"Sebuah kebohongan terbesarku adalah, aku baik-baik saja."
Keesokan harinya, pada hari Minggu sekitar jam 9 lewat terlihat seorang cowok dan seorang gadis lagi duduk berduaan di suatu tempat yang sudah jadi langganan mereka. Tidak lain ialah cafetaria, sebuah restauran yang terkenal akan ciri rasanya yang khas.
"Gimana? Enak bukan?" Gadis tersebut menumpu kedua siku ke atas meja, sementara kedua telapak tangannya sama-sama memegang pipi. Terlihat senyum cerah terbit di kedua sudut bibirnya.
Cowok tersebut mengiyakan sambil masih mengunyah makanan di mulutnya, disertai dengan mengacungkan jari jempol.
"Lo makin lama makin jago aja masaknya." Ia memberikan pujian. Hal itu membuat si gadis makin tersenyum lebar.
"Ah, makasih banyak Gino." Matanya nampak berbinar-binar. Bangga kepada dirinya sendiri, karena berhasil membuat masakan yang lezat dimakan.
Gino hanya membalas ucapan gadis itu dengan senyum simpul. Setelahnya ia meminum juice apple sampai setengah cangkir, lalu mengambil tissue yang ada di dekatnya dan membersihkan sisa makanan yang menempel di bibir. Sebentar ia membersihkan diri, terus menutup wadah bekal tersebut. Sekarang ia akan fokus memandangi gadis yang duduk dihadapannya kini, disertai akan senyuman bahagia yang masih setia menghiasi bibir.
Salah satu alis dari gadis tersebut terangkat sebelah. Dirinya merasa bingung, dikarenakan raut wajah dari cowok itu tiba-tiba berubah jadi nampak serius sekali.
"Gue mau jujur sama lo Debbi." Sebelum melanjutkan pembicaraannya. Gino meraih kedua tangan Debbi, menggenggamnya erat. Ia menarik nafas panjang, lalu dihembuskan secara perlahan. Menitik fokuskan pandangan ke manik-manik mata gadis yang ia pegang tangannya.
"Sebenarnya gue itu sudah lama suka sama lo, cuma terhalang gengsi aja mau jujur dari dulu hehe ..." Untuk menghilangkan suasana agak canggung ini, ia terkekeh pelan sebentar.
"Gue nggak mau basa-basi, jadi lo mau nggak jadi pacar gue?" sambungnya secara spontan menanyakan keinginannya dari dulu. Ia sangat mengharapkan orang yang disukainya dapat menerima cintanya balik. Apapun jawabannya, ia akan menerima itu dengan ikhlas hati, meskipun hati harus menanggung sakit jikalau ditolak mentah-mentah, ataupun dengan cara yang halus.
"Serius?" Debbi seakan tidak mempercayai semua ini, seakan-akan ia masih berada di dalam mimpi. Terjebak di dalam sana.
"Iya, gue nggak bercanda. Gue beneran suka sama lo." Terdengar nada suara Gino yang berat, pertanda bahwa ia mengatakannya secara sungguh-sungguh. Bukan hanya main-main semata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Dream [End]✓
Fiksi RemajaStory 6 Ingrid Syina Ellisia harus menanggung beban yang amat berat di dalam hidupnya. Ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan diri dan sang ayah yang ada di kampung. Terpaksa Yina setiap hari harus berjualan koran, demi sesuap nasi. Sedang...