47 Idol and Idol-life

8.5K 372 279
                                    

02112023

Dear Readers,

Maaf kalau notifikasi kalian di part ini bukan berisi cerita Sa sama Ron. Mereka masih jalan dari Paiton ke Banyuwangi. Kalau mau baca ini, tolong baca dengan pikiran yang terbuka, seterbuka-terbukanya, seluasnya. Kalau enggak bisa, silahkan skip saja. Iki mung sambatan.

"Jangan pernah menghina sebuah band dengan sebutan medioker. Karena Kamu tidak tahu seberapa besar pengaruh band itu bagi seseorang," kata Rani menceramahi saya malam itu.

Begitu paragraf pertama tulisan berjudul 'Cinta Pertama dari Antah Berantah' di buku Nice Boys Don't Write Rock n Roll. Iya, buku Obsesi Busuk itu. Segitunya pengaruh idola. Seperti Joko Anwar yang selamat dari suicide, karena denger lagunya Elvis Costello saat di ujung mautnya. Pun, banyak cerita serupa.

Begitulah denganku, segitunya pengaruh idola bikin aku berani nulis wattpad, terimakasih dengan sangat buat idolaku atas ini. Aku bertemu dengan banyak orang baru, merasakan banyak pengalaman baru juga.

Namun sepertinya aku juga mau mengaku kalau aku terpengaruh 'kejadian luar biasa' (KLB) beberapa waktu yang lalu. I've set my boundaries, jadi sebenarnya nggak terlalu ngefek sama real life-ku. Tapi untuk alter-life-ku, rupanya terpengaruh juga. Iya, ini sebuah pengakuan.

Tadinya aku pikir bisa jadi jagoan nemenin disaat-saat kek gini. Tapi rupanya aku salah. Aku tidak mengalami writer's block, aku masih bisa nulis, tapi aku ga dapet feeling-nya itu lho... hew, ini masuk writers block nggak?

Sorry, it's just an excuse...

Aku nggak teralihkan oleh penyebab huru-haranya, tapi aku malah ke-distract buat menganalisis after effect-nya.

B.a.n.g.s.a.t! maaf aku misuhi otakku sendiri yang milih gitu, biar lega, katanya...

Aku mau berbagi (red: curhat) apa yang ada di pikiranku, boleh ya? Kali aja bisa berguna, kalau nggak berguna lagi-lagi ku bilang, skip aja. Ini aku nulis biar nggak jadi onggokan di kepalaku aja. Hehe, maaf (lagi).

Pertama, aku abis baca artikel di buku Budaya Populer di Indonesia: Mencairnya Identitas Pasca Orde baru. Mungkin aku mulai dengan cerita mengenai istilah selebriti yang rupanya berbeda dengan bintang. Selebriti itu adalah orang yang mudah dikenali banyak orang dan dari berbagai latar belakang. Berbeda dengan bintang yang artinya orang yang terbaik di bidangnya. Kek bintang sepak bola, karena skill-nya.

Nah, Indonesian Idol ini menurutku kek gabungan keduanya. Bentuknya kompetisi, tapi penentuan pemenang dari polling yang ditentukan masyarakat luas, yang banyak banget variabel penilaiannya. Ini yang menarik karena dapat dari dua-duanya. Jadi idola jenis baru.

Bagaimana kemudian Indonesian Idol mencetak Idola jenis baru, sekaligus juga melahirkan penggemar jenis baru. Ehm, disini sebenarnya ada perbedaan istilah antara penonton dan penggemar. Kalau penonton ya cuma nonton. Kalau penggemar, ada effort lebih untuk idolanya.

Sistem polling ini membuat penggemar melakukan lebih untuk para idol. Terjemahan dari Bahasa Inggris, 'fan', dari bahasa Latin fanaticus yang artinya 'bagian dari kuil suci', penyembah. Kalau penonton itu pasif, interaksi polling ini jadi interaktif. Tidak hanya ditentukan oleh si pembuat program tapi demand masyarakat juga diperhitungkan. Penonton menjadi aktif.

Disini jadi ada ruang negosiasi tarik ulur enkode/dekode (memberikan pesan dan menerima pesan) antara pembuat program dan penonton aktif. Penggemar terlibat dalam penentuannya. Demand penonton menjadi salah satu faktor tolak ukur yang diperhitungkan suatu program.

Dengarkan [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang