🌼Chapter 16🌼

439 13 0
                                    

🌷"Kadang, orang yang berusaha membuat semua orang bahagia adalah orang yang paling kesepian."🌷

  Hari sudah menunjukkan pukul 17

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Hari sudah menunjukkan pukul 17.30 yang sebentar lagi mau menjelang malam. Yina sudah siap memberanikan diri untuk membongkar semuanya tentang Debbi bersama pacar gelapnya itu.

  Di posisi Yina berdiri, dapat dilihat Gino ingin menunggangi motornya, ini kesempatan bagus sebab cowok itu cuma seorang diri. Tanpa pikir panjang secepat kilat Yina berlari mengejar Gino yang sebentar lagi mau menggas pedal motornya.

  "Tunggu!" Beruntung, ia masih sempat menahan Gino agar berdiam dulu sebentar.

  Perlahan Gino membuka kaca helmnya dengan alis saling bertaut. "Yina, ada apa? Dan lo kenapa jadi ada di sini?" tanyanya sekaligus.

  Saat berhadapan langsung, seketika itu juga keberanian Yina jadi menciut. "Ada yang ingin aku bicarakan, dan ini penting," ucapnya pada akhirnya.

  Mendengar kata penting, Gino melepas helmnya dan turun dari atas motor. "Tentang apa?" tanyanya penasaran, dimana kepalanya ia miringkan sedikit.

  "Ini soal Debbi."

  Terlihat jelas Gino menatapnya serius. "Kenapa dengan dia?" Suaranya terdengar berat di telinga sampai membuat jantung Yina berdetak kencang.

  "Aku cuma mau bilang bahwa Debbi itu punya pacar lain. Maka dari itu aku sarankan sebaiknya kamu putusin saja dia, takutnya ntar kamu menyesal sendiri."

  "Maksud lo apa?" Nada bicara Gino mulai meninggi, hal itu sukses membuat Yina jadi kikuk.

  "Aku nemenin Desta ke ATM, terus nggak sengaja liat Debbi sama cowok lain. Awalnya aku nggak terlalu kenal sama Debbi dari jauh, makanya kudekatin. Tapi ternyata mereka saling berciuman di tempat umum gitu, sambil panggil sayang-sayangan. Kupikir awalnya cowok itu salah satu anggota keluarga Debbi, ternyata tidak. Maka dari itu aku harus memberitahu kenyataan ini ke kamu, supaya kamu tidak makin sakit hati," jelas Yina panjang lebar. Namun reaksi Gino seperti lagi menahan amarah, terlihat jelas kedua tangannya mengepal kuat sambil menatap Yina begitu sinis.

  "Gue udah kenal Debbi sudah lama, dan lo asal asalan memfitnah Debbi dan bilang bahwa dia selingkuh di belakang gue?!" Bentakan barusan mampu mengiris hati Yina yang mendengarnya.


  "Tapi aku tidak mungkin berbohong soal ini, kumohon percayalah agar kamu tidak menyesal suatu saat nanti." Mata Yina mulai berlinang air mata, berharap Gino mempercayainya.

  "Dan gue percaya gitu? Dengar ya gue nggak percaya sama lo. Dan berhenti mengatai Debbi!" tunjuknya tepat di hadapan wajah Yina.

  "Ku mohon Gin, percayalah padaku."

  Gino menggertakan rahang. Emosinya semakin meluap, tercetak jelas kedua matanya pun melotot tajam ke arah Yina.

  "GUE BILANG BERHENTI!"

  "Tapi aku mengatakan yang sejujurnya!" balas Yina tak kalah ketus. Betapa susahnya menyadarkan cowok itu.

'Plak!

  Tamparan keras dan kencang itu mengenai pipi kiri Yina. Sontak saja Yina memegang pipinya yang dipastikan sudah memerah. Hatinya jadi rapuh seketika, baru kali dirinya di tampar kencang oleh orang yang di sukai. Sehingga cucuran air matanya meluncur begitu saja di kedua pipi.

  Yina menatap Gino yang dirinya masih menatap Yina tajam.
"Kenapa berhenti?! Tampar sekali lagi!!" Tangisan gadis itu meruah, betapa sakit hatinya kali ini.

  "Kalau sekali lagi lo ngatain Debbi yang tidak-tidak gue akan melakukan hal yang lebih dari ini! Ingat itu!" peringat Gino yang lebih tepatnya lagi seperti mengancam. Kemudian ia kembali menaiki motornya, sebentar menatap Yina sinis lalu berangsur pergi dengan emosi meluap-luap. Ia segera tancap gas karena tidak mau berbuat lebih keras kepada gadis itu. Tamparan darinya tadi pun juga karena ketidaksadaran, sudah terlanjur terbawa emosi.

  Yina masih terpaku di tempat seraya memegang pipinya yang masih terasa nyeri. Ia tak menyangka bisa-bisanya Gino melakukan hal ini kepadanya.

  Awan tebal menyelimuti hari pada sore ini. Dengan perasaan campur aduk Yina berlari sekencang-kencangnya seraya memegang jantungnya yang juga ikut merasakan nyeri kesakitan hatinya.

  "Aku itu peduli padamu Gin, tapi kenapa kamu tega melakukan hal ini kepadaku?!" Tangis Yina yang di balas dengan suara gemercik rintikan hujan.

  "Andai saja kamu ada di sini Faiz," monolognya.

  Yina segera berangsur pergi sampai langkah kakinya terhenti, ia pun menghapus air matanya kasar lalu menatap pergelangan tangannya yang gelang pemberian dari Faiz tidak ada disitu.

  "Gelang! Kemana gelang itu?!" Kepanikan seketika melanda, ia memutar otak kembali, mencoba mengingat kala itu di mana ia bersembunyi di balik semak-semak saat di kejar oleh segerombolan orang. Ia rasa gelang itu jatuh di sana, tanpa berfikir panjang lagi Yina berlari menuju ke tempat tersebut dengan perasaan yang hancur.

 Ia rasa gelang itu jatuh di sana, tanpa berfikir panjang lagi Yina berlari menuju ke tempat tersebut dengan perasaan yang hancur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Not Dream [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang