🌼Chapter 18🌼

428 14 0
                                    

🌷"Kesedihan ini apakah terus bertahan selamanya? Sampai kapan kebahagiaan itu tiba?"🌷

  Saat ini Yina bersama Desta berada di kost, dengan hati-hati tentunya Desta mengobati luka di kaki Yina yang lumayan dalam itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Saat ini Yina bersama Desta berada di kost, dengan hati-hati tentunya Desta mengobati luka di kaki Yina yang lumayan dalam itu.

  "Yina, apa kita perlu ke rumah sakit takutnya ntar infeksi," saran Desta khawatir, sambil mengolesi salep merah di area luka itu, hingga membuat Yina sesekali meringis pedih.

  "Nggak usah, ini sudah lumayan membaik." Senyum Yina merekah. Ia merasa beruntung mempunyai teman seperti Desta yang betul-betul peduli padanya.

  Setelah memasangkan perban, Desta meletakkan kembali obat merah tersebut ke dalam kotak P3K. Kemudian ia duduk di samping Yina. Dimana posisi mereka kini berada di atas kursi plastik.

  Desta memegang kedua tangan Yina erat, sambil menatapnya begitu lekat. Diliputi akan tanda penuh tanya, Yina cuma bisa mengangkat salah satu alisnya.

  "Kalau ada apa-apa gue mohon berceritalah ke gue ya?" pinta Desta penuh harap. Tercetak jelas dari raut wajahnya ia sangat merasa kasian dengan kondisi temannya itu.

  Yina melepas pegangan tersebut, mengakibatkan wajah Desta menunduk karena kecewa. Perlahan Yina bangkit dari kursi untuk mengambil sesuatu dari laci. Ada dua kertas yang terlipat dua ia masukkan ke dalam amplop. Seperdetik Yina tersenyum ke surat yang ia pegang, lalu menarik nafasnya dalam-dalam dan dikeluarkan secara perlahan. Yina pun berbalik badan dan duduk kembali di samping Desta yang menatap lekat ke arah amplop berisikan kertas tersebut.

  Yina menyodorkan dua buah surat tersebut yang keduanya ada nama masing-masing orang. Tangan Desta mengambil kedua surat tersebut, di depannya tertulis nama Gino sedangkan surat satunya lagi tertulis nama Faiz. Alis Desta terangkat sebelah, lantaran tak mengerti apa maksud Yina yang sebenarnya.

  "Yina, ini maksudnya apa?" Spontan saja Desta melontarkan pertanyaan, seraya memegang kedua buah surat tersebut.

  Sebelum menjawab, Yina mengulum senyum. "Berikan itu nanti di waktu yang tepat, aku malu memberikan surat itu, jadi aku minta bantuanmu. Tapi diberikannya jangan sekarang, kapan-kapan saja, lagian aku ada masalah dengan salah satu dari mereka berdua," pintanya yang membuat Desta tak enak hati bila menolaknya.

  "Tapi kenapa harus gue?"

  "Itu karena kamu satu-satunya orang yang kupercaya." Mendengar kalimat barusan mengolah Desta merasa terharu.

Drrrttt ...!

  Belum sempat Desta buka suara. Bunyi telpon berdering, mengharuskan Yina untuk mengangkatnya. Dilihatnya nama di layar hp-nya tertera nama Mbak Sumi. Sebentar Yina menghela nafas kecil lalu mengangkat telpon tersebut. Entah kenapa juga tiba-tiba perasaannya jadi was-was.

Not Dream [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang