62 Boundaries

9.1K 553 189
                                        

Salma membuka gorden di depan tempat tidur, kemudian membuka pintu geser kaca berangka biru. Dia membawa segelas teh, lalu keluar ke teras, menikmati pemandangan tepi pantai Utara Bali yang tenang. Dia duduk di bangku dengan beberapa bantal berwarna biru tosca. Memeluk kakinya. Dia masih bingung mencerna kejadian semalam.

Apa lelakinya tersinggung dengan ucapannya? Apa yang salah dengan ucapannya? Dia semalam sedang menulis, mencatat untuk data tesisnya sebelum ia malas dan terlupa. Tapi lelakinya malah mengajaknya bercinta, bukankah itu mengganggunya. Pantas saja kan kalau Salma kesal dan berkata kasar? Rony ngambek gara-gara itu, bahkan semalam Salma harus tidur tanpa pelukan.

Salma pernah mendengar kalau menolak ajakan suami itu berdosa bahkan malaikat melaknat seorang istri sampai pagi tiba. Bukan itu saja. Kebaikannya juga tidak diterima. Iya kalau menolak ajakannya malam-malam, kalau ngajaknya pagi-pagi? Apa tidak dihitung karena langsung ketemu pagi? Apa hitungannya jadi 24jam? Kalau begitu sial sekali jadi perempuan. Masa dosa-pahala hitungannya begitu? Salma merenung ditemani semilir angin pantai.

Rony menggeliat di tempat tidur ketika cahaya matahari semakin membuat matanya yang terpejam silau. Kebiasaan Salma yang melekat di pagi hari membuatnya terbiasa mencari kalau tak ada. Di sebelahnya juga sudah tidak ada. Melihat pintu yang terbuka ia tahu kalau perempuannya sudah terbangun. Rony meregangkan tubuhnya. Dia teringat kekesalannya tadi malam. Dia hanya mendengus, malam terakhirnya di pulau Bali terlewati begitu saja. Malah dibumbui rasa kesal.

Rony beranjak dari tidurnya, langsung menuju kamar mandi. Setelahnya dia keluar kamar, mendapati Salma yang sedang memeluk kakinya di bangku panjang dan memandang lautan lepas. Rony mendekat, duduk di sebelahnya, belum mengeluarkan suara. Rony ikut memandang lautan lepas.

Salma memandang lelakinya penuh selidik. Masih ngambek atau tidak? Melihat Rony yang tidak semesra biasanya, bahkan tanpa menanyakan enak tidak tidurnya semalam tadi membuat Salma menyimpulkan kalau lelakinya masih kesal. Kali ini Salma harus terpaksa menyerah kalau malaikat masih melaknatnya.

Tiba-tiba Rony meraih gelas teh hangat di tangan Salma dalam diam. Lalu meminumnya. Setelahnya ia menyerahkan kembali gelas itu ke tangan perempuannya. Salma pun diam saja. Sampai Rony memalingkan wajahnya dan mendapati Salma yang sedari tadi memperhatikannya.

"Apa?!" tanya ketus Salma, jadi suara pertama diantara mereka.

"Jutek amat,"

"Ngaca!"

"Hish, gue masih kesel,"

"Gue juga kesel," ungkap Salma, Rony menatap perempuannya karena pernyataannya.

"Bukannya dirayu suaminya biar ga kesel, malah kesel balik,"

"Lah?"

"Dosa tau nolak ajakan suami," ujar Rony.

'Tuh kan, bawa-bawa dosa itu,' batin Salma.

"Giliran soal itu aja bawa-bawa dosa. Kalau maksa istri ga inget tuh dosa," tukas Salma.

Rony mendengus, perempuannya selalu punya alasan untuk membalikkan keadaan.

"Ya siapa yang ga kesel, kemarin dimarahi karena nggak ngomong, dibilang maksa. Semalam udah ngomong baik-baik, ditolak. Mau Lo apa sih? Malah ngatain otak gue,"

"Ya liat-liat dong, gue lagi ngapain," ucap Salma ketus.

"Ya kan bisa ditunda dulu, dikerjain besoknya juga gada yang marahin,"

"Emang ajakan Lo juga nggak bisa ditunda?"

"Semalam tu malam terakhir kita disini, ngerusak momen aja," ungkap Rony kesal.

Dengarkan [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang