17 tahun telah berlalu sejak Pitaloka, istri tercinta Gumara Peto Alam, diculik secara misterius. Gumara, yang masih terpukul oleh kehilangan istrinya, berjuang keras untuk menemukan Pitaloka namun selalu menemui jalan buntu. Kehidupan Gumara kini h...
Tiba-tiba, di kejauhan, ia melihat kilatan cahaya samar di antara kabut. Pitaloka mempercepat langkahnya, menerobos ranting dan ilalang yang menghalangi. Saat ia semakin mendekat, sosok putrinya, Key, akhirnya terlihat. Key berdiri di depan seorang pria tua berjubah putih dengan rambut panjang dan jenggot putih. Sosok pria itu adalah Ki Cahya, yang memandang Pitaloka dengan tatapan tenang namun penuh wibawa. Pitaloka berhenti beberapa langkah dari mereka, napasnya tersengal. Matanya beralih dari Key, yang terlihat bingung namun tenang, ke Ki Cahya yang berdiri kokoh di tempatnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
" Ki Cahya... Apa yang kau lakukan pada putriku?" ucap Pitaloka suara gemetar, penuh amarah dan kecemasan.
Ki Cahya hanya tersenyum samar, tangannya bersedekap di dada. Ia memandang Pitaloka dengan tatapan penuh arti, seakan telah menunggu momen ini sejak lama. Sementara itu, Key menatap ibunya dengan ekspresi penuh keheranan, tetapi hatinya merasa lega melihat sosok Pitaloka akhirnya ada di sisinya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
" Akhirnya kau muncul juga, Pitaloka. Setelah bertahun-tahun kau menghilang, bersembunyi seperti pengecut, akhirnya aku berhasil membawamu keluar dari bayang-bayang itu." ucap Ki Cahya dengan nada tegas namun tenang.
Pitaloka menatap Ki Cahya dengan tajam, emosinya bergejolak mendengar kata-kata itu. Ia melangkah maju, melindungi Key dengan tubuhnya.
" Apa maksudmu, Ki Cahya? Aku bukan pengecut! Semua yang kulakukan selama ini adalah demi melindungi putriku dan mereka yang aku sayangi." ucap Pitaloka dengan nada tegas.
Ki Cahya tersenyum tipis, tatapannya tajam seolah menembus jiwa Pitaloka.
" Kau melindungi mereka? Atau kau melarikan diri dari takdirmu? Kau adalah Ratu Andalas, penguasa yang ditakuti oleh para siluman, sosok yang membawa keseimbangan antara dunia manusia dan mereka. Namun, kau memilih bersembunyi, meninggalkan semuanya, dan membiarkan kekacauan terjadi." ucap Ki Cahya menunjuk ke arah Pitaloka dengan tatapan penuh keyakinan.
Pitaloka mengepalkan tangannya, menahan amarah yang mulai membara.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.