55

351 46 5
                                    

EXT. JALANAN DESA TIGA PANGGUNG, BENGKULU - SIANG

Humbalang dan Farah berjalan berdampingan di jalan setapak yang dikelilingi pepohonan rindang. Matahari siang menyinari dedaunan, menciptakan bayangan yang bergerak lembut di tanah. Suasana tenang desa tiga panggung terasa nyaman, hanya terdengar suara burung-burung yang berkicau di kejauhan. Farah memandang ke depan dengan senyum tipis, wajahnya penuh kerinduan. Sesekali, ia merapikan kain selendangnya yang tertiup angin.

" Bang, aku benar-benar tidak sabar ingin bertemu dengan Alam. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali kita berkumpul bersama." ucap Farah dengan nada rindu.

Humbalang menoleh pada istrinya, tersenyum kecil, tetapi tetap memegang sikap tenang seperti biasanya.

" Aku tahu kau rindu sekali dengan putra kita, Farah. Alam juga pasti rindu pada kita. Dia pasti akan senang sekali melihat kita datang." ucap Humbalang dengan nada lembut.

Farah mengangguk, matanya berbinar.

" Aku ingin tahu bagaimana dia sekarang. KKN ini pasti pengalaman yang besar untuknya. Tapi sebagai seorang ibu, aku tidak bisa berhenti khawatir. Apakah dia makan dengan baik? Apakah dia tidur dengan nyenyak?" ucap Farah dengan nada penuh harap

Humbalang terkekeh kecil, mencoba menenangkan istrinya.

" Alam itu sudah 17 tahun, Farah. Dia bukan anak kecil lagi. Kau harus belajar mempercayainya lebih banyak." ucap Humbalang dengan nada bercanda

Farah tertawa kecil, tetapi kerinduannya tidak berkurang sedikit pun. Ia menatap Humbalang sejenak, matanya penuh harapan.

" Aku tahu, Bang. Tapi, dia tetap putra kita. Tidak peduli seberapa dewasa dia, aku selalu ingin memastikan dia baik-baik saja." ucap Farah dengan serius

Humbalang mengangguk setuju.

" Aku mengerti, Farah. Kita ini orang tua. Rasa khawatir itu tidak akan pernah hilang sampai kapan pun." ucap Humbalang dengan lembut.

Langkah mereka terus beriringan di jalan setapak itu. Di sepanjang perjalanan, Farah terus bercerita tentang kenangan kecil Alam, bagaimana dia dulu suka berlarian di sekitar rumah, dan betapa cerdasnya dia di sekolah. Humbalang mendengarkan dengan senyum tipis, menikmati momen sederhana ini bersama istrinya.

Sebuah desa kecil mulai tampak di ujung jalan, tanda bahwa mereka hampir sampai di tempat Alam menjalani KKN. Farah mempercepat langkahnya sedikit, tidak sabar untuk bertemu dengan putra semata wayangnya.

" Itu dia, Bang! Kita hampir sampai!" ucap Farah dengan nada bersemangat.

Humbalang hanya tersenyum, membiarkan Farah meluapkan kegembiraannya. Di dalam hatinya, ia juga merasakan kerinduan yang sama, tetapi ia memilih untuk menampilkannya dengan cara yang lebih tenang.

...

EXT. HALAMAN RUMAH PAK JAYADI - DESA TIGA PANGGUNG - SIANG

Humbalang dan Farah melangkah masuk ke halaman rumah Pak Jayadi. Rumah itu sederhana namun bersih, dengan pekarangan yang ditumbuhi tanaman hijau dan beberapa bunga hias. Di depan rumah, berdiri seorang pria paruh baya dengan senyum ramah. Pak Jayadi, kepala desa Tiga Panggung, menyambut mereka dengan hangat.

" Selamat siang, Atuk Alang, Bu Farah. Selamat datang di rumah kami." ucap Pak Jayadi dengan nada hormat.

Humbalang mengangguk singkat, tetapi penuh wibawa.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
WATTPAD VERSION : 7 MANUSIA HARIMAU NEW GENERATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang