🌷"Apapun itu, akan aku berusaha untuk menerimanya dengan lapang dada."🌷
Hari itu juga Yina bersama Desta pergi ke kampung halaman Yina, tak butuh waktu lama sekali akhirnya mereka telah sampai di kediaman Yina. Pertama kali dilihatnya di depan rumah ialah terpasangnya bendera hijau tanda kematian, serta ada beberapa para laki-laki sedang membuatkan liang lahat. Dari dalam rumah dapat terdengar alunan merdu orang-orang yang melayat sedang membacakan surat yasin. Keadaan itu mampu mengiris hati Yina, hatinya seakan pecah berkeping-keping seperti kaca.
Air mata kian menderas membasahi kedua pipi. Warga yang melihatnya saling bertukar pandang sebentar, lalu menatap Yina bersamaan dengan tatapan iba. Desta melirik Yina yang berdiri di sebelahnya. Ia tau perasaan temannya itu sekarang, pasti sangat rapuh, sebab Desta sendiri pernah juga kehilangan sesosok yang paling ia sayang. Akan tetapi bagaimanapun juga ia akan berusaha menghibur Yina supaya tidak terlalu bersedih hati, jika dibiarkan saja maka itu akan makin membuatnya merasa terpuruk.
"Kita masuk dulu yuk." Desta mengajak sembari merangkul Yina, pasalnya Yina kini seakan tidak mampu lagi untuk berdiri. Yina cuma bisa menganggukan kepala lesu tanpa mengeluarkan kata sepatah pun.
Ketika berada di dalam rumah ternyata banyak para ibu-ibu yang ikut mendoakan almarhum. Yina langsung terduduk di samping almarhum bapaknya yang wajahnya tertutupi oleh kain putih dan badan yang di tutupi kain batik panjang. Dengan tangan gemetiran, perlahan ia menarik kain putih itu agar melihat wajah sang bapak untuk terakhir kalinya, sebentar ia menatap Desta yang teramat pilu, Desta pun menyakinkannya dengan menganggukan kepala kecil.
Sekuat mungkin Yina tidak menangis dihadapan mayat bapaknya, saat dibuka kain putih itu nampaklah wajah yang pucat, bibir membiru dan terlihat senyuman kecil di bibir Alm. Pak Benny. Senyuman itu tidak akan bisa dilihat Yina lagi secara langsung, Yina tak bisa menahannya lagi. Air matanya tumpah begitu saja, ia langsung memeluk tubuh yang terbujur kaku itu.
"Kenapa bapak ninggalin aku?" tangisnya dengan dada yang terasa sesak. Orang-orang yang ada di dalam situ juga ikut merasakan sedih, nampak jelas di mata mereka pada memerah menahan tangis. Pasalnya Pak Benny adalah seorang yang ramah dan suka menolong.
Yina mengangkat wajahnya sedikit, tangannya mulai mengusap wajah sang bapak yang selama ini menjaga dirinya. Tidak ada lagi canda tawanya dengan bapaknya, tidak ada lagi yang memeriksanya untuk tidur apa belum, tak ada lagi belaian kasih sayang, tak ada lagi tempat curhat dan mencabut singkong di sawah. Dan banyak hal lainnya yang tidak pernah Yina lupakan bersama dengan kenangan sang bapak.
Orang-orang yang ada di dalam ruangan itu pada menundukkan kepala, dimana mulutnya masing-masing masih membaca ayat. Mereka juga turut menangis dalam diam, terlihat bahwa tidak bisa menahan air mata supaya tidak keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Dream [End]✓
Teen FictionStory 6 Ingrid Syina Ellisia harus menanggung beban yang amat berat di dalam hidupnya. Ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan diri dan sang ayah yang ada di kampung. Terpaksa Yina setiap hari harus berjualan koran, demi sesuap nasi. Sedang...