🌼Chapter 36🌼

531 14 1
                                    

🌷"Saat-saat menyakitkan dalam hidup adalah ketika kita harus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja."🌷

  Sudah tiga bulan berlalu, Gino maupun Sofie sama sekali tidak mencari keberadaan Yina dimana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Sudah tiga bulan berlalu, Gino maupun Sofie sama sekali tidak mencari keberadaan Yina dimana. Mereka malah lebih menyukai gadis itu hilang dari pandangan mereka, terutama Sofie. Wanita itu tak sedikitpun menaruh rasa penasaran kenapa Yina secara tiba-tiba saja pergi dari rumahnya, bahkan saking senangnya ia mengadakan pesta di rumah untuk merayakan kepergian Yina. Sofie harap gadis itu tidak akan datang dan muncul lagi dalam kehidupannya. 

  Terbanding terbalik dengan asisten rumah tangganya itu. Bi Lusi amat cemas jika ada hal buruk yang menimpa Yina, ia juga merasa sedih karena Yina pergi begitu saja tanpa berpamitan kepada dirinya ataupun memberikan sebuah penjelasan. Bi Lusi waktu itu menunggu-nunggu Yina datang untuk makan siang bersama, namun sudah satu jam lamanya menunggu, tak dapat dilihatnya batang hidung Yina. Takut terjadi sesuatu hal, Bi Lusi akhirnya mencari dimana kiranya Yina berada. Namun usahanya itu tidak membuahkan hasil, beberapa orang yang ia temui dan mempertanyakan apakah ada melihat Yina dengan menyebutkan ciri-ciri serta pakaian terakhir yang digunakannya kepada orang-orang itu, mereka semua sama-sama tidak melihatnya. 

  Rupanya pencariannya seorang diri itu sia-sia, Bi Lusi pun melapor kepada atasannya perihal hilangnya Yina. Tapi Sofie tidak meresponnya, ia pergi begitu saja dengan raut datar ketika Bi Lusi meminta bantuan darinya untuk mencari Yina. Sama halnya dengan Gino, cowok itu ketika dimintai bantuan hanya menjawab, 'Biarkan dia pergi, tidak usah mencarinya lagi.' Sontak saja ucapan itu membuat Bi Lusi tak bisa memaksa agar menuruti permintaannya. Tak mau menyerah begitu saja, Bi Lusi berinisiatif ingin melapor ke kantor polisi. Sayangnya niat baiknya itu dihalangkan oleh Sofie, sebuah ke tidak beruntungan karena disaat ia ingin ijin pamit pergi keluar, Sofie memkasa dirinya agar jujur mau pergi kemana. Jika bohong, maka Bi Lusi akan dipecat, ancaman itu membuat Bi Lusi tak bisa berkutik. Pasalnya ia tidak mungkin berhenti dari pekerjannya, sebab nanti anak-anaknya bakalan makan apa? Sedangkan suaminya tidak mempunyai pekerjaan tetap.

  Tak bisa berbuat apa-apa lagi, Bi Lusi akhirnya sudah menyerah. Ia hanya bisa mengirimkan doa yang terbaik untuk Yina, supaya ia di luar sana dalam keadaan baik-baik saja dan dipertemukan dengan seseorang yang mempunyai hati nurani. Ternyata apa yang didoakan itu terkabul, sekarang Yina sudah tidak menderita seperti dulu lagi. Suasana hatinya sudah membaik dengan keberadaan Desta yang selalu ada untuknya, dan menjadi teman curhatnya.

  Kembali ke masa sekarang, seperti biasa disaat ada waktu luang dan kuliah sedang free, Gino beserta kelima temannya sedang berada di kediaman markas. Jadi total jumlah keseluruhan geng mereka ialah berenam, termasuk Gino. Mereka adalah Gino, Aldo, Rafi, Zevon, Falyn, dan Vexlan. Zevon, Falyn serta Vexlan tidak seuniversitas dengan Gino, Aldo maupun Rafi. Tetapi mereka bertiga berasal dari universitas Roselyia Permata. Tak perlu bingung kenapa jadi mereka bisa berteman dan bahkan nampak sangat dekat, dikarenakan dulu waktu SMP mereka sudah lama menjalin persahabatan sampai saat ini. Hingga terbentuklah nama geng yang bernamakan The King Master yang berartikan Tuan Raja.

  "Kenapa lo Gin, akhir-akhir ini tiap kita bertemu lo nampak lesu kali. Kayak nggak ada gairahnya gitu, perasaan lo dulu paling aktif ketimbang kita-kita." Merasa ada perubahan akan sifat Gino belakangan ini yang terbilang lemah lesu dan irit bicara itu membuat Vexlan atau disapa Vex itu  jadi merasa ada yang kurang setiap mereka saling berkumpul. Biasanya Gino lah yang sering membuat candaan, tapi kini cowok itu sedari tadi hanya diam sambil memutar-mutar handphonenya di atas meja kayu yang bundar. 

  "Tau lo Gin, kalau ada masalah ya cerita ke kita-kita. Janganlah lo pendam sendiri, ntar yang ada makin mumet tuh kepala." sahut Aldo sembari geleng-geleng kepala kecil. 

  "Kita ini teman lo Gin, bukan pajangan foto. Cerita aja kalau ada masalah, siapa tau kita dapat ngasih lo saran kek atau apalah gitu, iya 'kan guys?" tanya Falyn kepada teman-temannya terkecuali Gino seorang, untuk meminta persetujuan. 

  Mereka pada menganggukan kepala tanda setuju. "Yoi, napa lo Gin?" Kali ini Zevon yang bertanya, ia juga turut penasaran apakah kiranya yang sedang dipikirkan oleh salah satu temannya itu sampai sifatnya berubah total begini. 

  "Argh kalian, gue itu tidak punya masalah apa-apa. Tapi akhir-akhir ini gue sering banget merasa pusing sama mual, entah kenapa juga gue nggak tau. Sekarang juga gue mau muntah liat tuh bubur." Gino melirik ke arah bungkusan bubur yang dibeli oleh Rafi di depan gang rumahnya itu. Terlihat Rafi sedang membuka buburnya, dan memasukkan kerupuk udang ke dalamnya. 

  Kedua bola mata Gino melebar sempurna saat melihat Rafi ingin mengaduk buburnya seperti biasa yang ia lakukan. "Jangan bilang itu bubur mau lo aduk lagi?" tanyanya was-was. Lantaran isi perutnya semakin bergejolak ingin keluar. 

  "Yaiyalah diaduk, nggak nikmat banget nggak diaduk." Dan benar saja, Rafi mengaduk buburnya. Membuat Gino tak dapat menahan dirinya lagi, ia bergegas melarikan diri ke luar dan langsung memuntahkan makanan yang ia makan sebelum datang kemari. 

  Zevon yang juga merasa jijik melihat bubur diaduk langsung membuat bulu kuduknya merinding dan ingin muntah juga. "Tolonglah Raf, sudah berapa kali gue bilang kalau mau makan bubur jangan dihadapan kita-kita lah bego." sungutnya. 

  "Anjir kayak muntahan kucing, huwek!" Vexlan yang tak tahan juga ikutan melarikan diri keluar dan ikutan muntah di samping Gino. 

  "Sekte darimana njir bubur diaduk?!" ketus Falyn, terus menjauh keluar juga.

  "Gini namanya muntahan masal, huwek!" Aldo yang juga sama tidak menyukai bubur diaduk, melihat bentuknya saja sudah membuatnya lemas. Ia segera menutup mulutnya, lalu menyusul ketiga temannya di luar. Begitu juga dengan Zevon, ia turut beranjak pergi hingga menyisakan Rafi seorang diri bersama bubur aduk kebanggaannya. Rafi hanya menggidikan bahu sebentar, tak peduli akan reaksi teman-temannya. 

  "Hadeh, dasar mereka, belum pernah nyobain sih kalau bubur di aduk itu enaknya dua kali lipat." gumamnya sendiri. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Not Dream [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang