17 tahun telah berlalu sejak Pitaloka, istri tercinta Gumara Peto Alam, diculik secara misterius. Gumara, yang masih terpukul oleh kehilangan istrinya, berjuang keras untuk menemukan Pitaloka namun selalu menemui jalan buntu. Kehidupan Gumara kini h...
Langit malam di desa Kayu Lima begitu tenang, hanya suara angin yang sesekali berdesir mengiringi langkah Key dan Pitaloka menuju hostel. Key tampak termenung sejenak, sebelum akhirnya ia menoleh ke arah ibunya dengan raut penuh rasa penasaran.
" Ibu, boleh Key tanya sesuatu?" tanya Key dengan suara hati-hati.
Pitaloka melirik putrinya, melihat ekspresi serius di wajahnya.
" Tentu, Nak. Apa yang ingin kamu tanyakan sama Ibu?" ucap Pitaloka lembut.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
" Key penasaran, Bu... tentang apakah Ibu masih mencintai Ayah? Maksud Key, meskipun sekarang Ayah sudah bersama Ibu Wiwit... apakah rasa itu masih ada untuk Ayah?" ucap Key menghela napas, seolah mencoba mencari cara tepat untuk mengungkapkan pikirannya.
Langkah Pitaloka terhenti sejenak, seolah pertanyaan itu menghantam sesuatu yang dalam di hatinya. Ia menunduk, menyembunyikan emosinya dari tatapan Key, lalu menarik napas panjang sebelum menjawab.
" Sekar... apa yang terjadi antara Ibu dan Ayahmu adalah masa lalu yang penuh cerita. Rasa cinta itu pernah ada, dan mungkin... sebagian kecilnya masih tersimpan disini." ucap Pitaloka meletakkan tangan di dadanya, dengan suara lembut namun sedikit bergetar.
" Jadi... Ibu masih mencintai Ayah?" ucap Key tertegun.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
" Cinta itu bentuknya bisa berubah, Nak. Setelah semua yang terjadi, Ibu lebih memilih untuk menyimpan kenangan itu sebagai bagian dari masa lalu. Ayah kamu sekarang sudah memiliki kehidupannya sendiri, dan Ibu hanya ingin melihat kalian semua bahagia." ucap Pitaloka tersenyum samar.
Key mengangguk pelan, mencoba mencerna kata-kata ibunya.
" Key mengerti, Bu. Tapi... apakah Ibu tidak merasa sakit melihat Ayah bersama dengan Ibu Wiwit?" ucap Key pelan.
" Ada rasa sakit, Sekar, itu wajar. Tapi, Ibu lebih memilih untuk memikirkan masa depan. Yang penting sekarang, Ibu bisa ada disisi kamu. Itu sudah cukup bagi Ibu." ucap Pitaloka menghela napas, menatap putrinya dengan mata penuh kasih.
Pitaloka tersenyum kecil, mengingat kenangan yang kini terasa begitu jauh. Tatapannya menerawang ke kejauhan, seolah sedang memutar kembali lembaran-lembaran lama hidupnya.