01 Dengarkan Dahulu

34K 845 97
                                    


"Sa! Gue tau Lo disini, ayo turun! Kita bicara!" teriak Rony dari balik gerbang sebuah bangunan.

Dia tidak mendapat sambutan dari yang dia harapkan. Beberapa mata dari bangunan itu melihatnya aneh. Rony tidak peduli.

"Sa!" teriaknya lebih keras. Tidak tahu malu.

Kurang lebih sudah dua jam lamanya Rony bersandar di atas motornya di depan gerbang sebuah bangunan berlantai 2. Entah sudah berapa batang Rokok yang habis dia hisap. Dia memandangi terus sebuah jendela di pojok kanan bangunan. Kamar paling depan dari bangunan tersebut. Perasaannya? Nggak karuan. Ada rasa bersalah yang menggumpal di hatinya.

"Bang, mending Abang pulang aja," ucap seorang satpam penjaga gerbang bangunan tersebut yang merasa aneh dan sedikit malu dengan kelakuan Rony.

"Mending Abang yang bukakan pintu gerbang ini sekarang, kalau udah kelar saya pulang, Bang,"

"Nggak bisa, Bang. Tadi Mbak Syarla bilang Abang nggak boleh masuk,"

"Ya udah, saya tunggu sini," ucap Rony tidak peduli.

Rony sedang menunggu. Dia menunggu perempuannya yang ia yakini sedang berada di kost ini. Perempuannya? Syarla? Nama yang disebutkan satpam tadi? Bukan. Itu nama teman dari perempuannya. Teman kuliahnya. Nama perempuannya masih sama seperti beberapa bulan sebelumnya, Salma. Tapi sedari pagi perempuan itu meninggalkannya. Ehm, bukan putus. Hanya saja tidak mau mengangkat teleponnya maupun membalas pesannya.

Perempuannya ngambek. Tidak, mungkin kesal. Ah, bukan, pasti marah besar. Salma bahkan tidak pamit padanya saat pergi. Perempuan itu tidak cerita kemana dia akan pergi. Bahan tidak mau dihubungi. Rony sudah mencobanya berkali-kali. Sampai Rony baru ingat mengenai aplikasi find my yang dulu pernah digunakan untuk mencari hp Salma yang hilang ketika di Gresik. Baru beberapa jam yang lalu dia menggunakan teknologi itu.

Hingga saat ini Rony masih bersetia menunggu di depan gerbang. Masih berusaha menghubungi, meski hasilnya nihil. Perempuan itu benar-benar marah besar, sebesar-besarnya. Rony pun sebenarnya tahu masalahnya. Dia yang salah kali ini. Itu ia sadari betul.

Tapi mestinya mereka bisa saling bicara untuk mengatakan maksud masing-masing. Atau minimal untuk mengungkapkan rasa bersalah dan memohon maaf. Seperti biasanya selama beberapa bulan ke belakang sedari mereka menjadi sepasang kekasih, bahkan jauh sebelum itu. Mengatakan setiap masalah yang ditemui, itu kuncinya.

Tapi kali ini Salma mengingkari ucapannya sendiri, mengingkari untuk tidak pergi meninggalkan, semarah apapun dia. Rony kesal sebenarnya, tapi ia tahu perempuannya kali ini benar-benar marah. Dia pun sadar akan kesalahannya itu, Rony menunggu Salma, dia ingin mengungkapkan rasa bersalahnya yang mendalam kali ini. Dia begitu ketakutan Salma akan meninggalkannya.

Beberapa kali nampak Rony memegang perutnya selama ia menunggu, entah kenapa.

Awan mendung menggantung di langit, seperti mau hujan. Bulan yang memiliki suku kata 'ber' di akhirnya menunjukkan musim banyaknya sumber, air. Hujan sudah mulai kerap datang. Seperti kabar yang dibawa mendung, tetes air mulai jatuh dari langit, semakin deras. Rony masih bergeming di tempatnya sedari tadi. Tidak beranjak. Berharap guyuran hujan menghapus kesalahannya.

"Bang, ini saya pinjemin payung ya!" tawar satpam yang kasihan melihat Rony hujan-hujanan.

Sebenarnya ada rasa tidak enak dengan Rony, karena tidak memperbolehkannya masuk. Satpam itu mengenal Rony, orang yang sering mengantar Syarla pulang bersama kekasihnya, Salma. Satpam itu tidak enak hati, terus menerus mencegah Rony masuk, tiap kali ada orang yang keluar-masuk gerbang. Dia hanya menjalankan perintah.

Dengarkan [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang