Ekstra part: JADWAL

4.1K 427 333
                                    

Salma menutup laptopnya dengan tergesa saat melihat jam yang tertera di sudut layar laptopnya itu. 10.35, pagi menjelang siang. Dia buru-buru ke lantai dua untuk berganti pakaian, meninggalkan laptop itu tergeletak di meja makan depan pantry. Dia terlambat. Terlalu asyik dengan laptopnya.

Salma berjalan dengan cepat saat sudah kembali di lantai dasar. Mengambil totebag di sebelah laptop, lalu menyambar kunci mobil yang tercantol di dinding, berderet bersama kunci kendaraan yang lain. Dia kembali berjalan cepat menuju garasi, menyalakan mobil hitam yang terparkir di sana. Memanaskannya sebentar sambil dia membuka pintu garasi, melipat daun pintu itu ke kanan dan ke kiri.

Mbak Sri yang sedang mencabut rumput di halaman rumah kemudian beranjak, bergegas membukakan gerbang saat melihat Salma membuka pintu garasi. Otomatis tanpa diminta.

Lalu Salma mengeluarkan mobil hitam milik suaminya. Bukan, milik mereka bersama. Dia membuka jendela saat mobil itu melewati Mbak Sri. Salma berujar dengan cepat, "Mbak saya jemput Bumpy dulu."

Salma tidak mendengar sahutan dari Mbak Sri, sangking tergesanya. Dia sudah terlambat dari jadwal seharusnya menjemput Jati sekolah. Iya, bocag itu sudah masuk sekolah TK. Kelasnya berakhir pukul 11.00. Jarak dari sekolah Jati ke rumah mereka ditempuh sekitar 30 menit. Sudah pasti Salma terlambat barang 10-15 menit. Salma berharap jalanan Jakarta bersahabat padanya kali ini.

Setelah Jati bersekolah dengan jadwal yang teratur, Salma pikir akan memiliki waktu luang untuk dirinya sendiri. Pikirannya tidak salah. Jati sekolah dari jam 7.30 sampai pukul 11.00. Jadwal Jati beberapa jam di sekolah itu membuat Salma punya waktu untuk melakukan hal lain yang untuk dirinya sendiri.

Tapi pada kenyataannya, pemikiran itu rupanya kurang tepat. Jadwal Jati tetaplah jadwal bocah itu, bukan jadwal Salma. Seperti saat Salma asyik dengan laptopnya tadi, tiba-tiba harus menjemput anaknya. Sedikit merusak moodnya.

Salma sedikit kesal. Dia sedang mengejar deadline membuat tulisan mengenai perkembangan musik indie. Sebuah media memintanya menulis tentang itu. Media itu tahu kalau Salma sebagai musisi juga penulis, akan memberikan sudut pandang yang bernas. Lengkap dan seimbang antara praktik dan teori. Salma memikirkan bagaimana penyebutan indie yang sudah bergeser. Mereka yang menyebut diri sebagai indie, melepaskan diri dari industri musik, tapi sesungguhnya masuk dalam gelombang 'industri' juga, hanya saja arusnya berbeda.

Sayangnya ide yang sudah terkumpul di kepalanya, harus menggantung, ditunda untuk dituangkan dalam tulisan karena jadwal lain. Menjemput anaknya.

Seorang guru di sekolah Jati langsung memanggilkan bocah itu saat Salma sudah sampai di parkiran sekolah. Kemudian terlihat Jati digandeng gurunya berjalan ke arah Salma. Saat sudah melihat bundanya, bocah itu melepas gandengan tangan gurunya, berlari ke arah Salma. Salma menyambut dengan pelukan.

"Bubu!!! Why are you so late?" Gerutu Jati di pelukan Bundanya.

"Sorry..." ucap Salma tidak memberikan penjelasan. Mengambil alih tas yang ada di punggung bocah itu dan juga botol minum yang dipegangnya. "Ayok salam dulu sama Ibu Umi," ujar Salma menyebut nama guru Jati, memberi bocah itu perintah.

Jati menurut, berbalik ke arah gurunya, mencium tangan gurunya itu, berpamitan. Kemudian kembali ke arah bundanya yang sudah membukakan pintu mobil. Jati masuk, duduk di car seat-nya. Salma memasangkan seatbelt-nya. Kemudian Salma memberikan senyum dan sapaan singkat sebelum duduk di balik kemudi.

"Bubu, i waited soooo loooong," ujar Jati dengan intonasi yang dipanjang-panjangkan. Lebay, pikir Salma. Tapi tidak membuatnya kesal, karena lucu.

"Sorry, Bump. Bubu ada kerjaan," ucap Salma menjelaskan. Bocah itu hanya diam, tanda paham. Kemudian Salma yang bertanya, "Tadi ngapain aja di sekolah?"

Dengarkan [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang