🌼Chapter 20🌼

681 14 0
                                    

🌷"Mungkin hidup ini tidaklah adil, tapi bagaimanapun juga aku harus tetap berjuang. Karena di dalam kegelapan itulah aku bisa menemukan kekuatan sejati."🌷

  Sudah seminggu lamanya Yina bersama Desta berada di kampung dan mereka telah berada ke Jakarta kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


  Sudah seminggu lamanya Yina bersama Desta berada di kampung dan mereka telah berada ke Jakarta kembali. Awalnya Yina tidak ingin kembali lagi ke kota orang ini, namun Desta membujuknya sampai membuat Yina mau tidak mau mengiyakan bujukan tersebut.

  "Aku masuk dulu," ucap Yina mendahului, anggukan kecil  Desta mendapat senyuman halus dari Yina.

  Entah kenapa rasanya ia tidak ada semangat lagi dalam menjalani hidup. Ia sudah lelah, capek, hancur. Ingin rasanya mengakhiri hidup ini supaya tidak ada kata beban lagi.

  Kabar Faiz sampai saat ini juga belum ada kabar darinya. Bahkan ia tidak ada satu kalipun memberi pesan atau menelpon Yina. Padahal Yina rindu suara temannya itu, ia ingin curhat kembali dengannya, rindu tawa gembiranya, rindu pelukan hangat darinya. Semua itu ingin Yina lakukan kembali bersama Faiz. Tapi apa boleh buat? Ia tidak bisa menelpon Faiz lebih dulu, sebab telponnya sudah rusak terhempas kemarin.

Sebuah foto kecil di ambil Yina dari dalam laci. Foto tersebut ialah fotonya bersama Faiz sekitar lima bulan lalu. Mereka dulu terlihat sangat bahagia, Faiz yang sedang memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan Yina membentuk jarinya jadi bentuk love. Dan mereka berdua  berdiri saling berdimpitan, kala itu yang mengambil potret tersebut adalah ibunya Faiz. Memang kala itu orang tuanya Faiz sedang berkunjung ke Jakarta.

  Yina merindukan hal itu, ia mengusap foto kenangan tersebut. Sampai setetes air matanya jatuh ke atas foto itu. Ia tersenyum sendu. Betapa perih hatinya mengingat kembali kenangan dulu yang penuh kebahagiaan dan kegembiraan.

  Mulutnya seakan terkunci. Tak dapat lagi untuk berkata-kata. Getiran suaranya yang rapuh di sambut hangat oleh bunyi kicauan burung.

  "Kapan kamu pulang? Aku rindu suaramu, aku juga rindu pelukan hangat darimu, aku rindu kamu. Tapi kenapa kamu belum pulang juga?" Rasa emosi dan kesedihan bercampur satu. Ia mengingat kembali perkataan Faiz waktu zaman SMA dulu. Di mana dirinya saat pulang sekolah mengalami kejadian yang tidak dapat di lupakan sampai sekarang.

***

'Tring!

  Bunyi bel berbunyi nyaring itu mendapat teriakan antusias dari para siswa dan siswi yang masih berada di dalam kelasnya. Benar saja, banyak para murid bahkan guru-guru telah keluar dari ruangan yang membuat otak mereka bekerja keras seharian itu.

  Seorang perempuan yang tak lain adalah Yina bergaya ala kadarnya itu baru saja keluar dari salah satu ruang kelas IX IPA 2 sambil mencoba membenarkan resleting tasnya yang los. Ide muncul datang tiba-tiba di otaknya, ia berjongkok sebentar, lalu mengambil kotak pensil yang di dalamnya terdapat dua buah peniti. Ia menjepitkannya di resleting tersebut. Alhasil, buku-bukunya tidak keluaran kembali.

  Kemudian Yina kembali berjalan dengan riangnya sembari bersenandung kecil. Beberapa langkah sudah ia telah keluar dari lingkungan sekolah, namun perasaannya langsung merasa tidak enak. Seperti ada yang mengikutinya dari belakang. Sontak saja ia memberhentikan langkah, lalu berbalik badan. Nihil, tidak ada siapapun di sana melainkan hanya dua orang pria yang lagi mengobrol. Merasa itu hal biasa, Yina kembali melanjutkan perjalanannya, lagi-lagi harus terhenti. Ia merasa muak sudah, dirinya seperti lagi di permainkan.

  "Siapa disitu?" tanya Yina sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru tempat sunyi tersebut. Tak ada sahutan, Yina mengangkat kedua bahunya seolah ini hanya perasaannya doang. Di saat berbalik badan ke depan, ia langsung di segap oleh dua pria yang ia jumpai beberapa saat tadi.

  "Lepasin!" Yina memberontak, sembari berteriak kencang.

  "Heh, percuma saja kamu mau berteriak sekencang-kencangnya tidak ada yang menolongmu hahahaha ...!" ejek pria berambut gondrong penuh kemenangan.

  "Enak nih buat di jadiin teman olahraga malam," goda pria bertato seraya mencubit hidung Yina pelan.

  "Dasar mesum, lepasin nggak! Tolong ...!"

  "Diam, atau ini yang akan membunuhmu." Satu dari mereka berdua meletakkan pisau tajam di leher Yina. Yina menelan saliva begitu berat. Ia tidak ingin mati sekarang.

  "Bagus, akhirnya diam juga. Cepat bawa dia dalam mobil!"

  "Siap bos!"

  "TOLONG!"

  "DIAM!"

  Bersusah payah Yina memberontak, akan tetapi kekuatannya tidak seimbang dengan orang yang menyergap dirinya.

'Bruk!

  "Lo baik-baik saja?"

  "FAIZ AWAS!"

  Beruntung Faiz dengan cekatnya langsung memukul dua berondong tadi dengan lihainya, lalu langsung memukulinya tanpa ampun.

'Bugh!

'Bugh!

'Bugh!

  "PERGI!" teriak Faiz kesal. Dan para pria tadi terbirit-birit lari ketakutan.

  "Faiz kamu nggak kenapa-kenapa?"

  "Seharusnya gue yang nanya, apa lo baik-baik aja?" Yina cuma mengangguk mengiyakan.

  "Tapi, kok kamu ada di sini? Bukannya kamu ada di Jakarta?"

  Ya, memang mereka ini berteman dari kecil sebab ayah Yina dulu berteman dengan almarhum kakek Faiz.

  "Gue rindu sama lo," jawab Faiz diselingi akan cengengesan.

  "Bisa aja." Kedua pipi Yina memerah padam, dengan segera ia mengalihkan pandangannya.

  Tiba-tiba saja Faiz memegang kedua tangan Yina. Ekspresi wajahnya berubah jadi sangat serius. "Gue janji bakal selalu menjaga lo kapanpun itu dan gue janji akan mengunjungi bahkan siap mendengarkan cerita keseharian lo jika mau."

  "Benar?" tanya Yina yang matanya terlihat jelas menampakkan aura kesenangan.

  "Yap, itulah gunanya sahabat." Faiz merangkul pundak Yina, sesekali ia mencium puncak rambut gadis itu.

  'Aku akan selalu ingat janjimu itu.' Yina membatin, kedua sudut bibirnya tak henti-henti tersenyum manis, saking merasa bahagia.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Not Dream [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang