🌼Chapter 26🌼

404 11 0
                                    

🌷"Ketika segalanya tampak hancur, ingatlah bahwa puing-puing kehancuran adalah bahan dasar bagi keajaiban yang akan datang."🌷


Warning: Part kali ini kalian akan kesal sendiri sama tokoh utamanya. Jadi yang kesabarannya setipis tisu harap bersabar lebih banyak, ini ujian wkwkwk.

 Jadi yang kesabarannya setipis tisu harap bersabar lebih banyak, ini ujian wkwkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena dipanggil, spontan saja Yina buru-buru menghapus air matanya kasar. Ia pun menarik nafas dalam-dalam sebelum menoleh ke belakang. Dan mengembangkan senyum palsunya. Sementara Debbi kini tengah bersedikap dada, layaknya nyonya besar di rumah ini.

"Ada apa?" tanya Yina dengan nada suara yang berat, pasalnya ia tak ingin pemandangan barusan yang menyakiti perasaannya itu terjadi lagi di hadapannya.

"Mending lo ikut kita ke pesta, lo harus mau." Penawaran Debbi beberapa detik lalu mendapat senggolan kecil oleh Gino. Ia memandang kekasihnya disertai dahi yang mengkerut, dikarenakan Debbi secara tiba-tiba mengajak Yina untuk ikut bersama tanpa berbicara kepadanya lebih dulu.

"Apa yang lo pikirkan sayang? Masa iya mau ngajak cewek udik itu." Gino berbisik sambil sesekali melirik ke arah Yina, ia tak percaya bahwa kekasihnya itu berkata begitu barusan.

"Tenang saja sayang, lo juga akan mengerti setelah kita sampai nanti," balasnya tak kalah kecil. Yina sedang menundukkan kepala, dan posisinya juga tidak terlalu dekat seperti tadi. Jadi tak heran kalau dia tidak mengetahui bahwa pasangan kekasih itu sedang merencanakan sesuatu.

Gino mengangguk menanti jawaban Debbi nantinya, tapi pada akhirnya ia menurut juga. "Iya, lo ikut kita aja, sayang banget kalau lo nggak ikut." Ajakan Gino mengolah mata Yina berbinar-binar. Dalam benaknya apakah Gino sudah tidak marah lagi kepadanya? Sehingga bisa tersenyum manis untuknya seperti saat pertama kali ia bertemu dengan Gino. Rasa cintanya ke Gino membuat Yina tidak bisa berfikir jernih, ia sudah terlalu percaya dengan ucapan manis yang dikeluarkan Gino untuk mengelabuinya.

"Tapi aku pakai baju daster," jawabnya, seraya memegang ujung pergelangan tangan daster yang sedang ia kenakan.

"Lo tenang aja, banyak kok di sana yang makai baju daster bukan lo doang. Gue pakai baju gini tuh karena Gino," jelas Debbi, tentu saja itu hanya kebohongan semata. Debbi memang pantas diberi gelar drama queen, lihat saja dirinya, ia begitu serius memang ekspresi wajah. Seolah meyakinkan Yina agar dapat mempercayai ucapannya.

"Benarkah?"

Sebenarnya Yina tidak tau mau pergi ke pesta mana, di pikirannya yang terlintas mungkin saja pesta semacam ulang tahun teman, perpisahan atau apalah. Mereka berdua menganggukan kepala, mengiyakan pertanyaan Yina. Debbi menahan gelak tawanya sejak tadi, tak mengira sebelumnya bahwa Yina begitu mudahnya ditipu. Baginya Yina itu tipe perempuan bego yang langsung percaya begitu saja.

Not Dream [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang