🌷"Kebahagiaan hidup terletak dalam kesadaran kita akan keberadaan kita di dunia ini dan bagaimana kita berkontribusi untuk membuatnya menjadi tempat yang lebih baik."🌷
"Kamu mau yang ada udangnya?"
Saat ini Gino bersama Victor lagi berada di restaurant, mereka dapat pergi setelah montir mobil datang untuk memperbaiki ban mobil Gino, selama menunggu sengaja ia mengajak Victor akan makan siang bersama. Lagipula Gino juga sudah selesai meeting tadi, jadi ia bisa meluangkan waktunya. Victor membuka menu makanan, saat melihatnya matanya terbelalak karena harga makanan yang tertera di buku menu itu sangatlah mahal. Meskipun Victor masih kecil, tapi ia tahu mana yang murah dan mana yang mahal. Untuk porsi makanan yang terbilang dikit dengan harga yang mahal itu membuatnya melongo, padahal kalau makan di warung cuma sepuluh ribu sama air putih, dan dapat mengenyangkan perut.
Victor hanya menggelengkan kepalanya tanda tidak akan pertanyaan Gino barusan, dimana matanya masih terus terpaku akan harga yang tertera di bawah foto makanan itu. "Apa kamu tidak suka sama udang?" Gino melontarkan sebuah pertanyaan lagi, tatkala Victor tak memperhatikan dirinya.
"Victor alergi udang." jawabnya, tanpa menoleh sedikitpun ke arah laki-laki itu.
Yang dikatakan Victor beberapa detik lalu membuat dahi Gino mengernyit, pasalnya ia juga sama alergi udang. Gino semakin penasaran dengan anak laki-laki itu, sebab bukan hanya wajah yang mirip tapi juga memiliki alergi yang sama. "Om juga alergi udang, lucu juga ya bisa sama begitu." Gino terkekeh pelan, sedangkan Victor sama sekali tidak tertawa ataupun sekedar tersenyum.
"Kamu mau makan apa?" Melihat Victor yang terus melihat isi menu makanan dengan ekspresi bingung itu membuat Gino menanyakan apa yang ia inginkan.
Akhirnya Victor memandang Gino, dan lelaki itu mengembangkan senyumnya. "Sepertinya kamu bingung mau milih yang mana, terserah saja kamu mau makanan apa, om yang akan membayarnya." ucapnya ramah.
Victor meletakkan kembali buku menu itu ke atas meja. "Victor nggak mau makan disini, Victor mau pulang." jawabnya, lalu segera turun dari atas kursi, berniat ingin pergi. Namun buru-buru Gino menahan tangannya, membuat Victor jadi menggertak.
"Lepasin, Victor mau pulang!" ketusnya seraya terus berusaha minta lepaskan tangannya dari pegangan Gino.
"Oke-oke, om antar pulang ya?" ucap Gino menawarkan diri, tapi langsung dibalas Victor berupa gelengan kepala.
"Nggak mau, Victor bisa pulang sendiri." tolaknya mentah-mentahan. Entah kenapa juga sekarang anak itu jadi ketakutan tatkala Gino seperti memaksa dirinya agar ikut dengannya. Victor sangat takut jika dirinya mau diculik, dengan iming-iming mau diantarkan pulang dan diberi makanan.
"Om tidak akan ngapain kamu, om khawatir jika terjadi sesuatu denganmu di jalan. Om janji akan mengantar Victor pulang ke rumah." Seakan ada tekanan batin yang tidak mengharuskan Victor menjauh darinya, membuat Gino seperti tak rela melepaskan kepergian anak laki-laki itu. Tetapi terbanding terbalik dengan Victor, ia menjadi makin ketakutan, sampai kedua matanya jadi berkaca-kaca ingin menangis.
"Kalau om masih maksa, Victor akan teriak!" Walaupun dirinya jauh lebih kecil, akan tetapi Victor berani megancam Gino yang umurnya sangat jauh dibandingka ia sendiri. Bagaimanapun juga ia akan melindungi dirinya dari orang asing yang baru pertama kali ia temui.
Gino pun melepaskan pegangannya dari lengan Victor, secepat mungkin anak itu melarikan diri. Gino menatap punggung belakang Victor yang sudah keluar dari restaurant, ia lalu kembali mendirikan tubuhnya dan membuang nafas panjangnya. "Aku jadi penasaran sama dia, aku akan mencari tahu dimana rumahnya dan siapa orang tuanya, karena Victor itu sangat mirip denganku dan bahkan memiliki alergi yang sama. Ini seperti bukan sebuah kebetulan, entah kenapa aku saat berada di dekatnya seperti ada keterkaitan batin, padahal baru pertama kali ini bertemu." batinnya. Kemudian ponselnya berdering, segera ia mengangkatnya. Ternyata seseorang yang menghubunginya itu ialah montir yang ia panggil tadi, dan mengatakan bahwa ban mobilnya sudah dipasang serta mesinnya juga sudah dicek. Gino pun memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana setelah panggilan itu putus. Gino membuang nafas kasar, terus beranjak keluar tanpa jadi untuk makan disitu.
***
"BUNDA!" Victor berteriak memanggil sang bunda sambil berlari ketika tak sengaja melihat bundanya itu sedang mencari-cari keberadaan seseorang yang tak lain ialah mencari Victor seorang. Yina nampak gelisah karena tak menemukan keberadaan anaknya, tapi setelah mendengar suara yang tak asing ditelinga membuat Yina menoleh ke belakang dan menemui anak yang ia cari sejak tadi.
Yina jadi ikutan berlari kecil, lalu menjongkokkan dirinya dengan merentangkan kedua tangan. Victor langsung memeluk bundanya dengan nafas yang tak beraturan. Yina menatap Victor dari bawah sampai atas, guna memastikan bahwa semuanya baik-baik saja, ia dapat bernafas lega karena tidak ditemukan luka di tubuh putranya itu.
"Kamu ini darimana sih? Bunda nyariin kamu dari tadi, sudah bunda bilang 'kan jangan terlalu jauh mainnya. Bunda jadi khawatir sama kamu, takut terjadi sesuatu." ucapnya cemas.
"Maafin Victor bunda, karena sudah terlalu jauh mainnya." Victor memasang raut wajah bersalah, sembari menundukkan kepalanya ke bawah, tanpa berani balik menatap sang bunda.
"Coba liat bunda, kemana kamu tadi?" Yina mengangkat dagu Victor agar bisa melihat wajahnya.
Victor tak menjawabnya, ia tidak mau memberitahu hal yang sebenarnya terjadi tadi, sebab kalau ia berterus terang pasti bundanya akan kecewa padanya karena tak mengidahkan pesannya agar jangan ikut dengan orang asing, tapi tadi ia melanggar pesan itu. Mau tidak mau berbohong adalah jalan satu-satunya agar bundanya itu tidak kecewa atau marah padanya.
" Tadi Victor liat kelinci imut banget, terus Victor ikutin."
Yina geleng-geleng kepala kecil mendengarnya. "Lain kali jangan lakukan lagi, sekarang dimana bola kamu?" Bocah itu langsung melihat ke sekitar, mencari keberadaan bolanya, tapi tak kunjung ia temukan. Victor jadi sadar bahwa bolanya itu masih berada di dalam mobil Gino, pasalnya tadi sebelum pergi ke restaurant, Gino meletakkan bolanya ke dalam mobil untuk sementara, tapi Victor lupa untuk mengambilnya lagi.
Sedangkan di sisi lain, Gino baru saja ingin masuk ke dalam mobilnya. Saat pintu mobil dibuka, matanya tertuju ke arah bola milik Victor yang masih ada disitu, Gino pun mengambil benda bulat itu. "Pasti dia lagi nyari dimana bolanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Dream [End]✓
Fiksi RemajaStory 6 Ingrid Syina Ellisia harus menanggung beban yang amat berat di dalam hidupnya. Ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan diri dan sang ayah yang ada di kampung. Terpaksa Yina setiap hari harus berjualan koran, demi sesuap nasi. Sedang...