Bab 17

198 10 0
                                    


Saat Lala dan Helena sedang berjalan akan menuju ke ruangan Tim Manajemen, Lala melihat Raisa dan Dewa sedang berjalan bersamaan. Lantas Lala memberitahu Helena kalau ia ingin ke toilet sebentar, tentu Lala hanya beralasan. Ia segera mengikuti Raisa dan Dewa yang baru saja ia lihat melintas didepannya ke arah ujung lorong. Tetapi Lala tidak dapat menemukan keduanya, keruangan mana mereka pergi pun Lala tidak dapat melihatnya, akhirnya Lala memutuskan untuk kembali memasuki ruang kerjanya.

Pada saat jam pulang kerja, Lala tidak langsung bergegas pulang padahal teman-temannya sudah mulai berpamitan untuk pulang, Lala menyandarkan punggungnya ke kursi sambil menatap ke arah buket bunga ungu besar yang berada di bawah mejanya. Ia teringat waktu hari ulang tahun pernikahannya yang pertama. Lala dan Dewa terjebak dengan kumpul-kumpul satu tim di malam itu sepulang kerja, padahal mereka berniat untuk makan malam romantis berdua guna merayakannya.

Flashback On

"Makan malam tim di hari ulang tahun pertama?" dengus Lala kesal ke Dewa yang ditanggapi Dewa dengan dengusan kesal juga. Pasalnya bos mereka yang saat itu Pak Suwandi masih menjabat sebagai Manajer Tim Manajemen hobby sekali mengajak mereka satu tim untuk makan malam dan lanjut berkaraoke seperti saat ini.

Lala dan Helena yang merasa bosan pun hanya duduk di sofa bagian pojok sambil melihat pak Suwandi dan rekannya yang lain berkaraoke. Lala melihat Dewa yang bertingkah aneh, selalu melindungi tas kerjanya yang beberapa kali hampir terduduki dengan rekan kerjanya yang sedang bernyanyi sudah dalam pengaruh alkohol.

"Lala, nyanyilah. Suaramu pasti bagus, saya ingin mendengarnya" ucap pak Suwandi dengan setengah sadar meminta Lala untuk bernyanyi, namun ditolak secara halus dengan Lala.

"Maaf pak tenggorokanku sedang sakit" Lala mengatakan itu kepada pak Suwandi.

"Duh kamu jangan seperti itu, kamu penyanyi resmi di kantor kita" ucap pak Suwandi lagi dengan nada yang sudah sempoyongan.

"Pak, saya sa--" mendengar itu Helena mengajukan diri untuk menggantikan suruhan pak Suwandi ke Lala, tetapi langsung di potong dengan Dewa.

"Aku ingin bernyanyi pak" Dewa yang melihat itu langsung mengambil mic di tangan bosnya itu agar ia saja yang bernyanyi karena tidak ingin lagi mendengar bosnya meminta istrinya untuk bernyanyi.

""Kamu Dewa ingin bernyanyi? Kamu ngga pernag bernyanyi dalam hidupmu" tanya Pak Suwandi memastikan ucapan Dewa. Satu lagu pun dibawakan Dewa, sambil melihat istrinya dengan penuh cinta ia tersenyum sambil menyanyikannya yang dibalas senyuman juga oleh Lala. Yang lain yang mendengarkan Dewa menyanyi juga ikut menghayati lagunya dan memberikan tepuk tangan saat Dewa sudah selesai bernyanyi.

"Berjalan kaki di bawah pohon sepanjang jalan gini lebih membuatku lega dari pada di ruangan karoke tadi" terdengar helaan nafas yang panjang Lala saat ia dan Dewa sedang berjalan menyusuri jalanan dengan berjalan kaki. Makan malam hingga karoke yang tadi membuat mereka muak akhirnya selesai juga. Dewa yang memang pada dasarnya type laki-laki yang pendiam dan tidak banyak cakap hanya tersenyum mendengar ucapan istrinya sambil tetap menggenggam erat tangan istrinya itu.

"Aku ngga tahu kalau kamu penyanyi yang hebat" ucap Lala lagi salut dengan suara Dewa yang terdengar merdu saat bernyanyi tadi karena ia memang tidak pernah mendengar Dewa sekalipun bernyanyi. Lagi-lagi Dewa hanya tertawa kecil mendengarnya sambil terus memandangi tas kerja yang ia pegang ditangan kirinya.

Melihat itu Lala pun menjadi bingung, "Ada apa yang?" tanyanya langsung ke Dewa.

Dewa pun langsung mengeluarkan buket bunga ungu berukuran kecil yang sedari tadi ia simpan dan lindungi didalam tas kerjanya. "Maaf bunganya rusak" ucap Dewa sambil memberikan bunga itu ke Lala.

Lala yang menerimanya dengan senang hati sambil tertawa ringan, "Kamu membawanya kemana-mana?" tanya Lala masih dengan nada kegirangan karena sang suami memberikan sesuatu di hari ulang tahun pertama pernikahannya.

"Maaf, lain kali aku akan membeli bunga yang lebih cantik" ucap Dewa sambil melihat istrinya yang menciumi bunga pemberiannya.

"Sebenarnya ini ngga terlalu buruk, makasih ya sayang" jawab Lala sambil menggenggam dan mencium tangan suaminya.

Flashback OFF.

Lala mengambil surat yang terselip di buket bunga itu dan membaca isinya.

"Terima kasih, semoga kita akan selalu bersama, Love Dewa"

Membaca itupun makin membuat hati Lala terasa sakit. Kenapa Dewa bisa menyakitinya seperti ini kalau memang Dewa masih menginginkan keberadaannya di hidupnya. Terlihat Dewa keluar dari ruangan kerjanya hendak menemui istrinya yang dilihatnya masih duduk di meja kerjanya seorang diri. Lala pun meminta suaminya untuk mereka duduk terlebih dulu di cafe samping kantornya untuk membahas masalah yang sedang mereka hadapi.

Lama mereka hanya terdiam satu sama lain sampai selesai menghabiskan masangan mereka masing-masing. "Kenapa kamu melakukan itu?" tanya Lala yang akhirnya membuka suara . "Sejak kapan?" tanyanya lagi karena Dewa masih juga belum menjawab pertanyaan yang sebelumnya ia tanyakan.

"Itu lebih seperti kecelakaan" jawab Dewa, ia sebenarnya tidak ingin menyakiti hati istrinya lebih lanjut. "Mendengar detailnya hanya akan lebih menyakitimu nantinya" ucapnya lagi.

"Sekarang kamu memikirkan perasaanku?" tanya Lala dengan nada menyepelekan jawaban atas pertanyaannya kepada Dewa. "Kalau begitu, seharusnya kamu menyangkal perselingkuhanmu. Oh engga, seharusnya kamu tidak melakukan perselingkuhan itu" ucap Lala penuh emosi dengan nada yang berusaha ia tahan karena tidak ingin terdengar oleh pengunjung cafe yang lain.

"Aku berniat begitu, aku ingin menyangkalnya. Tapi saat kamu bertanya, aku tidak bisa berbohong, aku tidak bisa menipumu" ucap Dewa dengan jujur.

Lala yang mendengar itu diam sejenak sebelum menanyakan, "Apa aku mengenalnya?" tanya Lala kembali memastikan.

Apa aku harus memberitahukan yang sebenarnya batin Dewa di dalam hati, ragu apakah ia akan memebritahu istrinya kalau selingkuhannya adalah orang yang di kenal istrinya atau tidak. "Tidak". Akhirnya hanya itu yang keluar dari mulut Dewa. Ia masih belum sanggup kalau harus menyakiti istrinya lebih dalam lagi. Jujur ia masih sangat menyayangi istrinya.

Dengan raut wajah yang sudah bergetar, air mata yang terus menerus mentes melalui pipnya. "Kuharap kalian mati". "Aku ingin kamu mati dan juga selingkuhannya" ucap Lala dengan kesal, suara bergetar dan air mata yang semakin deras mengalir. Dewa yang mendengar itu ikut menteskan air matanya. Ia sungguh menyesal sudah membuat istrinya sesakit ini.

"Aku memang tidak berhak mengatakan ini, tapi, aku akan minta maaf atas perbuatanku selama sisa hidupku. Akan ku biarkan kamu menghukum ku sampai akhir hayat ku. Jadi, ku mohon, bisa kah kamu memberiku kesempatan kedua?" pinta Dewa dengan suara yang bergetar dan air mata yang juga sudah mengalir di pipinya.

Orang Ketiga Dalam Rumah TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang