54 Dialog Dini Hari

8.2K 574 239
                                    

Salma sampai pukul 04.30 tepat di sebuah cafe di Jl. Astasura, sekitar 20menit dari penginapannya. Iya, venue acara intimate show bersama Dialog Dini Hari. Salma naik taxi online kesana. Dia pergi dengan hati yang sedih. Lelakinya pergi tanpa pamit. Dia mengingkari pinky agreement mereka. Salma marah, karena persoalan Ditho diulang terus. Bukankah pagi tadi begitu indah?

Secepat itu keadaan berubah. Dan sekarang ia sendiri datang ke acara Dialog Dini Hari. Dia tidak punya tujuan lain untuk pergi selain sesuai rencana sebelumnya. Tujuan awal perjalanan ini adalah untuk field trip, mencari data untuk tesisnya. Entah kemana lelakinya. Mereka tidak saling berkabar. Gengsi.

Salma memesan lemon tea dan sandwich ayam. Dia lapar. Pertengkaran dengan dengan lelakinya menguras emosi, juga energi. Setelah memesan dia mencari kursi, membawa nomor meja pesanan, nomor 9. Salma melangkah pelan. Dia menemukan meja dengan dua kursi di tepi ruangan tanpa dinding. Dari sana dia bisa melihat panggung di bangunan lain yang menghadap halaman berumput hijau.

Para personil band sudah menaiki panggung yang tidak terlalu tinggi. Menyiapkan peralatannya. Acara molor dari jadwalnya.

Salma yang sendiri bergelut dengan pikirannya. Ah, kenapa Rony begitu marah? Sesalah itukah dia? Apa salahnya menyebut Ditho? Apa dia begitu keterlaluan karena terlalu sering menyebut nama Ditho? Rasanya tidak.

Seorang pramusaji datang mengantar pesanannya dan membawa kembali nomor mejanya.

Gitar akustik dimainkan oleh seorang berbadan jangkung, berambut gimbal panjang yang digulung ke atas membentuk lengkungan. Diikat kain berwarna merah marun. Mengenakan kemeja putih. Dia sering disebut si Pohon Tua. Sebenarnya untuk saat ini personil band itu hanya ia dan drummernya yang juga seorang recording engineer. Seorang pemain bass adalah seorang additional player.

Lagu pertama berjudul 'Tentang Rumahku', lagu tentang keluarga. Sebuah lagu yang langsung menyentil hati Salma yang sedang berjarak dengan lelakinya. Keluarga kecilnya yang sedang terguncang. Dia memang bilang tak apa pergi sendiri-sendiri. Tapi bukan berarti dalam keadaan saling memaki seperti ini. Lagu itu menceritakan mengenai rumah, keluarga yang indah. Ah, sebuah keinginan yang utopis untuk orang yang sedang dilanda sakit hati.

//
Tentang rumahku, Di ujung bukit karang yang berbatu
Beranda rumahku, Tumbuh-tumbuhan liar tak tahu malu

Tentang rumahku, Berbagai macam musim t'lah kurengkuh
Jadi saksi bisu, Cerita mimpi indah di masa lalu

Yang terlahir, Dari sebuah gerbang waktu
Yang menjadi, Tembok kokoh mengitari rumahku

Tentang rumahku, Takkan goyah walau badai mengamuk
Seperti pohon jati, Akarnya tertancap di poros bumi

Sewindu merindu, Kembali pulang dengan sebongkah haru
Senyum menyambut, Bagai rindu kumbang pada bunga di taman

Adakah yang lebih indah dari semua ini?, Rumah mungil dan cerita cinta yang megah
Bermandi cahaya di padang bintang, Aku bahagia, aku bahagia
//

Apakah aku bahagia? Tanya salma pada diri sendiri. Iya, selama ini dia banyak bahagia, memang sering terjadi perdebatan kecil. Kadang besar, tapi selalu bisa menyelesaikannya. Apakah dia dan lelakinya bisa menyelesaikannya kali ini? Apakah selesai dengan kandasnya biduk rumah tangga? Secepat itu?

Ah, Ron... Lo kenapa si? Apa yang bikin Lo kayak gini?

Salma masih menyalahkan lelakinya. Kenapa dia begitu marah untuk hal sesepele itu? Hanya perbedaan pemikiran tentang kemana mereka mesti pergi hari ini. Tapi tadi pagi bukankah mereka sangat bahagia? Iya, dia masih bahagia dengan lelakinya. Tapi kenapa harus saling berdiam diri seperti ini. Obrolan panjang tanpa arah dan merambah kemana-mana. Ditho lagi, kenapa si? Salma merasa serba salah.

Dengarkan [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang