🌼Chapter 54🌼

467 13 0
                                    

🌷"Berada di dalam kegelapan, bukan berarti tidak bisa menemukan titik terang.🌷

  "Victor, mainan ini punya siapa?" Ketika Yina membantu mengeluarkan buku dari dalam tas anaknya, ia menemukan kotak mainan berisi robot yang membuat pelipisnya mengkerut heran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  "Victor, mainan ini punya siapa?" Ketika Yina membantu mengeluarkan buku dari dalam tas anaknya, ia menemukan kotak mainan berisi robot yang membuat pelipisnya mengkerut heran. Pasalnya, ia sama sekali tidak membelikan mainan itu. 

  Victor yang sedang menggambar di lantai melirik bundanya yang duduk disampingnya, memandang dirinya bingung. Victor menghentikan acara menggambarnya, jarinya menunjuk ke arah mainan itu. "Robot itu dikasih sama om waktu di halte sekolah." jawabnya. Ketika Faiz mengangkat telponnya, Victor saat itu menaruh mainan ke dalam tas, dan baru ingat setelah bundanya menemukannya. 

  "Om? Om siapa?" pertanyaan barusan membuat Victor mengetuk-ngetuk dagu, mencoba mengingat. Namun sayangnya ia lupa, siapa nama laki-laki yang sudah memberinya mainan itu secara gratis. 

  "Victor lupa siapa nama om itu, tapi dia baik." 

  Terdengar helaan nafas berat, sontak Victor menundukkan kepalanya. "Seharusnya kamu tidak usah menerimanya, sudah bunda bilang 'kan jangan mau menerima benda apapun dari orang asing." Victor makin menekukan kepala, bibirnya tampak melengkung ke bawah, merasa kecewa. 

  "Bunda kenapa sih, kayaknya nggak suka banget kalau Victor senang." Victor menatap Yina dengan raut kurang mengenakan. 

  "Bukan begitu, hanya saja bunda takut kalau orang itu sengaja memberikan mainan ini buat Victor untuk mengetahui keberadaan lokasi kita ada dimana, bisa saja mainan ini ada benda pelacak, yang kapan saja bisa mengetahui lokasi kita berada. Bunda takut akan kehilanganmu, kamu tahu sendiri 'kan kalau bunda hanya punya kamu satu-satunya." terang Yina menjelaskan kekhawatirannya, itulah sebabnya ia selalu memberi peringatan kepada putranya agar tidak tergoda dengan barang pemberian dari orang yang tidak dikenal. 

  Merasa bersalah karena sudah sempat kesal kepada sang bunda, Victor memeluk Yina erat dan mendongakkan kepala agar dapat menatap Yina dengan jarak yang dekat. "Maafin Victor bunda, Victor nggak tahu. Tapi Victor yakin kok mainan yang dikasih om itu tidak ada benda pelacak, bunda nggak marah 'kan kalau mainannya Victor simpan?" sesalnya, berujung permintaan. Yina tersenyum hangat, sembari mengusap rambut anaknya yang rimbun. 

  "Nggak kok, bunda nggak marah sama Victor, jadi nggak perlu minta maaf. Ya sudah kalau itu mau kamu, tapi lain kali jangan mau menerima seuatu apapun itu dari orang asing, ya?" Seperti biasa, Yina menjentik ujung hidung anaknya, Victor pun menjadi tertawa pelan dan mengangguk kecil. 

  "Ngomong-ngomong, yang kamu gambar itu siapa? Apa itu om Pras?" tatapnya ke arah gambaran Victor, di kertas putih panjang tersebut terpampang jelas gambar satu orang laki-laki dewasa dan satu anak kecil yang sedang menggandeng tangan laki-laki itu. Tugas yang diberikan oleh gurunya memang dijadikan sebagai Pekerjaan Rumah, dikarenakan saat itu waktunya tidak cukup, bukan karena sudah waktunya pulang, namun para guru-guru sedang rapat sesuatu yang mendadak. Oleh karena itu murid-murid dipulangkan lebih awal. 

Not Dream [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang