Bab 30

215 9 0
                                    


Sepulang kerja, Lala memutuskan untuk menemui Dustin di bengkel miliknya. Dustin yang sedang menyantap mie instan kuah favoritnya terkejut melihat kedatangan Lala tanpa kabar sebelumnya.

"Kenapa wajah lo datang-datang cemberut?"

"Username dan password hanya diketahui oleh rekan-rekan setim gue. Jadi pasti salah satu dari mereka, tapi itu tidak masuk akal. Siapa yang mengirimi kupesan teks itu menurutmu?", sembari duduk, Lala mengungkapkan rasa penasarannya.

"Apa pentingnya itu?", tanya Dustin sambil menyuguhkan segelas air minum ke Lala.

"Tentu saja penting, salah satu kesalahan saja bisa merusak keadaan di kantor, sama saja dengan salah satu dari mereka mengetahui permasalahan di dalam rumah tangga gue".

"Kalau begitu orang itu pasti sudah membicarakannya sama lo. Salah satu dari tiga hal untuk lucu-lucuan, mata mata, atau nantinya ada pemerasan. Jika dua yang pertama, maka kecemasan lo tak akan terjadi. Mengingat Lo enggak menerima SMS lagi, mungkin itu bukan pemerasan tapi kita enggak pernah tahu. Siapa pun yang mengirimkan pesan teks itu akan segera mengungkap identitasnya untuk membuat permintaan". Dustin mencondongkan tubuhnya ke Lala, "Maksud gue, mencari tahu pengirim pesan teksnya enggak lah penting, lebih baik memakai waktu untuk melakukan sesuatu yang produktif".

Lala menghela nafas, "Tapi gue penasaran siapa pengirimnya. Apa dia tahu apa yang terjadi, karena Dewa bilang gue enggak kenal orangnya".

Kembali Dustin yang menghela nafas. "Berarti lo enggak percaya diri. Nanti kan aja, tapi kalau lo bertanya-tanya ada apa di balik pintu, jika terus bertanya tanya apakah itu tikus atau gajah, berhenti lah berfikir. Berhenti berfikir membuka pintu itu. Tidak peduli tikus atau gajah, tidak berkhayal yang membuat tikus jadi macan. Begitulah, jika ingin membuka pintu itu, lo harus tau keberadaan pintunya, lo harus memilih satu dari dua agar bisa melanjutkan hidup lo". Dustin mengibaratkan permasalahan Lala seperti sebuah pintu yang masih tertutup.

*****

Sesampainya di apartemen, Lala berdiri lama di depan pintu salah satu ruangan yang tertutup rapat. Dewa mendengar istrinya baru saja pulang gegas keluar kamar untuk menghampiri istrinya, tetapi ia melihat Lala hanya berdiri mematung di depan pintu ruangan yang sudah lama tidak mereka buka.

"Ada apa yng?" tanya Dewa.

"Aku enggak bisa membuka pintu ini", jawab Lala lirih. Dewa hanya diam saja sambil terus menatap ke Lala. "Engga, enggak papa kok, lupakan aja", lanjut Lala dan pergi berlalu meninggalkan pintu ruangan itu.

*****

"Lo udah dengar soal itu enggak?", beberapa karyawan sedang membicarakan sesuatu saat mereka melihat Yona melintas.

"Soal apa?", tanya teman yang satunya.

"Yang dilakukan istri Wakil Presdir sewaktu berkunjung ke perusahaan kemarin".

"Kenapa? Ada apa? Apa yang terjadi?".

"Dia menghancurkan televisi besar yang ada di lobby. Katanya sih saat itu sedang menayangkan video Stella yang mereview beberapa produk kemarin, lalu terlintas ada wajah Yona tampil di televisi itu. Istri Wakil Presdir yang saat itu sedang memegang tumbler langsung melemparkannya ke layar televisi yang besar itu, otomatis langsung retak dan beberapa orang karyawan yang berada di lobby dan juga melintas seketika berhenti lalu menatap ngeri istri Wakil Presdir".

Di saat yang bersamaan Raisa melintas di belakang Yona. Ia pun mendengar dengan jelas perbincangan karyawan yang ada di dalam ruangan.

"Tunggu, apa Yona juga tahu soal itu?", teman yang satunya pun menganggukan kepala tanda mengiyakan.

"Hei kita mungkin saja akan segera melihat pertikaian hihi", tawa beberapa karyawan yang sedang bergosip itu.

*****

"Bisa kita bicara sebentar?", langkah Raisa dihentikan oleh pak Baim, lantas Raisa pun mengiyakan dan mengikuti langkah pak Baim ke arah pantry.

"Kudengar kamu ingin pindah ke tim pemasaran, aku sudah mendengarnya, kami akan sangat senang jika kamu bergabung dengan tim kami". Pak Baim mengatakan itu sambil tersenyum.

"Terima kasih pak", ucap Raisa sambil membalas dengan tersenyum.

"Tapi aku ingin membahas soal waktu penugasan ulang", dengan ekspresi serius pak Baim melanjutkan ucapannya.

"Apa itu pak?".

"Sebelum langsung masuk, kurasa ada hal-hal yang bisa kamu lakukan untuk kami, sementara kamu bekerja untuk tim manajemen".

Mendengar itu Raisa sedikit kebingungan, "Apa maksudnya Pak?".

"Kita lihat saja, kamu hanya perlu tahu apa yang terjadi di Tim mu, informasi itu adalah kekuatan mu", sambil menyeringai pak Baim menatap lekat ke Raisa. "Kamu enggak perlu terlalu serius. Apa kamu merasa bersalah karena aku memintamu menjadi pengkhianat untuk tim mu?", pak Baim menggelengkan kepala. "Jangan dibuat rumit, kamu pikir aku akan membuat mu melakukan hal ilegal?".

Raisa hanya menundukkan kepala merasa ragu apakah ia harus bertindak sejauh itu demi ingin masuk ke bagian tim pemasaran.

"Aku rasa aku cocok denganmu. Kamu butuh waktu untuk berfikir lagi?", tanya pak Baim.

Raisa menggelengkan kepala, "Tidak pak, aku akan melakukan yang terbaik", sambil mengangkat wajah dan tersenyum ke arah pak Baim.

"Bagus, aku tahu kamu pintar", pak Baim terlihat senyum sumringah di wajah pak Baim, "Aku tidak salah".

Tanpa di ketahui keduanya, Yona sedari tadi mendengar seluruh pembicaraan pak Baim dan juga Raisa saat ia hendak menuju pantry.

*****

"Bisa kita bicara sebentar?" Lala menghentikan langkah Helena saat mereka telah selesai menghadiri rapat besar.

"Bayar kembali hutang mendesak itu dengan uang ini. Lo bisa membayar gur pelan-pelan. Perusahaan menawarkan pinjaman berbunga rendah, seharusnya itu cukup untuk mencari tempat tinggal", ucap Lala seraya menyerahkan satu amplop yang berisi uang tunai ke Helena.

"Jangan menghabiskan uang lo untuk melunasi utang mama lo, lo bisa melakukan itu saat keadaan memburuk, cari cara untuk bangkit dulu". Helena hanya mendengar dan menatap Lala dengan lekat, lantas ia bangkit dari duduknya tanpa mengambil uang yang diberikan Lala dan ia hendak akan pergi.

"Lo benar", ucap Lala untuk menahan kepergian Helena. "Gie pikir lo berselingkuh dengan Dewa", Helena pun menghentikan langkahnya.

"Dia mengencani seseorang, Dewa berselingkuh", mendengar itu Helena langsung menatap kembali ke Lala yang saat ini berbicara tetapi tidak berani menatap dirinya.

"Kedengarannya tidak realistis untuk membicarakannya", sambil tersenyum tipis yang dipaksakan Lala melanjutkan ucapannya "Seperti yang lo lihat, gue kacau seperti lo, gue tak yakin ini bisa menghibur lo, gue enggak ingin menjadi pemeran utama atau enggak, tapi lo masih mengganggu gie, bahkan dalam situasi ini, karena itu gue terlalu berlebihan. Gue enggak ingin lo menganggap cuma lo yang ada masalah di dunia ini, gue enggak sesempurna yang lo pikirkan, jadi jangan menolaknya, gue melakukannya untuk menghibur diri gue", setelah mengatakan itu Lala pun berdiri hendak meninggalkan Helena yang masih berdiri diam di dekat pintu keluar ruangan.

"Kenapa lo memberitahu gue?", tanya Helena, lantas langkah kaki Lala pun berhenti. "Bisa aja gue si wanita itu, selingkuhanya Dewa", sambil menopang kedua tangannya di depan dada.

"Apa lo orangnya?", tanya lala Helena yanghanya diam. Melihat Helen hanya diam saja, Lala menghela nafas panjang, "Gue merasa menggila jika tidak memberitahu seseorang, gue bilang karena tidak tahan merahasiakannya, itu cuma akan membuat gue gila, sayang sekali kalau orangnya lo, tapi gue harap bukan lo. Gue hanya bisa mengatakannya karena sama lo", Lala meninggalkan Helena dengan langkah kaki yang begitu cepat. Dia tidak kuat menahan air mata yang sedari tadi ingin menetes keluar.

Orang Ketiga Dalam Rumah TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang