🌷"Jangan menunggu momen-momen besar untuk merasa bahagia. Temukan kebahagiaan dalam momen-momen kecil yang terjadi setiap hari."🌷
Akhir-akhir ini kesehatanku menurun, doakan aku ya semoga sehat terus dan bisa update terus.
***
"Ya ampun Victor, kamu nggak papa sayang? Apa masih terasa sakit dadanya? Ayo katakan sama bunda." Yina amat kaget ketika dirinya ditelpon oleh guru wali kelas Victor bahwa anaknya dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri. Tentu saja hal itu membuat Yina panik kalang kabut. Saat itu Desta bersama suaminya berkunjung ke rumah Yina, dan tanpa pikir panjang lagi mereka bersama-sama pergi ke rumah sakit Kasih Bunda.
Sesampainya di sana, Yina memaksa masuk ke ruangan saat dokter masih menangani anaknya, Yina sampai menangis histeris, sangat takut kehilangan seseorang yang teramat ia cintai. Ia tidak rela anaknya kenapa-kenapa. Sekarang, ia diperbolehkan masuk terlebih dulu, sedangkan Desta bersama suaminya dan dua orang guru menunggu diluar. Memang sengaja mereka semua tidak masuk, dikarenakan ini perintah langsung dari sang Dokter.
Victor yang sudah sadar menatap bundanya sayu, bibirnya yang pucat pasi mulai bergerak, ingin bicara. "Iya sayang, kamu mau ngomong apa?" tanya Yina, seraya mengelus rambut Victor pelan.
"Da ...Davin yang ..." ucapnya tersendat-sendat.
"Yang?" ulang Yina, sembari masih terus memfokuskan pandangan ke arah Victor yang nampak kesusahan untuk bicara.
Victor terlalu sulit mengeluarkan suara, tiap kali bicara dadanya terasa nyeri, sehingga membuatnya menangis karena terlalu sakit baginya. Yina pun jadi bertambah sedih melihat anak semata wayangnya menderita seperti ini, kalau bisa sakit yang diderita Victor berpindah saja ke dirinya, supaya putra kecilnya itu dapat menikmati masa-masa kecilnya yang indah. Namun, takdir tidak bisa di rubah, Yina hanya bisa memberikan cinta dan kasih sayang kepada putranya, dan selalu melakukan apapun yang ia bisa agar melindungi Victor.
Dengan lembut Yina menghapus air mata Victor yang keluar, meski hatinya pedih melihat pemandangan seperti ini. Bagaimanapun juga ia harus tetap tersenyum, upaya tidak membuat Victor makin merasa diambang kepasrahan. "Jangan dipaksa dulu kalau masih terasa sakit, Victor istirahat dulu ya, nanti kalau udah baikan baru ngomong ke bunda. Sekarang Victor makan dulu, habis itu minum obatnya dan tidur, oke?" ucapnya lembut.
Victor menghapus kasar air matanya, lalu menganggukan kepalanya. Yina pun makin tersenyum lebar, ia mengambil semangkuk bubur dari atas meja yang sudah disiapkan oleh pramusaji rumah sakit beserta dengan air putih. Jujur saja Victor tidak selera makan, namun ia tidak mau membuat bundanya makin khawatir, mau tidak mau ia memakan suapan demi suapan dari sang bunda. Yina beberapa kali melakukan aksi seperti memperlakukan sendok layaknya pesawat terbang yang ingin mendarat ke dalam mulut Victor, sesekali bocah itu dibuat tertawa. Yina akhirnya bisa bernafas lega melihat Victor yang keadannya berangsur-angsur sudah membaik. Setelah ini, ia akan mengajukan sebuah pertanyaan ke guru yang menelponnya tadi, apakah kiranya kenapa Victor bisa seperti ini?
Tak berselang lama, Victor akhirnya terlelap juga. Kesempatan ini diambil Yina untuk mengintrogasi dua orang guru yang masih berada di luar ruangan bersama dengan Desta dan sang suami. Tanpa basa-basi lagi, Yina langsung mengajukan pertanyaan ke intinya, guru perempuan itu mengatakan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.
"Begini Bu, tadi saya tidak sengaja melihat Davin melempar tasnya ke arah Victor. Entah apa isi dari dalam tas itu sampai membuat Victor terjatuh, kemungkinan sesuatu di dalam tasnya itu ada benda keras. Tapi saya tidak bisa langsung menyimpulkan apakah Davin sengaja melakukannya atau tidak, oleh karena itu saya rencananya akan meminta orang tuanya bersama Davin untuk menemui saya, sekalian juga saya mau ibu datang juga." terangnya.
"Kapan? Kalau memang iya dia sengaja melakukan ini, saya tidak bisa memaafkannya. Kalian lihat sendiri 'kan kondisi Victor? Dia mau mati!" Nampak jelas kedua mata Yina berkaca-kaca, tiap mengingat kondisi putranya yang berada di ambang kematian.
Mereka yang ada disitu tidak bisa berkata-kata lagi, terlebih lagi guru perempuan itu, dia jadi membeku di tempat dan menundukkan kepala ke bawah, merasa bersalah karena lalai menjaga anak muridnya. Desta pun mengusap punggung belakang Yina agar sedikit menenangkan hati juga pikirannya yang kalut.
"Sudah Yina, jangan terbawa emosi, kamu lebih baik istirahat saja dulu." saran Desta. Yina membuang nafas kasarnya, lalu duduk ke atas kursi diikuti Desta, dalam hitungan detik Yina kembali menangis, tak kuat rasanya melihat anaknya menderita seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Dream [End]✓
Ficção AdolescenteStory 6 Ingrid Syina Ellisia harus menanggung beban yang amat berat di dalam hidupnya. Ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan diri dan sang ayah yang ada di kampung. Terpaksa Yina setiap hari harus berjualan koran, demi sesuap nasi. Sedang...