EXT. TAMAN - PAGI
Pitaloka melangkah perlahan menuju sebuah kursi taman yang terletak tidak jauh dari rumah Gumara. Langkahnya terasa berat, seakan seluruh dunia menghimpit hatinya yang terluka. Ia duduk di sana, mencoba menenangkan diri di bawah naungan pohon yang rindang. Pandangannya tertuju ke kejauhan, namun pikirannya melayang ke masa lalu.
Bayangan masa-masa indah bersama Gumara kembali membanjiri pikirannya. Saat-saat penuh tawa dan canda di sekolah, cinta yang terjalin antara seorang guru dan murid, seakan baru kemarin ia rasakan. Mereka pernah berbagi mimpi, harapan, dan petualangan yang dulu terasa tak tergoyahkan. Senyum Gumara, sapaan lembutnya, hingga pelukan hangat yang selalu membuatnya merasa aman, semua itu kini hanya menjadi kenangan yang perlahan berubah menjadi bayangan yang menyakitkan.
Pitaloka ingat saat-saat mereka berpetualang bersama, berdua, menjelajahi hutan dan pantai, berbagi rahasia, dan berbicara tentang masa depan yang mereka impikan bersama. Namun kini, semua itu terasa hancur. Masa lalu yang indah itu kini tertinggal sebagai serpihan kenangan yang tidak akan pernah kembali.
" Kita pernah bermimpi, Pa Mara... tapi sekarang hanya tinggal aku yang mengingatnya." ucap Pitaloka berbisik pelan, penuh luka.
Ia merasakan dadanya semakin sesak. Segala kebahagiaan yang dulu pernah mereka nikmati kini hanya menjadi luka yang terus berdarah di hatinya. Pitaloka berusaha menghela napas panjang, berjuang untuk tetap kuat. Namun, luka itu terlalu dalam untuk diabaikan.
Pitaloka menundukkan kepalanya, menatap jemarinya yang gemetar. Ia masih bisa merasakan hangatnya genggaman tangan Gumara, seolah baru kemarin mereka bersama. Tapi kenyataan memaksanya untuk menerima bahwa Gumara telah melanjutkan hidup tanpa dirinya. Sementara Pitaloka terjebak dalam masa lalu, Gumara telah menemukan kebahagiaan baru. Hatinya terasa begitu rapuh, tapi Pitaloka tahu ia harus melanjutkan hidup. Dengan perlahan, ia bangkit dari kursi taman itu, menghapus sisa air mata di pipinya, lalu mengambil napas panjang.
" Aku harus kuat... demi Sekar... demi diriku sendiri." ucap Pitaloka berbicara pada dirinya sendiri.
Meskipun sulit, Pitaloka berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap tegar. Ia tidak akan membiarkan kepedihan ini menghancurkannya. Dengan perasaan yang masih penuh luka, ia berjalan kembali, meninggalkan taman itu dengan langkah yang berat namun tegas.
.
.
INT. RUMAH GUMARA - PAGI
Sunyi. Rumah terasa lebih sepi dari biasanya. Key duduk di sofa ruang tamu, memandangi jendela dengan pandangan kosong. Suara detak jarum jam terdengar perlahan, seolah menghitung setiap detik yang berlalu dalam keheningan.
Key memeluk kedua kakinya, menariknya lebih dekat ke tubuhnya, mencoba menemukan kenyamanan di tengah pikirannya yang kacau. Pikirannya terus memutar kembali percakapan yang ia dengar secara tidak sengaja dari kamar kedua orang tuanya beberapa hari yang lalu. Saat itu, ia berdiri di depan pintu, tanpa sengaja mendengar rahasia besar yang disembunyikan dari dirinya seumur hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
WATTPAD VERSION : 7 MANUSIA HARIMAU NEW GENERATION
Fanfiction17 tahun telah berlalu sejak Pitaloka, istri tercinta Gumara Peto Alam, diculik secara misterius. Gumara, yang masih terpukul oleh kehilangan istrinya, berjuang keras untuk menemukan Pitaloka namun selalu menemui jalan buntu. Kehidupan Gumara kini h...