"CALISTA, GAWATTTTT.......!!!"
Suara teriakkan Gema tiba-tiba terdengar begitu lantang dan membuat Calista dan ketiga sahabatnya dibuat kaget. Laki-laki berpostur sedikit gemuk itu membuka kasar pintu ruangan Calista dengan memasang wajah yang begitu tegang. Ada apa ini, pikir Calista.
"Kak Gema! Apaan sih, dateng-dateng teriak kayak gitu?!" sungut Queen emosi.
"Tau nih. Lagian gawat-gawat, emang gawat apanya sih?!" sahut Nana.
Gema menyegir bak kuda balap. "Heheheh sorry." katanya.
"Ada apa kak?" tanya Calista.
Gema mendekat pada Calista. "Gawat Cal, gawat." katanya lagi.
"Gawat apanya?" Calista mengerutkan dahi.
"Gawat, Rayen kangen sama lo."
Sudahlah. Wajah Calista seketika berubah datar, benar-benar datar tak berekspresi. Tapi, ketiga sahabatnya justru tercengang dan melongo. Benarkah Rayen merindukan seorang Calista?
"Kak, lo beneran?!" kaget Queen.
"BOHONG!"
Dari arah depan pintu, sudah ada Rayen bersama Rey, Alvaro dan Nathan yang baru saja sampai di ruangan kamar inap Calista. Suara lantang itu tadi keluar dari mulut Rayen. Wajah cowo itu memerah padam dan rahangnya yang terlihat mengerang menahan amarah, sebelum akhirnya melangkah mendekati Gema.
"Lo gak usah cari masalah sama gue!" serunya.
"Lah, tapi tadi lo ngomong kalau lo kangen Calista?" ucap Gema bermuka polos.
"Gak ada, jingan."
"Jadi lo kangen siapa?" tanya Gema.
"Gak ada."
"Oh.... jangan-jangan lo kangen Shelfa?!" Rayen spontan menutup mulut Gema menggunakan tangan kanannya. Sekarang Gema benar-benar keterlaluan, hampir seua privasi Rayen dibukanya.
"Shelfa? Siapa dia? Pacar kak Rayen?" Calista bertanya-tanya dalam hatinya ketika mendengar nama Shelfa dari mulut Gema.
"Lo berisik banget anjing!" umpat Rayen.
"Siapa Shelfa?" tanya Nana spontan karena seingatnya ia tak memiliki teman bernama Shelfa.
"Gak usah dibahas. Gema emang gak jelas anaknya." ujar Rey.
•••
Calista menatap kosong ke arah luar jendela rumah sakit, dimana diluar sana, langit telah menunjukkan warna gelapnya dan adanya sebuah bulan yang menyinari gelapnya malam. Pikirannya berkelana kemana-mana, memikirkan masalah di kehidupannya dan ditambah lagi dengan dirinya yang masih penasaran dengan siapa Shelfa itu?
Shelfa. Nama itu berhasil menghantuinya. Kalau boleh jujur, dadanya terasa sesak ketika mengingat nama itu. Apa hubungan Shelfa dengan Rayen? Apakah mereka memiliki hubungan spesial? Tetapi, kenapa dia mengkhawatirkan itu? Lagian, dirinya sama sekali tak ada hubungan dengan Rayen. Seharusnya ini bukan masalah besar baginya ketika mendengar nama Shelfa itu keluar dari mulut Gema.
Pandangan Calista kini berubah mengarah pada langit-langit rumah sakit di ruangannya. Pikirannya sekarangtertuju pada sang ibunda.
"Kalau ada mamah, gue pasti gak akan kesepian sekarang." Calista tersenyum tipis seraya membayangkan adanya kehadiran sang Mama di sisinya.
"Semenjak ada mamah Karina.... hidup gue berubah drastis, senyuman gue fake semua. Gue menderita, gue sengsara, gue tertekan, mental gue lemah."
"Kenapa kehidupan gue gak seberuntung orang-orang? Mereka bisa bahagia bareng mamahnya, mereka bisa cerita semua masalah mereka ke mamahnya, mereka punya pendengar setia, mereka punya teman main di rumah, mereka punya mamah yang selalu masakin dan siapin bekal setiap paginya. Gue kan juga mau."
"Apa gue harus ikut mamah ke pangkuan Tuhan? Biar gue punya mamah lagi."
"Gue gak mau mamah sambung...." lanjutnya dengan suara yang semakin rendah.
CEKLEK...
Rayen melangkah keluar dari dalam kamar mandi, setelah selesai berganti baju sekolah menjadi baju biru polos dengan lengan yang pendek dan celana jeans putih panjang. Matanya langsung tertuju pada Calista yang diam mematung di atas ranjang rumah sakit.
Malam ini, Rayen akan menjaga Calista karena berhubung besok libur. Cowo itu tak memiliki alasan untuk menolak menjaga Calista.
"Ngelamun mulu. Bisa stress lo kalau kebanyakan ngelamun." ujar Rayen berjalan menuju sofa.
"Berisik!" sungut Calista yag menatap sinis Rayen. Mata gadis itu mengedar, mengikuti arah gerak Rayen.
Rayen mendaratkan pantatnya di atas sofa dan menaruh baju seragamnya ke dalam tas, kemudian dia beralih memainkan ponsel.
"Tidur. Jangan liatin gue mulu." seru Rayen yang sadar akan tatapan Calista yang mengarah padanya.
Calista yang mendengar itu langsung membuang wajahnya ke sembarang arah. Tak dipungkiri, sekitar 89% Calista senang bisa dijaga oleh Rayen. Tetapi, dia tak memiliki alasan yang jelas mengapa bisa senang di jaga oleh cowo tampan itu?
Berbeda dengan Rayen yang kini masih tak habis pikir dengan teman-temannya yang memasukkan baju rumah untuknya ke dalam tas. Tak tahu entah kapan Rey, Gema, Alvaro dan Nathan mengambil baju dan tasnya. Benar-benar sangat mengesalkan sekali mereka, pikir Rayen.
"Hallo..." Rayen menerima telepon dari seseorang.
"..."
"Di rumah sakit, bun."
"..."
"Engga bun, bukan Rayen yang sakit, tapi temen Rayen. Bunda tenang aja, Rayen sehat-sehat aja kok."
"..."
"Iya bener bun, Rayen sehat kok disini."
"..."
"Udah bun. Bunda udah makan belum?"
"..."
"Oh bagus lah. Jadi, kapan pulang ke Indo, bun?"
"..."
"Masih lama. Kirain bentar lagi. Tapi nanti kalau mau pulang, kabari Rayen ya, biar Rayen jemput."
"..."
"Ayah gimana kabarnya, bun?"
"..."
"Kirim salam buat ayah ya, bun."
"..."
"Iya bun, Oke bunda, bunda sama ayah disana hati-hati ya. Jangan mikriin Rayen, Rayen baik-baik aja disini."
"..."
"Iya bun, nanti Rayen cek rekening."
"..."
"Wa'alaikumsalam..."
Sambungan telepon di akhiri oleh kedua belah pihak. Selama telepon berlangsung, Calista menjadi saksi bisu perbincangan antara Rayen dan Bundanya. Yang bisa dia lakukan hanya diam dan tersenyum. Terlihat begitu bahagia sekali Rayen bercerita dengan Bundanya, berbeda dengan dirinya yang tak punya sesosok Ibu.
Rayen menyimpan handphonenya di dalam saku celana sembari bangun dari duduk sofanya. "Gue mau keluar sebentar, lo ada mau nitip gak?" ucap Rayen.
Calista bergeleng. "Bener gak ada?" tanya Rayen yang dibalas anggukan oleh Calista.
"Hmmm oke. Lo baik-baik disini, kalau ada apa-apa telpon gue."
"Lo ngejek gue apa gimana?!" seru Calista yang merasa dirinya di sindir tak memiliki handphone.
"Oh iya gue lupa. Sorry..." kata Rayen yang ingat cerita soal handphone Calista.
"Udah, intinya gue bentar aja. Lo baik-baik disini." lanjut Rayen sebelum akhirnya berjalan keluar kamar Calista.
Calista tak menjawab. Dia hanya diam dan menaikkan dua alisnya kemudian kembali melanjutkan merangkai alur kehidupannya dalam pikiran.
"Mamah... Calista kangen..."
•••
Tanggapan kalian di part ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
FIVE RICH BOY
Teen FictionMelihat kedatangan mobil mewah dan motor sport setiap paginya sudah menjadi hal biasa di mata anak-anak Exavier Hight School. 5 remaja cowo tampan menjadi satu-satunya murid famous di sekolah dan banyak memiliki penggemar. Namun, satu di antaranya m...