78 Sebuah Nama

14.8K 814 566
                                    

"Sa!!!"

Rony menyebut nama perempuannya sangat keras, dia menangis. Banyak bacaan yang menganjurkan proses kelahiran tanpa teriakan, tanpa tangisan. Tapi mereka manusia. Ada hal-hal yang tidak bisa sesuai kehendak.

Maya keluar kamar, sepertinya mau meminta David menyiapkan mobil, untuk kemungkinan buruk.

"Sa... tolong..." diusapnya kening perempuannya yang penuh keringat.

"Sa, sayang... buka mata, Sa!" Rony mengusap punggung tangan perempuannya berkali-kali.

"Sa... berantem lagi yok? Gue janji nggak akan pergi lagi kalau kita berantem. Yok... jangan gini, Sa,"

Rony mencium kening perempuannya. Rony menyesali keputusannya mengijinkan Salma memilih melahirkan di rumah, meski semua hasil pemeriksaan tes kesehatan, laboratorium dan USG terakhir memberikan hasil yang baik semua. Tapi tidak ada yang tahu kemana takdir mengajak pergi.

"Ayo kita ribut, Sa! Debat lagi sama gue, Sa!" ucap Rony menggenggam erat tangan Salma.

"Ayolah, Sa..."

Rony terus meracau, berusaha membuat perempuannya kembali teriak, menangis, atau sekedar membuka matanya. Amy mengecek detak jantung Salma. Mengukur tensinya.

Rony beralih ke perut Salma yang besar.

"Bumpy, sayang... anak baik. Bantu bunda sayang... ayok, Kamu bisa... ayah pengen cepat ketemu. Ayah percaya sama Kamu, Bumpy..." ucap Rony pada perut perempuannya. Hal yang terlupa karena paniknya, mengajak Bumpy bicara. Diciumnya perut itu dengan penuh harap, penuh air mata.

"Bumpy bantu Bunda ya, nanti kita makan fuyunghai," ucap Rony memaksa tersenyum dengan air mata terus mengalir.

Salma tiba-tiba mengeratkan genggaman tangannya, kontraksinya makin menjadi. Rasa sakitnya menjalar dari tulang punggung sampai ke tulang sulbi-nya.

"Eenngggh...!!!!" erangnya dengan rahang yang dieratkan juga.

Rony kembali mendekat ke kepala Salma.

"Sa... Sa... gue tau Lo udah berjuang maksimal, sedikit lagi, Sa..."

"Sa, gue sayang sama Lo, gue percaya sama Lo, Sa... gue tau Lo nggak akan ninggalin gue," ucap Rony di dekat telinga perempuannya.

"Sedikit lagi, Sa... sedikit lagi... gue mohon..." ucap Rony memandang wajah perempuannya yang mengkerut menahan sakit.

"Enngnghh...!!!"

"Sayang Kamu, Sa..." ucap Rony, kemudian dia meniup ubun-ubun perempuannya, memberinya tenang.

'Semesta, kumohon....'

Rony mendekap erat perempuannya yang menggenggam tangannya sampai membuatnya sakit.

"Roooonnnn!!!! Aaaaangggghhh.....!" teriak Salma lebih panjang.

"Ayo Mbak, ini kepalanya sudah kelihatan,"

Salma terengah-engah menarik nafasnya, mengingat cara bernafas yang benar, yang sudah dipelajarinya selama hamil.

'gue percaya tubuh gue, gue percaya Bumpy lagi cari jalan keluarnya, gue percaya Rony sayang sama gue, sayang Bumpy...'

"Eeenngngghhh......!!!" erang Salma bersamaan datangnya kontraksi yang tidak terkira rasanya.

Suara tangis bayi pecah, bersama pecahnya air ketuban.

Seorang bayi lelaki hadir di muka bumi dengan selamat, Amy langsung meletakkan si jabang bayi ke dada ibunya, menginisiasi menyusu dini.

Salma merasa seperti melayang. Dia menata nafasnya yang terengah. Memegang bayinya pelan.

Dengarkan [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang