-kostan ini untuk anak dan lo nanti. Tenang saja, gue memberikan kostan ini secara gratis. Dan juga gue akan bantu mengurus anak lo nanti, gue bakalan sering-sering kok kemari." perkataan Desta membuat Yina meneteskan air mata penuh haru. Baginya Desta itu seperti malaikat tak bersayap yang datang ke dalam hidupnya atas kemauan Tuhan. Yina pun menganggukkan kepalanya, lalu memeluk Desta erat. Kedua gadis itu sama-sama menitihkan air mata, beberapa kali Desta mengusap-usap punggung belakang Yina upaya mengingatkan bahwa dirinya akan selalu ada untuknya.
"Baru kali ini gue ketemu orang yang hatinya terbuat dari berlian, lo orang yang sangat sabar dan tabah Yina, gue salut sama lo bisa bertahan sampai sekarang setelah ujian berat menghadang kehidupan lo, gue janji akan menemani lo terus, dan lihat saja nanti jika Gino datang memunculkan batang hidungnya ke lo sambil meminta maaf karena menyesal gue yang akan menghadapinya lebih dulu. Cowok bajingan itu akan tau akibatnya nanti, dia tidak akan gue biarkan menyentuh anak lo." Desta membatin penuh kekesalan, dimana kedua matanya melotot tajam tanpa sepengetahuan Yina.
***
"Argh bangsat, siapa sih yang berani banget ngelemparin batu ke arah gue? Kayaknya pengen banget dikasih pelajaran." gumam Gino mendumel, lalu segera membuka kran air depan rumah, dan mencuci mukanya yang terkena darah. Rasa perih karena luka didahinya membuatnya meringis, tapi bagaimanapun juga ia harus menghilangkan darah itu.
Bi Lusi yang baru saja kelar berbelanja lantas kaget ketika melihat wajah anak tuannya itu masih ada darahnya, sontak saja ia meletakkan kantong belanjaan dan menghampiri Gino. "Den Gino kenapa? Kok dahinya berdarah gini?" tanyanya cemas. Gino pun memalingkan muka ke arah Bi Lusi.
"Tolong ambilkan kotak P3K, letakkan ke atas meja ruang tamu." pintanya tanpa menjawab penyebab dahinya terluka.
"Baik Den." Bi Lusi langsung beranjak pergi setelah membawa masuk barang belanjanya.
Gino pun menyusulnya, ia lantas mendudukan diri ke sofa ruang tamu, sembari menahan darah di area lukanya yang masih keluar. Tak lama kemudian Bi Lusi datang beserta dengan kotak P3K yang ia suruh.
"Sini Den biar dibantu." ucap Bi Lusi menawarkan bantuan.
Gino melambaikan tangan sebentar tanda menolak. "Tidak perlu, bisa sendiri ngobatinnya. Mending masak aja dulu, sebentar lagi mama sama Debbi akan pulang." jelasnya, sembari membuka kotak obat itu.
Bi Lusi menganggukkan kepalanya pelan. "Baik Den, tapi kalau ada butuh sesuatu panggil aja ya?" Gino tersenyum ke arah Bi Lusi, kemudian turut menganggukan kepala sebentar. Atas perintah, Bi Lusi meninggalkan Gino sendiri sambil mengobati lukanya yang sesekali mendesis perih akibat cairan merah yang mengenai lukanya.
Gimana udah seru nggak ceritanya? Atau biasa-biasa aja nih?😁 Siapa disini yang kesal sama Gino? Kalau ada angkat kakinya ke atas ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Dream [End]✓
Novela JuvenilStory 6 Ingrid Syina Ellisia harus menanggung beban yang amat berat di dalam hidupnya. Ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan diri dan sang ayah yang ada di kampung. Terpaksa Yina setiap hari harus berjualan koran, demi sesuap nasi. Sedang...