Bab 59

41 4 0
                                    

Lala duduk di depan cermin meja rias yang berada di dalam kamar tidurnya. Ia akan melakukan ritual menggunakan skincare sebelum tidur.

Saat hendak mengoleskan krim malam di wajahnya, ia teringat kembali dengan Yona. Apa dirinya saat ini terlihat tidak menarik lagi karena usianya yang sudah hampir memasuki kepala tiga. Apa itu yang membuat Dewa mengkhianati pernikahaan mereka.

Teringat kembali percakapan Rina dengan Yona tadi saat di kantin pada jam makan siang. Rina mengatakan dengan jelas kalau Yona terlihat semakin cantik dan itu kemungkinan karna Yona saat ini jauh lebih muda ketimbang mereka. Dan saat itu juga pandangan mata Yona dan Lala bertemu satu sama lain.

*****

Siang ini Rangga memanggil Yona untuk menemuinya di dalam ruangan kerja pribadinya.

"Duduk lah", perintah Rangga ke Yona.

"Aku sudah memastikan ke Dewa, kalau hubungan di antara kalian sudah berakhir. Tapi ku rasa aku harus memastikannya juga dengan mu. Apa itu benar kalau hubungan kalian sudah berakhir?", tanya Rangga yang di jawab dengan anggukan kepala saja oleh Yona.

"Bagus lah, memang itu yang seharusnya kamu lakukan", Rangga tersenyum mengetahui itu. "Keadaan saat ini sedang tidak baik. Aku tidak bisa mengambil resiko skandal perselingkuhan lain antara kamu dan dia", ucap Rangga.

"Dia akan berpisah, dengan bu Lala", ucap Yona yakin ke Rangga.

"Yona. Apa maksudmu?", tanya Rangga terkejut dan tidak yakin kalau ucapan Yona barusan seperti mengarah kalau Yona tetap akan memperjuangkan hubungannya dengan Dewa.

Drrtt drrtt

Terdengar suara panggilan masuk dari HP Yona saat ia hendak akan melanjutkan ucapannya. Tetapi ia lebih memilih melihat terlebih dahulu siapa yang menelfonnya saat ini.

Tampak tulisan "Rumah Sakit Ibu" menghubunginya. Dengan cemas ia meminta izin untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Boleh aku angkat terlebih dahulu panggilan ini Pak?", khawatir terjadi sesuatu dengan ibunya. Rangga pun mengizinkannya.

"Halo?", Yona langsung menjawab panggilan tersebut, sedangkan Rangga pasrah menunda percakapan pentingnya itu dengan Yona.

"Apa?", terlihat jelas dari raut wajah Yona yang panik.

*****

Teman - teman kantor beserta kerabat Yona menghadiri rumah duka ibunya.

"Kami sudah mengurus semuanya. Beri tahu aku jika kamu butuh hal lain. Pak Rangga sudah menyuruhku untuk membantu anda", ucap asisten pak Rangga ke Yona.

Saat seluruh pelayat sudah pulang, Yona merasa kesepian berada sendirian. Ia pun mencoba menghubungi Dewa. Saat ini ia sangat butuh kehadiran pria yang sampai saat ini masih sangat ia cintai itu.

Di tempat lain, Dewa yang baru saja sampai rumah setelah menghadiri acara pemakaman ibunya Yona, melihat panggilan masuk dari Yona. Ia memilih mengabaikannya saja. Tetapi Yona tidak berhenti menghubunginya. Membuat mau tidak mau Dewa pun mengangkat panggilan itu.

"Ada apa?", jawabnya. Dari sebrang telfon hanya terdengar suara tangis Yona.

*****

Di dalam kamar, Lala kembali memandangi selembar kertas yang bertuliskan pengajuan perceraian Lala dan Dewa. Ia sudah bertekad memberikannya ke Dewa malam ini juga. Terdengar suara bel dari arah pintu depan. Lala pun menyimpan kembali kertas itu dan berjalan untuk membuka kan pintu.

"Ada apa?", tanya Lala saat ia dan Dewa sudah duduk di sofa ruangan tamu.

"Setelah hari itu, kami tidak pernah bicara", ucap Dewa sambil menatap mata Lala. Lala menghembuskan pelan nafasnya.

"Kenapa kamu melakukan itu?", tanyanya memastikan. "Kenapa kamu melakukannya?", ulang Lala karena tidak mendapatkan respon dari Dewa.

"Setelah kehilangan bayi kita, kita memang kesulitan. Tapi ini baru setahun. Kamu tidak bisa menahan diri hanya karena menderita setahun?", ucap Lala yang kembali tersulut emosi mengingat kepedihan kehilangan bayi mereka.

"Itu bukan 'hanya' apa - apa. Bukan sekedar setahun. Aku menderita ketika anak kita meninggal. Aku juga bisa menderita. Aku juga bisa muak", ucap Dewa.

"Jadi karna itu kamu berselingkuh? Karna aku membuat mu tidak bahagia?", tanya Lala tajam.

"Maksud ku. itu juga tidak mudah bagi ku. Aku menunggu. Bukan agar kamu baik - baik saja. Aku menunggu kita berdua pulih agar bisa mengatasinya bersama. Tapi kamu tidak ingin berurusan dengan ku. Itu juga masa - masa terburuk bagi ku. Kamu tidak ada", Dewa mengucapkan dengan bergetar.

"Seharusnya kamu memberitahu ku", potong Lala. "Kamu seharusnya bilang bahwa kamu juga menderita", Lala suda sedikit menaikkan nada bicaranya akibat airmata yang sudah mengalir ke pipinya.

"Mana bisa jika kamu seperti ada dan tiada", balas Dewa menyanggah langsung ucapan Lala. "Jika aku juga kesulitan, kita berdua akan hancur", bentak Dewa lagi.

"Kamu menyedihkan. Kamu hanya menghindari situasi. Kamu menjauh karena tida ingin menghadapinya", balas Lala.

"Kamu tidak tahu bagaimana rasanya bagiku saat itu. Hati ku juga hancur berkeping - keping, tapi aku menahan kesedihan ku dan bertahan setiap hari", Dewa semakin merasakan sakit mengingat saat dimana ia kehilangan anak mereka.

"Lalu? Keberadaan ku membuat mu sesak? Dan dia udara yang membantu mu bernapas?", dengan seulas senyum yang di paksa kan Lala mengucapkan itu, beda dengan Dewa yang langsung memalingkan wajahnya dan membuang kasar nafasnya.

"Kenapa kamu kembali padaku?", tanya Lala.

"Karena aku ingin mengambil kembali milikku yaitu kamu. Aku tahu sikap ku brengsek. Tapi akan ku ambil kembali jika aku bisa. Saat kamu meminta ku untuk mempertahan kan mu, aku ingin mengambil kesempatan itu", ucap Dewa sungguh - sungguh sambil menatap mata Lala.

"Tunggu", mendengar itu membuat hati Lala sedikit goyah. "Tapi kamu hanya kembali padaku karena aku mempertahankan mu?", ucap Lala bergetar.

"Bukan begitu maksud ku", ucap Dewa sedikit frustrasi akan kesalahpahaman Lala. Ia pun menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya dengan kasar lalu menundukkan kepalanya.

"Bertemu dengan mu, adalah hal yang paling beruntung yang terjadi kepada ku. Aku ingin mempertahan kan mu. Dia. Ya. Dia seharusnya tidak pernah memasuki hidup ku. Tapi, meski aku tahu tidak boleh, aku melihat rasa sakitnya", ucap Dewa.

"Jadi, kamu sungguh mencintainya bukan?", tanya Lala yang jelas terlihat raut kekecewaan di wajahnya. Menyadari itu membuat Dewa kembali melihat Lala. "Bagaimana dengan ku? Apa itu bukan cinta?", tanya Lala yang seketika air matanya menetes kembali mengetahui kenyataan yang bisa dia terka kalau selama ini bukan rasa cinta yang di rasakan Dewa kepadanya.

"Bukan seperti itu", Dewa meraih tangan Lala yang begitu bergetar karena berusaha keras menahan tangisnya. "Lala", ucap Dewa sendu tidak kuasa melihat tangis Lala yang begitu menyesakkan.

"Keluar. Tolong pergi", ucap Lala yang tidak ingin kelemahannya ini terus di saksikan Dewa. "Ini belum berakhir bukan? Kamu masih mencintainya kan?" ucap Lala tidak mampu mengangkat kepalanya yang tertunduk.

"Maaf kan aku", hanya itu yang bisa Dewa ucapkan sebelum pergi meninggal kan Lala. Lala memegangi kepalanya yang rasanya begitu penuh, hatinya begitu sesak mengetahui semua ini.

Orang Ketiga Dalam Rumah TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang