Bab 71

47 5 0
                                    

"Udah selesai mandi bu?", Raisa tersenyum merespon pertanyaan Lucky saat memasuki kamar.

"Begini, aku pikir tidak apa - apa jika kadang - kadang kamu pergi jalan - jalan keluar rumah. Aku mengizinkannya. Nanti saat akan pulang, kamu boleh meminta ku untuk menjemput mu. Agar kita bisa merasakan seperti ABG lagi", membuat Raisa tersenyum mendengarnya. "Ini lah masalahnya, aku terlalu banyak bicara", lanjutnya.

"Aku masih menikmati masa - masa mengurusi anak - anak seharian penuh kok sayang", jawab Raisa penuh senyum dengan tulus.

"Ambil ini", Lucky menyerahkan kotak berisi sepatu yang tadi ia beli di mall.

"Apa ini?", Raisa tampak kebingungan.

"Buka lah bu", pinta Lucky yang di turuti Raisa. Raisa membukanya sambil tersenyum, pasalnya suaminya itu tidak pernah memberinya hadiah seperti ini selain di hari ulang tahunnya, sedangkan saat ini ia sedang tidak berulang tahun.

"Kamu membelinya?", tanya Raisa menggoda Lucky.

"Engga, Sony yang membelinya", merengut Lucky. "Bercanda, ya aku lah bu yang membelinya khusus untuk istri ku yang tersayang", ucapnya dengan lucu membuat Raisa tidak bisa berhenti untuk tersenyum.

"Maksud ku, kaki mu kan akan membengkak karena kehamilan. Pasti akan sulit untuk keluar rumah menggunakan sepatu yang lama", ucap Lucky lembut sambil melihat Raisa yang terus saja tersenyum sangat senang terlihat dari raut wajahnya.

"Terima kasih sayang", ucap tulus Raisa.

"Hehe itu hanya sepasang sepatu. Pakai lah bu, di coba dulu", pinta Lucky. "Eit tunggu, biar aku aja yang memakaikannya untuk mu", Lucky segera turun dari tempat tidur dan berjalan mendekati Raisa lalu berjongkok tepat di hadapan kaki Raisa.

"Berikan padaku bu", Raisa memberikan sepasang sepatu yang sedari tadi ia pegang agar Lucky bisa memakaikan untuknya.

"Nih, kaki kanan terlebih dahulu", ucapnya sambil memasangkan sepatu bagian kiri. "Lalu kaki kanan", sambil memasangkam sepatu bagian kanan. "Selesaiii. Woahh ini sangat cocok untuk mu, pas sekali di kaki mu sayang", puji Lucky senang.

"Sayang, harus kah aku berhenti bekerja untuk selama - lamanya?", tanya Raisa membuat keadaan menjadi tegang seketika. Karena pembahasan mengenai pekerjaan saat sensitif akhir - akhir bagi sekitarnya.

"Apa? Kenapa kamu mau berhenti bekerja? Apa karena apa yang terjadi saat ini di perusahaan? Mengenai pengumuman itu?", tanya Lucky berlapis - lapis.

"Aku hanya ingin saja. Sony akan segera masuk sekolah dasar, dan kita akan segera memiliki anak lagi", ucap lesu Raisa. "Tapiii, kita harus menghasilkan lebih banyak uang. Jadi itu akan memberat kan mu untuk mencari nafkah sendirian", ucap Raisa takut menyinggung perasaan suaminya.

"Kamu bisa melakukan apa saja yang kamu ingin kam bu. Pasti sulit untuk mu bertahan selama ini juga. Tidak masalah apa yang akan terjadi nanti, kamu harus hidup dan bahagia dulu, baru kami di dalam rumah ini ikut bahagia dan merasa hidup. Aku yakin kita akan cukup mengenai nafkah walaupun hanya aku yang bekerja", ucapan Lucky membuat Raisa ingin menangis mendengar ketulusan yang tersirat dari nada dan mimik wajah Lucky.

"Astagaa, siapa yang memberi mu sepatu ini. Ini sangatttt canntik! Jangan sampai basah karena sepatu ini terbuat dari bulu yang sangat lembut", hibur Lucky agar Raisa tidak jadi menangis. Dan benar saja Raisa langsung menarik bibirnya tersenyum.

*****

"Duhh gue rasa gue terlalu banyak makan, gue ke toilet lagi ya", pamit Rini ke Helena dan tanpa sepengetahuan Rini dan Coki, Rini menyelipkan tas kecilnya ke dalam blazee untuk ia bawa.

"Ayo lanjut makan lagi", ajak Coky pada Helena.

Drrrtt. Ponsel Helena yang terletak di atas meja bergetar tanda ada pesan masuk. Langsung Helena mengecek notifikasi pesan itu.

Rini: Gue cuma jadi penganggu, jadi gue pulang duluan

Helena menghela nafasnya pelan sambil menggigit bibir bawahnya kesal. Ternyata Rini mengibulinya dengan berkata ingin ke toilet taunya malah pulang meninggalkan Helena berdua saja dengan Coki.

"Rini mengirim pesan kalau bilang ia pulang duluan", Helena memberitahu Coki kenyataannya.

"Benar kah? Baik lah", Coki merasa sangat senang karena bisa makan malam berdua saja dengan Helena. Suasana keduanya menjadi canggung. Coki yang gugup di tambah Helena yang masih menunjukkan sikap dinginnya pada Coki.

"Haruskah kita pulang juga?", usul Helena karena melihat Coki yang tampak tidak nyaman.

"Ya, boleh ayo kita pulang", jawab Coki yang tidak ingin membuat Helena tidak myaman berada berdua saja dengannya. Helena bangkit dari duduknya membawa tas tangannya.

"Apa kamu mau berjalan - jalan dulu sebelum pulang?", tanya Coki gugup, ia sangat takut kalau Helena menolak ajakannya. Tampak Helena berfikir sejenak sebelum menyetujui ajakan Coki.

Coki dan Helena memilih berjalan kaki pelan - pelan saja di sepanjang jalan raya, namun keduanya hanya berdiam tanpa adanya obrolan. Sampai menemukan sebuah tempat duduk besi yang kosong, Coki mendaratkan bokongnya di ikuti oleh Helena.

" Aku pikir aku agak pandai mengobrol, tapi anehnya saat ini terasa sulit", ucap Coki memecah keheningan di antara mereka.

"Sudah gue bilang, lo bisa santai", ucap Helena tidak ingin kalau Coki menjadi canggung padanya.

"Kamu benar, aku akan melakukannya", ucap Coki membuang nafasnya kasar.

"Gue berterimakasih sama lo", nanar pandangan Helena yang terus di perhatikan Coki.

"Gue pura - pura kuat, tapi gue hampir tidak bisa bertahan. Lo bilang lo ingin membantu gue, dan apa yang tadi lo katakan di dalam kepada meja yang mengolok - olok gue, itu sangat membantu gue", Coki senyum - senyum mendengar ungkapan Helena, ia merasa saat ini Helena yang selalu dingin padanya, malah membutuhkannya.

"Aku senang. Kalau itu bisa membantu kamu sedikit, semua akan aku lakukan. Aku sungguh - sungguh", Helena juga ikut senyum melihat Coki yang terlihat salting saat ini.

"Pasti sulit untuk bertahan, aku tidak yakin apa kamu siap untuk itu. Tapi jangan ragu untuk menghubungi ku kapan pun dan dimana pun kamu membutuh kan ku", Coki masih senyum - senyum berbicara ke Helena. "Aku yidak yakin apa nantinya aku akan berguna untuk mu".

Saat dalam perjalanan pulang menaiki taksi, ia mengetikkan sesuatu di ponselnya. Ia mengirim pesan untuk Coki.

Helena: Gue sangat bersenang - senang hari ini. Ayo kita lakukan ini lagi kapan - kapan

Di sebuah taksi yang lainnya, Coki membuka ponselnya karena mendapat kan sebuah pesan. Ia menjadi senyum - senyum sendiri saat membaca pesan dari Helena. Ia tidak menyangka akhirnya secara perlahan bisa mendapat kan hati pujaan hatinya, Helena. Gegas ia membalas pesan dari Helena, karena tidak ingin membuat Helena menunggu lama.

Coki: Ayo, janji ya

Helena yang mendapat balasan seperti dari Coki juga ikut tersenyum. Ia sangat senang dan baru menyadari kalau ia selalu merasa nyaman apabila sedang berada di dekat Coki.

Orang Ketiga Dalam Rumah TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang