"Gue minta maaf kalau ada yang salah dari gue. Terimakasih untuk acara malam ini, teman-teman," ucap Rony mengakhiri meeting setelah acara intimate show.
Rony dan teman-teman studionya sedang berada di Rumah Bujang. Seminggu terakhir sebelum intimate show rumah bujang menjadi basecamp karena lokasinya yang lebih dekat. Ada makanan dan minuman tersaji di meja panjang teras belakang. Seperti biasa ada pizza disana.
Salma tidak bergabung dalam kumpulan itu, dia menunggu di meja pantry dengan laptop terbuka di depannya. Dia tidak terlibat mengurusi acara kali ini. Dia hanya datang untuk menonton acara tadi.
Tidak seperti intimate show sebelumnya yang diakhiri penuh gelak tawa. Kali ini suasananya sedikit suram. Pun wajah Rony. Tidak sumringah. Datar, sedikit murung bahkan. Acara kali ini kurang sukses, tidak seperti sebelumnya. Wajar dalam dunia bisnis bukan? Kadang berhasil, kadang tidak. Suasana makin aneh saat Danil, Diman, Anggis dan Rahman memilih pulang terlebih dahulu. Capek katanya. Tatapan orang-orang ini sedikit menghakimi Rony.
Rony menangkupkan tangan ke wajahnya sambil menghela nafas panjang.
Setelah mengantar kepergian 4 orang yang pulang duluan sampai teras, Rony kemudian duduk di sofa depan tv. Membiarkan dua pasang temannya di teras belakang yang masih mengobrol.
Salma menyadari hal tidak mengenakan tersebut. Ia menutup laptopnya, beranjak dari duduknya, mendekati lelakinya. Dia membawa segelas lemon tea hangat yang belum lama dibuatnya. Salma memegang bahu lelakinya. Rony menoleh.
"Mau lemon tea hangat?" tawar Salma.
Rony menerima gelas itu, lalu meminumnya sedikit. Dia lalu memutar arah duduknya, bersila di atas sofa. Salma lalu duduk di depan lelakinya, di sofa yang sama. Bersila juga, memandang wajah lelakinya yang kuyu.
"The event was not as successful as expected," ungkap Rony memulai ceritanya.
"It's not bad, tho..." hibur Salma, "Acaranya udah lancar aja udah bagus banget,"
"Gue udah ngecewain anak-anak si," ungkap Rony bernada penyesalan.
"Eh?"
"Ya acara ini nggak rugi, tapi untungnya nggak seberapa juga. Gue yang ngotot acara digedein biar dapet untung lebih. Tapi kayaknya nggak sesuai ekspektasi. Venue kelihatan kosong banget kan tadi?" sesal Rony.
"Ga papa, Ron. Jadi pengalaman,"
"Kalau gue nggak maksa buat pakai venue lebih gede atau panggung lebih gede, untungnya bisa lebih gede," Rony masih menyalahkan dirinya sendiri.
Salma menggenggam tangan lelakinya. Dia hanya mendengarkan. Ya... lelakinya tidak butuh digurui, hanya butuh didengarkan.
"Sebulan pertama gue sibuk meyakinkan mereka buat bikin event gede, sampai gue mengesampingkan rencana pernikahan kita. Tapi hasilnya kek gini. Gue kek yang egois banget. Tadi Danil sampai ngomong, jangan-jangan karena rencana kita buat bikin ruang musik,"
Salma sekarang lebih paham, alasan kenapa sebulan pertama setelah lamaran Rony malah tidak membahas apa-apa mengenai pernikahan.
"Eh, kok dibawa-bawa, tujuan Lo kali ini kan buat simpanan studio kan, biar bisa gerak buat personal?" Salma memastikan.
"Iya, tapi kayaknya gue terlalu ambisius, cara gue juga mungkin salah. Perhitungan gue meleset. Novia udah ngingetin berkali-kali, malah ga gue dengerin..." Rony benar-benar menyesal.
"Ron..." Salma mengusap lengan lelakinya.
"Gue merasa bersalah sama mereka, mau untung malah buntung, udah lebih capek. Duitnya abis lebih banyak, dapetnya nggak seberapa. Publik juga bakal menilai, ini jadi track record gue, Sa..."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dengarkan [end]
FanfictionCerita sekuel dari 'Katakan: karena sebuah cerita berawal dari sebuah kata Meraih cinta itu mudah, tidak semudah itu memang. Mungkin tampak lebih mudah karena memiliki pembanding, mempertahankannya. Rony dan Salma sudah bertemu cinta. Keduanya salin...