53. Sakit

687 44 38
                                    

"Arrrggghhhhh.....!!!"

Nyaring suara teriakan itu keluar dari mulut Rayen. Siang menjelang sore ini, hamparan danau dan sejuknya angin menjadi saksi bisu kehancuran pemuda tampan itu. Setelah berhasil keluar dari rumah, anak semata wayang Nilam itu pergi mengunjungi sebuah danau yang terbilang cukup sepi, mampu membuatnya untuk menyembunyikan suara erangan yang tak sanggup lagi dia tahan.

Rayen mengerang prustasi di pinggir danau yang tenang itu. Langit yang seketika berubah menjadi gelap, seakan-akan ikut merasakan kesedihan cowo itu. Rambut yang semula rapi, kini terlihat berantakan karena Rayen terus saja menjambak dan mengacak-acak dengan tangannya sendiri. Tak mampu lagi Rayen mengekspresikan wajah bahagianya sekarang.

"GUE GAK MAU PUTUSSSS.....!"

"GUE SAYANG SAMA LO, CALISTAAAA....!" lanjutnya mengerang keras.

"Gue sayang sama lo... gue cinta sama lo, Calista.... hiks...." Rayen bersuara lagi dengan nada rendah. Tubuhnya kini sedikit membungkuk dan kedua tangan yang bertumpu pada lutut. Isakan tangisan mulai terdengar dari remaja cowo 17 tahun itu, yang nyatanya dia menangis pecah dalam kesedihannya.

Untuk kali pertamanya seorang Rayen Andera mengeluarkan air matanya untuk seorang perempuan. Selama ini, dia sama sekali tidak memedulikan sekitar bahkan perasaan perempuan di luaran sana yang sangat menyukainya. Tetapi entah mengapa, semenjak Calista hadir di kehidupannya, membuatnya begitu sangat ingin terus berada di sisi gadis itu bahkan melindunginnya. Rayen benar-benar sudah sangat jauh jatuh ke dalam jurang cinta Calista. Berat rasanya jika hubungannya berakhir seperti ini.

"Gue mohon... balik Cal, gue butuh lo..."

"Gue janji bakal batalin semuanya, gue gak bakal ngebiarin gue nikah bukan sama lo cewenya..."

"Gue mohon Calista, balik Cal.... gue sayang sama lo..." final Rayen seraya berdiri tegak dan mengadahkan kepalanya ke atas dengan mata terpejam.

Sementara di sisi lain, pada sebuah taman mini Indah Asri. Seorang gadis dengan pakaian seragam Exavier Hight School, nampak duduk menyendiri di sebuah bangku besi panjang bersama mata yang menatap kosong ke depan serta air mata yang mengalir deras. Tentu gadis itu di temani dengan kesedihan dan kesendirian, sebab bangku yang dipilihnya lumayan cukup jauh dari jangkauan wisatawan lainnya.

"Gue kira setelah terbongkarnya perlakuan Karina dan kembalinya papah ke gue, udah buat hidup gue aman, tentram bahkan damai. Ternyata gue salah..."

"Kenapa kebahagiaan selalu gak berpihak ke gue?" lanjutnya bergumam.

"Gue cuma pengen bahagia... tapi kenapa susah banget...?"

"Kalau gue lahir cuma untuk merasakan kesengsaraan dan kesedihan, lebih baik gue gak usah lahir.... gue cape...!" isakan tangisan semakin pecah di diri gadis itu, bahkan sesekali suara segugukan terdengar jelas. Rasa sesak di dada sudah tak lagi dapat dia tahan, benar-benar terasa menyakitkan sekali.

"Kak Rayen... maafin gue. Gue rasa ini keputusan yang baik buat kita."

"Tapi asal lo tau, kak... gue sayang dan cinta banget sama lo."

"Kata almarhum mamah, kalau kita mencintai seseorang, biarkan dia bahagia dengan pilihannya sekalipun bukan kita pilihannya."

"Kalau kita bisa nerima kenyataan dan melepaskan sesuatu yang bukan ditakdirkan untuk kita, itu tandanya rasa kedewasaan diri."

"Calista harap, ini hal yang terbaik untuk kita sekarang, kak. Semoga lo bahagia sama Shelfa. Walau sakit, gue bakal nahannya kak. Gimana pun juga, Shelfa yang lebih dulu kenal lo dan bahkan hubungan perjodohan itu terjadi jauh sebelum kita kenal."

FIVE RICH BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang