🌼Chapter 21🌼

525 12 0
                                    

🌷"Kepedihan yang tersembunyi di balik tawa palsu."🌷

  Dua bulan kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Dua bulan kemudian ...

  "KELUAR KAMU SEKARANG JUGA!"

  "Tolong Bu kasih saya waktu sekali saja, saya masih belum punya uang Bu. Tolong kasihani saya, dimana lagi saya tinggal?" Yina berjongkok, sambil memeluk kedua kaki ibu kost yang berniat mau mengusirnya. Dikarenakan dirinya sudah lama menunggak bayar biaya sewa, pemilik kost tersebut sudah tidak bisa lagi memberikan kesempatan kedua, ia tetap kekeuh pada pendiriannya.

  "Di mana kamu tinggal itu bukan urusan saya, pokoknya kamu harus pergi sekarang juga titik!" Wanita berumur empat puluhan itu menendang tubuh Yina kasar. Terlihat jelas amarahnya kini sudah mendekati ubun-ubun. 

  Bersusah payah Yina bangkit kembali, lalu memegang tangan ibu kost itu dengan beruraian air mata. "Bu maafin saya kalau nggak bayar tepat waktu. Tapi jujur saja, saya belum punya uang," ucap Yina terus memohon.

  Namun  ibu kost tersebut menepis kasar genggaman Yina agar tidak menyentuhnya lagi. "Makanya kalau nggak bisa bayar jangan sok-sokan mau ngekost segala," sentaknya, lebih tepatnya lagi seperti menyindir keras.

'Bruk!

  "Tuh cepat pergi" Sebuah tas besar di lempar begitu saja sampai mengenai wajah Yina. Yang mana tas tersebut sudah berisikan semua pakaian Yina. 

  'Yina jangan menangis oke? Semuanya akan baik-baik saja,' batinnya mencoba tenang, sesekali  menarik nafas panjang lalu dikeluarkan perlahan.

  Tak mau berdebat lagi, ia mengambil tas tersebut yang ada di atas tanah. Sedikit ia menatap ibu kost yang lagi memandangnya sinis itu, kemudian ia menundukkan wajahnya ke bawah, sehingga cuma bisa melihat kedua kaki pemilik kost saja.

  Mau bayar sekarang juga tidak bisa, uang tabungan miliknya pun sudah di kasih ke Pak Ustad yang ada di kampungnya kemarin, upaya membayar utang bekas biaya obat bapaknya.

  "Terima kasih Bu, kalau begitu saya pergi dulu."

  "Ya ya ya ...," balas ibu kost rada-rada malas dan kesal.

  Ketika Yina berbalik badan, tak sengaja Desta melihatnya dan langsung memanggilnya. Spontan saja Yina menoleh ke sumber suara. Sementara ibu kost itu memutar kedua bola matanya kesal, lalu pergi begitu saja.

  "Lo mau kemana? Mending lo tinggal bareng aja di kost-an gue," tawar Desta tulus. Bagaimanapun juga ia masih mempunyai hati nurani. Akan tetapi tawarannya barusan mendapatkan celengan kecil dari Yina.

  "Nggak usah, makasih tawarannya tapi aku mau berusaha sendiri," tolak Yina halus sambil mengembangkan senyum simpul. Sebetulnya ia bisa saja tinggal di kampung, namun mengingat rumah tersebut bukanlah miliknya, melainkan milik mbak Sumi. Rasanya ia tidak enak hati jika meminta tinggal di rumah itu lagi.

  Yina dulu memang mempunyai rumah sendiri, tapi setelah bapaknya sakit, terpaksa rumah itu harus dijual. Dikarenakan biaya pengobatannya tidaklah murah, bahkan uang hasil jual tanah saja belum cukup untuk biaya perawatan. Berkat tetangganya yang baik itu, ia dan bapaknya bisa tinggal disitu tanpa harus pontang-panting kesana-kemari.

  "Tapi lo mau kemana Yin?"

  Yina menepuk bahu Desta pelan. "Aku tau kamu khawatir denganku. Tapi percayalah, aku akan baik-baik saja," balasnya yang terdengar lirih.

  Desta segera memeluk tubuh Yina. Ia sangat merasakan keadaan Yina sekarang yang berpura-pura tegar di hadapannya. Sejujurnya, ia iri dengan Yina karena gadis yang di peluknya sekarang tidak mudah menyerah walaupun masalah selalu menghantui pikirannya.

  Selang beberapa detik, Desta melepaskan pelukannya. "Ya sudah kalau itu mau lo. Tapi jika ada keperluan sesuatu, lo jangan sungkan minta bantuan dari gue."

  Yina mengangguk mengiyakan, sebentar ia tersenyum manis ke arah Desta, lalu beranjak pergi dengan suasana hati yang rapuh.

  Sudah cukup jauh ia berjalan tak tentu arah. Rasa lelah mendatanginya kala ini, kemudian ia pun memilih beristirahat duduk dulu sebentar di bangku jalanan.

  Yina menatap gusar ke arah semak-semak yang ada di hadapannya. Air matanya jatuh begitu saja. Entah kenapa akhir-akhir ini ia sangat merindukan Faiz, bahkan perasaannya pun masih berharap dengan Gino.

  Sebuah ranting pohon yang ada di hadapannya duduk Yina ambil,  lalu ia merubah posisi jadi jongkok dan mulai menggambar di atas tanah itu.

  "Bapak, ibu, Faiz, aku merindukan kalian. Aku rindu penyemangat dari bapak, aku ingin lagi di sambut hangat oleh ibu waktu aku habis bangun tidur, Faiz aku juga merindukan pelukan hangat darimu."

  Tetes demi tetes air turun dari atas langit, dan makin lama makin deras, lantas saja Yina mendongakkan wajahnya ke atas. Buliran air bening turun begitu saja dari pelupuk matanya, sehingga air matanya bercampur dengan air hujan. Ia pun memejamkan matanya secara perlahan.

  "Ya Allah, aku tidak sanggup lagi. Aku bingung harus kemana lagi, tolong hamba Ya Allah." Yina pun lekas berdiri, ia akan mencari tempat berteduh meskipun tubuhnya sudah kuyup oleh air. Tanpa menoleh ke kanan-kiri jalanan, tanpa sadar ada sebuah mobil yang melaju cepat menuju arahnya. Sorot cahaya lampu dari mobil itu membangkitkan kesadaran Yina kembali, kedua bola matanya melebar total tatkala mobil tersebut sudah sangat dekat ke arahnya, bunyi klakson berturut-turut dibunyikan. Yina pun tak dapat menghindari lagi, kejadian itu seperti secepat kilat.

'Tiiit!

  "Aaaa ...!"

'Bruk!

  Dalam sekejap tubuh Yina terpental akibat sebuah mobil sport hitam yang menabraknya. Seorang lelaki berjas abu-abu segera turun dari mobilnya sambil memegang sebuah payung, lelaki itu mendekati Yina begitu was-was, kemudian mengecak denyut nadi di tangan Yina.

  Lumuran darah segar mengalir di pelipis gadis tersebut. Keadaannya pun langsung tidak sadarkan diri. Tak berfikir panjang, orang yang menabrak tadi mengangkat tubuh Yina dan memasukkannya ke dalam mobilnya. Tanpa basa-basi ia melajukan pedal gasnya, membawa Yina dalam kondisi yang memprihatinkan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Not Dream [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang