🌼Chapter 5🌼

765 26 0
                                    

🌷"Rasa sakit ini semakin menjadi saat tahu mencintai seseorang yang tak bisa dimiliki."🌷

  "Gino!" panggil Sofie lumayan nyaring

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  "Gino!" panggil Sofie lumayan nyaring. Refleks saja si empunya nama menoleh ke sumber suara. Terlihat ada sang ibu beserta seorang gadis seumuran dengannya tengah berlari kecil menuju ke arahnya.

  "Cepat katakan, bagaimana keadaan orang yang kamu tabrak itu?" Baru saja sampai wanita paruh baya itu langsung melontarkan sebuah pertanyaan dengan nafas yang tersengal-sengal. Begitupun juga Debbi, deru nafasnya ikut tak beraturan.

  "Nggak tau, masih di periksa," jawab Gino apa adanya, sembari melirik nama UGD di atas pintu ruangan.

  "Bagaimana ceritanya sih kamu jadi nabrak orang? Orang yang kamu tabrak itu cewek atau cowok sih? Terus banyak nggak darahnya yang keluar?" pertanyaan tumpang tindih itu membuat Gino memijit batang hidungnya.

  "Tan, satu-satu nanyanya. Kasian tuh Gino pusing jadinya." Debbi menunjuk Gino sembari memonyongkan bibirnya.

  Sofie menyengir lebar atas perilakunya tadi. Sedangkan kedua anak muda-mudi itu hanya geleng-geleng kepala kecil hingga tak sengaja tatapan mereka berdua saling bertamu. Menurut Gini dari jarak dekat begini Debbi jauh lebih mempesona.

  Mata mereka masih beradu pandang, sampai membuat gadis itu tersenyum canggung. Di balik itu semua Sofie senyum-senyum sendiri melihat kelakuan kedua muda-mudi bersamanya saat ini, lantas saja ia merasa senang.

  "Ekhem sudah dulu ya tatap-tatapannya," sindir Sofie berpura-pura cemberut. Yang disindir sama-sama terkejut kecil, lalu keduanya cuma bisa tersenyum malu.

  "Jadi sore tadi aku 'kan di jemput sama pak Kumis. Terus harinya itu hujan, makanya penglihatan pak Kumis itu agak kurang jelas lihat jalan. Ya nggak sengaja pak Kumis nabrak tuh cewek," jelasnya memulai. Hitung-hitung menghilangkan suasana canggung.

  Sofie yang mendengarnya menepuk jidatnya pelan. "Kenapa nggak minggir aja dulu sih? Mampir kek dulu kemana gitu nunggu hujan reda. Gino-Gino ada-ada saja kamu ini."

  Debbi terkekeh pelan mendengarnya, sedangkan cowok tersebut kedua pipinya nampak memerah karena malu.

  "Terus tuh cewek dari keluarga terpandang nggak?" Sofie bertanya lagi, kali ini sembari bersedikap dada. Layaknya seorang polisi, lagi menginterogasi pelaku.

  "Kayaknya enggak sih, tapi nggak tau juga. Soalnya dari penampilannya itu seperti anak kampung begitu. Tadi pun dia aja nggak pakai alas kaki. Entahlah, kadang penampilan itu beda sama aslinya," balas Gino, seraya menggidikan bahu.

  "Kalau dia sadar dan kamu telah membayar administrasinya kita langsung pergi. Jangan dekat-dekat sama cewek itu, bisa saja 'kan dia nanti suka sama kamu. Dari yang kamu bilang tadi, sudah fiks kalau dia orang miskin, beda kelas dari kita. Mana ada orang kaya pakaiannya kayak gelandangan."

Not Dream [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang