🌼Chapter 63🌼

616 15 0
                                    

🌷"Takdir, setiap makhluk hidup di muka bumi ini tidak ada yang dapat merubahnya. Tidak selalu berada di puncak, namun, ada kalanya berada di titik terendah."🌷

"Ingrid Syina Ellisia"

  "Kenapa kalian diam? Kalian kesel 'kan punya teman bejat seperti gue?" Gino terkekeh pilu, setelah dirinya menceritakan masa kelamnya dulu, yang begitu tega meninggalkan seseorang yang sudah ia hancurkan kehidupannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  "Kenapa kalian diam? Kalian kesel 'kan punya teman bejat seperti gue?" Gino terkekeh pilu, setelah dirinya menceritakan masa kelamnya dulu, yang begitu tega meninggalkan seseorang yang sudah ia hancurkan kehidupannya.

  Rafi maupun Aldo sama-sama diam, mereka saling tukar pandang sebentar, Rafi pun terlihat menghela nafas panjang, lalu menatap lekat Gino yang lagi duduk di sampingnya. Saat ini, mereka bertiga lagi berada di sebuah caffe, yang letaknya tidaklah jauh dari rumah sakit.

  Sebenarnya, Gino ingin masih berdiam di rumah sakit, menunggu Davin, bagaimanapun juga ia masih menyayangi anak itu, meskipun sudah tahu bahwa ia bukan anak kandungnya. Tetapi, Gino sendiri tidak mau melihat wajah Debbi, di perjalanan tadi pun tanpa sengaja ia melihat istrinya itu berjalan tergesa-gesa bersama seorang lelaki yang postur wajahnya sama persis dengan foto yang ditampilkan oleh Rafi di rumah sakit tadi. Jadi, Gino pikir, Davin akan selamat karena sudah mendapatkan donor darah. Ia berharap, anak itu akan sehat seperti dulu lagi.

  "Jujur saja, gue kecewa sama lo, terus kenapa juga lo nggak kasih tahu ke kita? Gin, kita ini sudah lama berteman, bukan orang asing, bukannya kita sudah janji kalau ada masalah itu cerita ke kami. Tapi, mau marah pun sama lo, nggak ada gunanya lagi. Bro, bagaimanapun juga lo tetap sahabat gue." ucap Rafi apa adanya, sambil merangkul pundak sahabatnya itu.

  "Benar apa kata Rafi, gue juga sebenarnya kecewa lo main rahasian begini, padahal ini masalah besar, bukan masalah kecil. Jadi, lo mau nyari kediaman Yina 'kan? Kami akan bantuin lo Gin, pokoknya lo harus minta maaf dan berani bertanggung jawab." sahut Aldo, bertampang serius.

  Gino tersenyum kepada kedua sahabatnya itu, betapa beruntungnya ia memiliki sahabat yang benar-benar tulus, dan selalu sedia kala dirinya memerlukan bantuan. Tanpa terasa air matanya lolos begitu saja, amat terharu, tidak tahu harus membalas kebaikan mereka seperti apa.

  "Terimakasih, kalian benar-benar sahabat terbaik gue. Gue menyesal karena tidak cerita dari dulu-dulu, tolong maafin gue." Gino mengatupkan kedua tangannya, Rafi dan juga Aldo sama-sama merangkul pundak Gino.

  "Sudah, jangan cengeng lo jadi cowok. Tanpa lo minta maaf pun, kami akan maafin, intinya sekarang kita punya misi. Mencari dimana Yina tinggal, bagaimanapun juga lo harus berusaha mendapatkan mereka berdua, lo tenang aja, gue sama Aldo akan bantuin lo." ucap Rafi, mengusulkan, yang diancungi Aldo mantap.

  "Thanks, kalian berdua." katanya, sembari menatap kedua sahabatnya yang berada di kedua sisinya itu secara bergantian.

  "Sebentar, bukannya tadi lo bilang Yina itu tinggal di kost-kostan? Nah, lo masih ingat nggak jalan ke kost Yina dulu, barang kali saja dia masih tinggal disitu, meskipun harapannya itu tipis, tapi tidak ada salahnya di coba." Aldo segera mengutarakan pendapat, saat terlintas dalam otaknya yang dikatakan oleh Gino beberapa saat yang lalu.

Not Dream [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang