Bab 8

162 6 0
                                    

POV Lala.

Saat ini aku sedang berada di sebuah cafe mewah yang ternama di Jakarta ini. Yaa untuk menjalankan tugas ku, saat ini aku sedang menyamar sebagai pelayan. Cafe ini sedang di booking khusus untuk 2 orang tamu, dengan atas nama bu Serena, yap bener ibu Serena kakak dari Presdir PT. Future Bright. Tetapi saat ini, yang berada di sebuah cafe adalah sepasang perempuan dan lelaki muda sedang menikmati makanan yang di hidangkan pihak cafe.

Drrrtt drrtt. Handphone ku berbunyi menandakan ada pesan yang masuk, lantas segera aku cek pesan tersbut yang ternyata dari Stefan.

 "Bu, itu Hera, sekretaris dari Presdir Hakim"

Aku sungguh kaget mengetahui itu. Karna Presdir Hakim adalah Presdir ku, Presdir dari PT. Future Brught. Kenapa bisa mulai dari memesan kendaraan online sampai memesan sebuah cafe, gadis muda ini menggunakan nama ibu Serena, yaitu kakak dari Presdir Hakim. Saat ini ku lihat mereka sedang bermesraan, Hera yang tadi Stefan sebutkan sebagai sekretaris Presidr Hakim sedang bergelanyut manja di pundak sang lelaki muda itu. Lalu ku dengan lelaki muda itu meminta izin kepada Hera untuk ke toilet sebentar. Sepertinya ini saatku untuk mempertanyakan semua ini kepada Hera.

"Permisi", ku dengar Hera memanggil seseorang dan itu aku. Karena aku memang sedang menyamar sebagai pelayan cafe itu. "Boleh aku minta satu botol sampanye lagi?" minta Hera kepada ku.

Aku pun langsung menghampirinya sambil menundukkan kepala sebentar tanda hormat, "Aku Lala dari Tim Manajemen PT. Future Bright, kami mengetahui bahwa identitas yang memakai beberapa akses credit card tidak sesuai dengan identitas yang ada di data asli" ucap ku kepada Hera. Ku lihat Hera tidak merespon. "Apa hubungan mu dengan Presdir Hakim?" tanya ku langsung ke intinya.

"Dia ayahku, di antara kami masih ada anggota keluarga kan jadi seharusnya tidak masalah" responnya ketus terhadap ku.

"Yang kami tahu Presdir Hakim hanya punya seorang putra" ujar ku.

"Dia pamanku" jawab Hera lagi, masih berusaha mengelak pikirku. "Aku akan bicara dengan paman ku nanti" lanjutnya.

"     Apa kamu sekretaris Presidir Hakim, Hera kan?" tanya ku semakin to the point.

"Itu... Aku tak akan pernah melakukan ini lagi, maaf kan aku" ucapnya dengan nada bergetar sambil berusaha berlutut di hadapanku.

"Credit card itu adalah layanan tanpa pengalihan khusus, jadi untuk saat ini aku di minta untuk men stop dan akan aku laporkan kembali kepada ibu Serena, karna ia yang meminta ku untuk menyelidiki ini" aku memberitahunya tujuan atas semua ini.

"Jangan" sergahnya cepat. "Ku mohon jangan, dia pikir aku berasal dari keluarga yang sangat kaya, jika dia tahu aku berbohong, aku ngga bisa hidup tanpanya, maksud ku kekasihku yang sedang berada di toilet" cepat ia mengatakan itu kepadaku untuk meminta belas kasih.

Aku pun segera pamit "Maaf aku ngga bisa, aku harus mengikuti perintah atasan ku"

Hera memecahkan gelas, dan mengambil bagian yang tajamnya "Aku akan goreskan ini" ancamnya kepada ku dengan sebuah kaca yang sudah melukai pergelangan tangannya.

"Tolonggg" teriak ku, agar pegawai cafe yang sesungguhnya berada di cafe itu segera menghampiri kami. Syukurnya tidak lama seorang security berlari dan memberi kan pertolongan kepada Hera, aku lantas segera menelfon ambulance karena ku lihat Hera sudah kehilangan sungguh banyak darah.

"Tolong bertahanlah" ucapku ke Hera saat ia sedang dibawa menuju ambulance.

"Kamu sudah memberitahu pacarku" Hera masih sempat mempertanyakan itu padaku. "Belum" jawabku.

"Syukurlah, aku berjanji tidak akan melakukan ini lagi jadi ku mohon maafkan aku sekali ini saja" Hera masih berusaha membujuk ku agar tidak memberitahu sang pacar atas kebohongannya. Aku gak habis fikir di saat ia sedang kekurangan banyak darah pun masih terlintas di fikirannya mengenai pacarnya itu yang menurut ku hanya memandangnya melalui materi.

Aku segera meminta pihak ambulance membawanya ke rumah sakit agar segera mendapatnya penanganan.

POV Author.

Yuri kembali mengganti pakaiannya ke dalam toilet dengan pakaian yang awal ia gunakan sebelum memutuskan untuk pulang. Karena menurutnya ia tidak pantas memakai pakai yang begitu trendy itu. Helena menghampirinya ke toilet.

"Minum dulu yuk di bar depan" pinta Helena ke Yuri. Yuri pun menyetujuinya, karena ia tidak enak menolak tawaran dari rekan kerjanya itu. Mereka pun sampai di sebuah bar yang tidak terlalu ramai.

"Aku ngga pernah berfikir bahwa pelanggan yang memecahkan gelas tadi adalah anak seseorang yang penting di perusahaan kita" ujar Helena membuka obrolan dengan Yuri. "Manajer penanganan event itu dan aku memiliki pendapat bias yang sama, jadi aku bersikap munafik." ucap Helena melanjutkan.

"Kebanyakan opini berdasarkan apa yang bisa kita lihat, aku tak tahu bahwa dunia bisa sebaik ini." jawab Yuri merespon ucapan Helena dengan tatapan sedikit kosong.

"Ini kebaikan yang bisa kau beli dengan uang, tetapi tetap aja uang ngga bisa memberikan mu kebahagiaan, ibaratnya begitu haha." Ucap Helena sambil tertawa ringan.

Mereka berdua terdiam sejenak sebelum Yuri kembali membuka obrolan di antara mereka.

"Aku harus menafkahi diri sendiri sejak SMA. Untuk menghemat uang, aku memakan roti yang sudah kadaluwarsa saat bekerja paruh waktu di mini market." Yuri menceritakan pengalaman pahitnya. "Pernah aku di larikan ke UGD setelah pingsan, dokter bilang aku kurang gizi, bahkan saat itu aku khawatir gimana cara ku akan membayar biaya rumah sakit. Ini hanya pendapatku, menjadi miskin itu lebih buruk" Yuri selesai mengungkap kan isi hati dan pikirannya ke Helena. Helena menatapnya dengan perasaan sedikit iba.

Yuri dan Helena pun seegra berpisah dari bar. Yuri berjalan menuju toko kosmetik yang ada di pinggir jalan raya. Lantas ia mencoba memakai lipstik berwarna merah menyala yang ia sapukan ke bibirnya.

"Kamu sangat cocok memakainya mba" ucap pelayan toko yang menghampiri Yuri dan memuji penampilan Yuri yang sedang menggunakan lipstik berwarna merah menyala itu. Karena ucapan dari pelayan toko itu, Yuri pun memutuskan untuk membelinya. Karena menurutnya benar kata Helena, bahwa Pakaian Bagus Itu Adalah Cermin Dari Sebuah Kepribadian".

Sedangkan Helena terlihat memasuki sebuah hotel. Ia hendak menginap di hotel untuk malam ini.

"Mohon maaf, tapi kartu ini telah di bekikan, apa kamu punya kartu lain mba?" ucap resepsionis hotel kepada Helena yang ingin memesan satu ruang kamar.

"Dibekukan?" tanya Helena tidak percaya. "Coba mba dengan kartu yang ini" pinta Helena kepada sang resepsionis sambil memerikan satu buah kartu yang baru saja ia keluarkan dari dompetnya.

"Maaf, tapi yang ini juga di bekukan mba" ucap resepsionis itu kembali setelah mencoba kartu ke dua Helena.

Orang Ketiga Dalam Rumah TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang