72 Kenapa, Ron?

8.4K 543 205
                                    

Rony masih membawa kesal saat bertemu dengan Lisa, arsitek yang dipasrahi merancang desain ruang musik. Dia kesal karena Salma egois mementingkan tesisnya. Bukan, mungkin mementingkan zoom meeting-nya dengan Ditho yang membuat kesal. Rony paham kalau Salma membutuhkannya. Tapi dia tidak paham kenapa hal itu tidak ditunda Salma. Bukankah ruang musik juga sama pentingnya?

Ah, cowok itu memang pintar, benar-benar cerdas. Rony tidak tau siapa itu Adorno atau Habermas yang tadi disebutkan Salma. Pentingkah mengenal nama-nama itu? Baginya tidak penting. Yang penting bagaimana segera membangun ruang musik. Itu lebih urgent saat ini.

Rony benar-benar membutuhkannya untuk segera punya alasan untuk tidak kerja di kantor papahnya. Bukankah itu juga untuk masa depannya? Masa depan keluarganya. Bahkan bukankah itu untuk mewujudkan mimpi Salma? Kenapa Salma malah mementingkan jadwalnya untuk ngobrol dengan cowok lain? Cuma ngobrol.

Setelah sampai Rony langsung bertemu Lisa di ruang kerjanya. Berdua saja. Mereka langsung membahas ke pokok permasalahan. Permintaan revisi-revisi yang diajukan Salma. Benar memang ada kesalahpahaman mengenai budget. Rony sudah menceritakan budget mereka sebelum Salma datang waktu pertemuan pertama. Tapi rupanya yang tidak dipahami adalah itu budget untuk tahap awal, tidak untuk keseluruhan.

Hal mendasar itulah yang membuat pemangkasan ide-ide dari Salma.

Rony juga mengemukakan perihal pohon dan rancangan posisi penginapan, seperti yang diminta Salma. Lisa menjelaskan pendapatnya yang juga masuk akal. Tapi Lisa mempertimbangkan pendapat Salma, idenya menarik juga. Lisa membuat coretan-coretan di gambar yang kemarin sudah dikirimkan ke Rony.

Rony memperhatikan dengan seksama. Supaya bisa menceritakan ke perempuannya. Di tengah-tengah obrolan Salma mengirim pesan, dia membalas sekedarnya. Lalu mematikan getar di hp-nya supaya konsentrasi ke pembahasan detail rancangan. Dia benar-benar ingin yang terbaik untuk perempuannya. Juga Bumpy, calon anak mereka. Melayani chat Salma hanya akan mengaduk-aduk emosinya saat ini, mengalihkan konsentrasinya.

Selesai diskusi Rony dan Lisa masih ngobrol diluar pembahasan rancangan.

"Mestinya tadi Kak Salma ikut ya, ide-idenya sangat menarik," ujar Lisa.

"Iya, tapi dia sedang konsentrasi untuk tesisnya, mau bimbingan besok,"

"Oh, sedang S2?" tanya Lisa.

"Iya..."

Tak lama seorang perempuan menghampiri mereka di ruang kerja Lisa yang tidak bersekat itu. Seorang perempuan yang dikenal Rony juga. Tari. Perempuan tinggi semampai dengan rambut lurus sebahu yang sekarang jadi rekanan studionya.

"Hai, Ron! Kok Lo ada disini?" sapa Tari.

"Hai, ehm, gue lagi konsultasi sama Kak Lisa," jawab Rony.

"Kak Rony ini mau bikin ruang musik, seru sih idenya," terang Lisa.

"Wow! Gue nggak expect Lo berkembang gini, udah punya studio mau bikin ruang musik lagi,"

"Kalian saling kenal?" tanya Lisa, pertanyaan yang terlambat.

"Kami rekanan sekarang, management gue kerjasama sama studio dia, kami juga temen SMA,"

"Temen SMA jadi temen kerja ya?" tanya Lisa.

Rony dan Tari hanya tersenyum.

"Kalian kenal juga?" tanya Rony.

"Kak Lisa itu bestie gue pas kuliah di Singapore," ujar Tari.

"Oh," jawab Rony singkat.

"Eh, kami mau makan, di depan ada resto yang enak banget, ikut sekalian yuk, Ron?" ajak Tari.

Dengarkan [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang