🌷"Setiap manusia memang tidak pernah terlepas dari apa yang namanya rasa lelah."🌷
Sekarang adalah hari Minggu, pada pukul dua dini hari geng GATOT lagi berada di markas mereka. "Jadi cewek itu tinggal di rumah lo dan bokap lo mau biayain dia kuliah terus perginya bareng sama lo gitu?" Rafi lekas bertanya setelah terjadi keheningan di antara mereka sesaat sehabis Gino menceritakan semua kejadian yang terjadi di rumahnya pagi tadi.
Tanpa menjawab, Gino cuma menganggukan kepala seraya membuang putung rokok ke dalam asbak yang memang ada di situ. Aldo sedari tadi hanya menyimak pun jadi tertarik untuk mulai ikut bergabung. "Gue bingung sama lo Gin. Gini ya, ini menurut gue dari pandangan gue yang sekarang, lo itu beda banget sama Gino yang gue kenal dulu. Entah kenapa, akhir-akhir ini lo suka emosian, nggak kayak dulu," terangnya tanpa ragu, yang di balas ancungan jempol oleh Rafi.
"Gue gini gara-gara itu cewek udik. Gue itu kesal liat mukanya, bawaannya pengen emosi terus," dengusnya meradang.
Aldo bertukar pandang dengan Rafi. Kemudian ia kembali menatap Gino. "Apa hanya karena perihal tentang Debbi itu? Aishh, lo ini ya Gin, cuma itu doang sampai segitunya lo benci sama tu cewek." Aldo menggeleng-gelengkan kepala. Tak habis fikir, kenapa sahabatnya begitu baperan.
"Terserah kalian mau nilai gue apa! Tapi yang jelas, gue benci sama dia!" Kini kedua tangannya mengepal kuat, sudah jelas bahwa dirinya benar-benar merasa kesal luar biasa. Ia sudah dibutakan oleh cinta, sampai marah kepada orang yang menjelek-jelekkan orang yang disukainya.
Rafi menghela nafas pasrah, menurutnya ini semua tidak seseru dulu. Dulu, setiap ketemu mereka bertiga selalu saja bersifat seperti kekanak-kanakan, saling bercanda, ya semacam itulah yang dirindukan Rafi. Kemana sifat sahabat-sahabatnya dulu? Sungguh, mereka bertiga seperti orang yang sudah lama tidak saling bertemu.
"Tau ah gue pusing. Bagaimana kalau malam ini kita hiburan dugem-dugem. Lumayan bukan, buat ngilangin stres," usul Aldo yang langsung di balas gelengan kecil dari Rafi.
"Nggak ah, mending gue di rumah aja sambil nuntasin bacaan novel gue," tolak Rafi cepat, dirinya saat ini terlihat sangat bete, seakan tidak punya gairah untuk hidup. Tanpa memandang kedua sahabatnya, ia membuka segel botol minum berisi kopi lalu diteguknya sampai setengah.
"Lo itu jangan sok-sok an mau nolak. Gue yakin, hati lo juga ngebet banget mau ke situ," celoteh Gino, menyeringai puas sambil menunjuk ke arah Rafi. Tetapi yang ditunjuk hanya menggidikan kedua bahunya sebentar.
"Ah nggak seru lo Raf, kecewa gue sama lo. Udahlah gue nggak mau temenan sama lo." Aldo berpura-pura merajuk layaknya seorang kekasih yang kurang belaian kasih sayang. Hal itu membuat raut wajah Rafi berubah jadi ekspresi jijik.
"Iya, gue ikut puas lo?!" ketusnya pada akhirnya. Jawabannya barusan berhasil mendapat gelakan tawa dari kedua sahabatnya.
***
Layaknya roda sepeda yang berputar, sekarang bulan menggantikan tugas matahari. Cahaya kerlap-kerlip bintang yang bertebaran di langit membuat langit malam nampak lebih sempurna, terlebih lagi bulan purtama yang teramat terang menghiasi angkasa. Angin malam berhembus lumayan kencang sampai membuat ranting-ranting pohon pada bergoyangan, suara binatang malam terdengar saling bersahut-sahutan. Orang-orang kebanyakannya lebih memilih berdiam di kamar sambil berbaring dan melakukan apa yang mereka suka.
Saat ini Yina lagi mengemas sampah untuk dibuang ke tempat sampah yang berada di halaman belakang, namun suara bel depan yang ditekan secara terus-menerus membuat langkahnya terhenti, lalu segera ia berbalik badan dan meninggalkan kantong sampah tersebut. Ia pikir ada tamu yang datang.
"Iya tunggu," sahutnya sambil berlarian kecil, sebelum membukakan pintu. Sesampainya di ambang pintu, ia langsung membukanya.
'Ceklek!
Ketika pintu terbuka lebar, didapatinya seorang perempuan yang lagi memakai pakaian ketat, plus memakai high heels dan rambutnya dibiarkan tergerai panjang, serta memakai make up tebal yang bisa dikatakan seperti ibu-ibu yang mau pergi ke kondangan.
"Sayang," panggil Gino ke perempuan itu yang tau-taunya sudah ada di samping Yina berdiri. Ya, tamu itu ialah Debbi seorang. Debbi pun berjalan gemulai ke arah Gino, lalu mengalungkan pergelangan tangannya ke lengan cowok itu manja. Gino sama sekali tidak merasa risih, melainkan ia teramat terpesona dengan kecantikan dan keseksian tubuh Debbi yang elok buat dilihat.
"Lo cantik amat sih," godanya takjub, seraya menoel dagu Debbi pelan.
Debbi menyunggingkan senyum buat Yina, ia pun makin bergelayut manja di pergelangan Gino. Sementara Yina membuang pandangannya ke sembarang tempat. "Lo juga ganteng banget. Beruntung gue punya pacar kek lo, udah baik, ganteng, romantis, pokoknya lo itu pacar yang sangat-sangat terbaik," pujinya, namun tatapannya tetap tak beralih ke arah Yina. Debbi sangat puas melihat ekspresi tak mengenakkan dari Yina. Ia memang sengaja menunjukkan kemesraannya dengan sang pacar. Entah kenapa juga kaki Yina seakan tak mau beranjak pergi. Padahal hatinya sudah tergores dibuatnya.
"Gue juga beruntung punya pacar yang cantik, gemesin, baik lagi. Nggak kayak itu tuh," sindirnya, serta melirikkan mata ke Yina.
Kedua mata Yina tampak berkaca-kaca menahan kepedihan. Dadanya terasa sangat sesak jadinya, ia merasa sakit. Melihat itu, Debbi makin gencar untuk melukai hati Yina. Baginya membuat Yina terluka adalah kesenangan nomor satu. Benar saja, Debbi langsung memeluk tubuh Gino. Dan meletakkan kepalanya di bahu kanan kekasihnya, tanpa sepengetahuan Gino, ia menjulurkan lidah ke arah Yina, bersifat mengejek.
Cowok tersebut membelai, lalu mencium puncak rambut gadis yang ada di pelukannya. Cukup sudah, Yina sudah tidak kuat melihat pemandangan ini. Ia membalikkan badan agar menghindar dari mereka. Air matanya turun begitu saja hingga membasahi kedua pipinya, namun langkahnya terhenti, sebab Debbi memanggil namanya.
"Yina berhenti!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Dream [End]✓
Teen FictionStory 6 Ingrid Syina Ellisia harus menanggung beban yang amat berat di dalam hidupnya. Ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan diri dan sang ayah yang ada di kampung. Terpaksa Yina setiap hari harus berjualan koran, demi sesuap nasi. Sedang...