Chapt 44 ; Obrolan malam

1.4K 131 9
                                    

"Ini selimutnya." Cilla memberikan selimut untuk Januar. Kamar di apartemennya Cilla ini memang satu makanya saat Januar menginap kemarin mereka tidur di kamar yang sama. Tapi itu saat mereka memang punya hubungan yang harus diusahakan. Tapi sekarang?

Januar mengangguk. "Terima kasih." Ucapnya. Cilla ikut mengangguk dan beranjak pergi tapi panggilan Januar menahannya.

"Cilla." Cilla membalikkan tubuhnya dan menatap Januar dengan tatapan bingung.

"Boleh temani aku sebentar?" Pintanya. Cilla awalnya ingin menolaknya dengan alasan mengantuk lah ini lah itu lah, tapi tatapan sendu yang diberikan Januar tidak bisa membuatnya menolak.

Cilla mengangguk dan duduk di sisi Januar.

"Belum ngantuk, pak?" Tanya Cilla memecah keheningan diantara mereka. Januar melirik Cilla. "Kamu?"

Cilla menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu, boleh aku cerita sedikit?" Tanya Januar. Cilla mengangguk. Sedikit tertarik.

"Seperti yang kamu tau. Aku salah satu cucu dari keluarga brijaya." Cilla kembali mengangguk. Fakta yang tentu saja sudah ia ketahui.

"Sebagai cucu brijaya, aku selalu punya batasan. Tidak boleh melakukan ini, tidak boleh melakukan itu." Cilla melirik Januar dengan tatapan prihatin. Pasti sulit hidup seperti itu.

"Banyak yang harus aku pelajari. Ternyata lahir di keluarga kaya bukan hal yang mudah. Seluruh jalan hidupku seolah-olah sudah diatur oleh opa." Lanjut Januar. Cilla menyentuh tangannya Januar. Menepuknya kecil memberi semangat. Januar tersenyum kecil menatapnya.

"Ekspektasi orang gila-gila an terhadapku. Jika aku buat kesalahan sedikit saja, caci maki datang dari segala arah." Cilla sudah baca artikel tentang skandalnya Januar. Cilla tidak ingin tahu lebih banyak tentang itu karena ia rasa hanya akan menyakiti dirinya. Kadang-kadang lebih baik tidak tahu daripada tahu tapi ternyata menyakitkan untuk kita.

"Keluargaku itu isinya berantakan, cilla. Senjata tersebar untuk saling menjatuhkan. Berperang hanya untuk menyakiti yang lain." Cilla menatap Januar. "Bagaimana kalau bapak tidak meraih senjata itu?" Tanya Cilla. Januar tersenyum.

"Kalau memang tidak mau menyakiti yang lain, bapak tidak usah ikut berperang." Lanjut Cilla. Memang ini yang akan dilakukan Januar.

"Kalau keluarga kamu? Mau cerita?" Tanya Januar. Januar baru sadar bahwa Cilla tidak pernah bercerita tentang keluarganya. Entah itu keluarga aslinya atau keluarga angkatnya.

"Eum apa ya.." Cilla memeluk kedua lututnya.

"Saya lahir di keluarga yang penuh dengan kasih sayang. Papa yang selalu pulang membawa sebungkus ayam goreng dan mama yang selalu marah karena ayam goreng papa bikin panas dalam." Cerita Cilla sembari tersenyum. Senyum itu entah sejak kapan jadi ingin Januar jaga.

"Mereka berdua orang tua yang hebat. Tapi sayang.. kenangan tentang mereka kini tidak begitu banyak lagi. Saya sudah banyak lupanya.." Kali ini senyuman sedih yang muncul di bibirnya Cilla. Januar ingin memeluk Cilla, tapi Januar menahan dirinya.

"Mama dan papa mengalami kecelakaan saat saya umur tujuh tahun. Sejak saat itu saya tinggal bersama dengan paman dan tante saya. Bagaimana ya bilangnya? Mereka tidak pernah menyiksa saya. Hanya saja menganggap saya tidak pernah ada. Saat umur saya lima belas tahun, mereka pergi membawa kabur semua harta yang ditinggalkan papa dan mama untuk saya. Saat itu.. pertama kalinya saya sadar bahwa mereka orang jahat." Januar hanya diam, mendengarkan Cilla menceritakan kehidupannya.

"Saya melakukan segala hal agar bisa hidup. Bekerja disini dan disana. Menghidupi diri saya sendiri, bersekolah dengan baik menggunakan beasiswa sampai akhirnya saya bertemu dengan Tyas. Tyas, papa harry dan mama ningsih. Mereka berkah dari tuhan buat saya, pak. Mungkin tuhan kasihan dengan saya yang hidup dengan bersusah payah." Senyuman bahagia itu kembali muncul di bibirnya Cilla.

Mr. & Mrs. Brijaya ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang