Fam Meeting

4 1 0
                                    

Sebelum pulang, gue minta maaf sekali lagi sambil berpelukan dengan ibu dekan dan ibu kaprodi.

"Kamu cukup beruntung karena cowoknya mau bertanggung jawab. Ibu juga punya anak perempuan di rumah, khawatir. Makanya ibu ketus sama kamu karena kamu terlihat gak ada penyesalan di sana, seperti hidup pada normalnya. Padahal itu masalah fatal. Nama baikmu dan mahkotamu sebagai perempuan dipertaruhkan," bisik ibu kaprodi saat memeluk gue.

"Ibu, kita menikah bukan karena tanggung jawab dari masalah video itu. Kita memang seharusnya bisa menjalani hubungan sampai pernikahan dengan sehat, tapi ternyata kita perlu membatasi diri kita sendiri. Saya 6 bulan di Finland bukan liburan, tapi saya terapi pengobatan dengan psikiater karena saya udah gak punya harapan hidup. Saya berjanji ketika balik ke Indonesia, saya ingin membuka lembaran baru. Bukan karena saya gak pernah menyesal pernah melakukan kesalahan fatal. Saking menyesalnya saya ingin menyudahi hidup, ibu." Gue menahan tangis ketika membisikkan ini ke ibu kaprodi, tapi malah ibu kaprodinya yang nangis.

"Maaf yah. Maaf kalau sikap saya malah memperburuk lembaran baru kamu. Seharusnya saya gak men-judge sesuatu yang di luar ranah saya." Jadi dia yang minta maaf wkwk.

"Iya, Ibu. Gak papa."

Sama ibu dekan cuma pelukan aja karena kita udah sering membicarakan soal masalah kemarin. Terakhir, sama Mas Hanung. Dia adalah pahlawan buat gue! Pokoknya kalo ada apa-apa, gue rela pasang badan buat Mas Hanung! Dia sebaik itu sama semua mahasiswanya!

Pulang dari kampus, gue diajak ke rumah Aranda. Karena bawa kendaraan sendiri-sendiri, jadi agak ribet ngikutinnya soalnya Aranda kan udah pindah rumah ke rumah mama papanya dan gue gak tau rumah barunya di mana. Gue bawa mobil tepat di belakang motornya Aranda biar gak nyasar.

Sesampainya di rumah Aranda, ternyata gak ada orang. Papanya kerja, mamanya juga kerja. Firasat gue udah enggak-enggak ini mah wkwk. Pantes dia ngajak ke sini. Kalo di rumah kan ada keluarga gue lengkap wkwk. Aranda langsung narik tangan gue ke kamarnya dan suruh gue duduk di pinggir kasurnya. Waduhhhh!

"Wait here! I'll find my latest article journal." Dia ke bagian penyimpanan buku, mencari-cari di antara banyaknya selipan buku.

"Got it!" Setelah menemukannya, dia kasih buku tipisnya ke gue.

"What's this?" Gue buka dan baca-baca buku tipis itu yang ternyata adalah jurnal fisik yang dicetak sama Aranda.

"That's my Q1 article journal. You can take that as a reference."

"Hell, what? Kenapa langsung Q1 yang tertinggi dan taraf internasional? Gak ada yang Sinta 1 aja gitu at least?"

"Yang namanya mimpi tuh harus setinggi-tingginya! Biar kalo gak kecapai, setidaknya udah ada di bawahnya."

"Mimpi tertinggi aku berada di bawah kamu," teased me while smiling pervert. Aranda langsung hilang fokus dan kemudian salting sendiri.

"Ah, susah nih kalo udah kayak gini." Dia muter-muter sendiri mengelilingi kamarnya HAHA!

"Haha! Apasih! Ya udah ini intinya aku disuruh baca kah?" Gue pegang artikel jurnal yang dikasih Aranda.

"Duh, dahsyat banget godaannya padahal kayak gitu doang!" HAHAHA DIA MASIH STRUGGLE SENDIRI DONG!

"HAHAH! Ya udah, maap, maap. Serius nih gue! Ini ngikutin format dari sini kah?"

"Enggak ... setiap penerbit jurnal tuh beda-beda formatnya. Intinya kamu bikin aja satu jurnal utuh. Nanti kalo mau submit ke jurnal-jurnal tertentu, tinggal adjust aja."

"Oh oke. Ajarin dong suhu gimana bikin artikel jurnal," mohon gue dengan muka menelas.

"Duh ... kalo gak ada janji sama papi sih aku minta imbalan dulu ya." HAHAHAHAHAH!

Crush with BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang