Soulless

8 1 0
                                        

Gue buka pintunya, papi, Tante Ratna, dan papanya Aranda yang di depan sini.

"Jangan diterusin, Ran! Jangan menjerumuskan dirimu sendiri ke jurang yang lebih dalam!" teguran papanya Aranda. Red flag untuk hubungan kita.

"Estella, ayo pulang! Kita juga punya masalah yang harus didiskusikan!"

"Seharusnya kalian diskusi sebelum masalah ini terjadi!" balas papanya Aranda dengan nada meninggi.

"Bapak sadar dong! Yang buat kekacauan ini awalnya dari mana!" balas papi lebih emosi lagi.

"MAS! MAS! Heyy! Udah ya! Jangan makin ribut!" Tante Ratna berpindah ke tengah-tengah mereka untuk memisahkan. Gue sama Aranda di depannya gak bisa ngapa-ngapain. Udah terkuras abis energi dan perasaan kita.

"Meskipun anak Anda hamil dengan anak saya, saya gak mau anak saya punya mertua pendendam seperti Anda!" Papanya Aranda menunjuk-nunjuk muka papi dengan jari telunjuknya.

"Saya juga gak mau anak saya punya mertua yang suka merebut dan memporak-porandakan rumah tangga orang!" Papi balik menunjuk-nunjuk papanya Aranda dengan tangan yang gemetar. Oh hell, we're going to be destroyed.

"Mas udah! Aranda! Tahan papa kamu! Ella juga! Cepat pulang sebelum ada keributan lagi!" GAK USAH BANYAK BACOT LO BABI! LO YANG MENGAWALI SEMUA INI BAJINGAN!

"BERISIK!" Gue langsung pergi ke parkiran mobil kembali. Papi menyusul gue gak lama dari situ.

Gue gak mau duduk di samping papi. Jadi gue memilih untuk duduk di jok belakang, serong sama papi. Gue pake earphone biar gak denger apapun yang papi omongin di mobil.

"La." GAK DENGER GUE!

"Ella, papi tau kamu denger. Papi gak bermaksud membela diri papi atau memberikan excuse dari tingkah bejat papi. Papi cuma mau bilang kalo papi sangat amat menyesal bahkan sebelum papi lakuin ini. Papi dibutakan emosi, La! Jujur, iya papi dendam sama kamu soal keguguran Camilli itu, dan papi juga gak kalah kecewa sama apa yang ternyata diam-diam kamu lakuin di belakang papi! Kamu bohong atas semua hal! Padahal kalo kamu ngomong, everything would be okay, at least gak akan berakhir kayak gini! Kamu anak komunikasi, kenapa gak pernah menjalani komunikasi yang baik sama papi? Kita sedekat nadi loh, La! Papi gak tau kalo ternyata selama ini kamu tersiksa jadi princess papi! Kamu gak pernah ngomong, ya mana papi tau kalo diam-diam kamu gak suka. Kamu jalani itu tanpa protes ya papi kira itu fine-fine aja. Padahal kalopun kamu ngomong, pasti papi pertimbangin kok! Papi cuma punya kamu, pasti papi mau menjalani hidup yang terbaik untuk kita berdua! Kamu gak perlu selalu nurut sama papi untuk jadi anak yang membanggakan! Papi bangga atas apapun yang kamu lakuin selama itu baik, La!" Gue masih pura-pura gak denger dan terus lihat ke arah luar kaca mobil, tapi air mata gue menetes dengan sendirinya. Perasaan sedih dan bersalah gue gak bisa bohong meskipun kecewa dan sakit hati gue tetap tak tertandingi.

"Papi tau kekecewaan dan sakit hati kamu ke papi udah sebesar dunia dan seisinya, tapi papi mohon kamu jangan tinggalin papi. Papi gak papa kalo kamu gak menganggap papi ada, tapi tolong bertahan di sisi sama papi. Papi gak larang kamu ketemu sama Aranda, tapi kamu tau situasi kalian sekarang seperti apa. Keluarga Aranda sedang porak-poranda dan mereka pasti akan melarang Aranda buat komunikasi sama kamu. Kalo kamu masih berusaha untuk reach dia, papi gak larang kok. Papi malah lebih pengen kalian bertanggung jawab sama apa yang telah kalian perbuat, tapi sepertinya keluarga Aranda marah dan kecewa besar sama kalian. Aranda jadi kehilangan kesempatan buat dapet beasiswa S-2. Kamu juga kehilangan kesempatan untuk lulus cepat." Di sini gue udah gak pura-pura lagi sih, gue nangis sejadi-jadinya di jok belakang.

"You deserve to be sad and depressed. I will take you to the therapist if you need."

Gak gue respon lagi sampe kita berada di rumah. Saat masuk kamar, gue mau kunci kamarnya, tapi gak nemu kuncinya di mana! Pasti udah diambil duluan nih biar gue gak bisa kunci pintu kamar! Aahhh fuckkkk!!!

Crush with BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang