"Boleh, Pak. Nanti saya cek." Ujar Gita. Dion mengangguk, matanya melirik ke Cilla.
"Cilla, untuk yang ini saya serahkan ke kamu ya." Ucap Dion. Cilla tidak menjawabnya. Sibuk dengan pikirannya sendiri sampai Cici yang ada di sampingnya menyenggol dirinya.
"Ha?" Ucapnya memasang tampang tidak bersalahnya menatap Cici. "Kamu melamun di tengah rapat kita?" Suara tegas Dion membuat Cilla menoleh ke arah Dion. Cilla sedikit terbatuk.
"Maaf, Pak." Jawab Cilla. Tidak profesional sekali dirinya. Tidak ada alasan yang bisa ia berikan untuk Dion.
"Mba gapapa?" Tanya Alex. Sedikit khawatir karena Cilla kelihatan pucat pada pagi ini. Cilla menggeleng dan tersenyum tipis. "Gapapa. Thanks, Lex."
Alex mengangguk senang. Dion rasa, ia tahu apa yang membuat pikiran Cilla kerap teralihkan sejak tadi.
"Yasudah, saya serahkan project kali ini ke kamu ya, Cil. Bisa kan?" Tanya Dion. Cilla mengangguk cepat. "Bisa, Pak!" Serunya. Dion bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruang rapat membuat Cilla kembali mendudukkan dirinya. Merutukki dirinya karena bisa-bisanya memikirkan Januar ditengah rapatnya berlangsung, bisa dibilang kurang profesional dia oleh karyawan-karyawannya ini kan?
"Mba sakit nih!" Pekik Gita. Menyentuh tangan Cilla dan kaget karena tangan bossnya ini panas. Karena pekik-an Gita, semua orang yang tadinya sudah berdiri kembali mendekati Cilla.
"Coba aku lihat, Mba. Izin ya, Mba." Killa menempelkan punggung tangannya di dahinya Cilla. Killa ini dulunya mengambil sekolah kedokteran, tapi karena biayanya terlalu berat, Killa mengubur kembali mimpinya. Makanya mereka semua mempercayakan Cilla untuk di cek oleh Killa.
"Iya, Mbak. Mbak demam ini. Mana tinggi lagi. Ke rumah sakit aja ya, Mbak." Saran Killa. Cilla menggeleng. "Gapapa kok, La. Thanks ya, minum obat juga sembuh kok ini." Ucap Cilla bangkit dari duduknya.
"Yauda, Mbak. nanti aku minta Rara bawain obat buat Mbak ya." Ucap Killa ikut bangkit dan keluar dari ruangan rapat.
"Boleh. Tolong ya, La." Ucap Cilla berjalan masuk ke ruangannya. Ternyata ini alasan dia merasa capek dan kurang fokus sejak tadi. Rupanya dia sakit? Hah! Harus sekali sakit disaat-saat seperti ini. Ini project pertama yang diberikan oleh perusahaan untuknya. Cilla harus mengerjakannya dengan baik kan?
Selesai minum obat dari Rara, Cilla seharian di ruangannya. Cilla sibuk melakukan riset untuk ini dan itu. Bahkan sampai melupakan makan siangnya.
Mata Cilla melirik jam diatas dinding. Ia mengusap wajahnya lelah. Tidak sadar bahwa ia sudah berkutat dengan berkas sampai jam enam sore. Yang diluar juga pasti sudah pada pulang.
Cilla merasa lemas. Matanya sayu dan tubuhnya terasa panas.
Pintu diketuk, Dion masuk dan mendekati Cilla yang berusaha terlihat baik-baik saja.
"Mau makan malam bareng?" Tanya Dion. Cilla menggeleng. Menutup komputernya dan meraih tasnya. "Saya mau pulang aja, Pak. Makasih tawarannya." Ucap Cilla. Dion melirik Cilla dengan helaan nafas panjang.
"Kamu begini karena Januar ya?" Tanya Dion. Mendengar nama Januar, Cilla membalikkan tubuhnya.
"Hah?"
"Iya. Karena penerbangan Januar kan?" Tanya Dion. Cilla membelalakkan kedua matanya. "Hah? Penerbangan apa, Pak?"
"Jam delapan malam nanti kan Januar mau pergi ke Paris dan menetap disana. Bukankah karena ini kamu murung mulu dari pagi?" Tanya Dion bingung.
"Loh? Kok Bapak tau?!" Tanya Cilla menyentuh lengan Dion. Dion sontak meletakkan punggung tangannya di dahinya Cilla.
"Cilla? Kamu panas banget ini badannya." Ucap Dion. Cilla menggeleng. "Bapak jelasin dulu, kok Bapak tau Pak Januar mau pergi ke Paris?" Desak Cilla.
Persetan dengan dirinya, ini kok Dion malah lebih tahu sesuatu tentang Januar dari pada dia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. & Mrs. Brijaya ✔️
Romance[[E N D!]] Dijuluki Gadis Tangisan Aspal karena menangis seperti anak kecil di depan umum agar pria dihadapannya ini mau merelakan pacarnya membuatnya menjadi bual-bualan dan meme nasional. Hah? Maksudnya? Cecilla Kinanti. Gadis berumur dua puluh...